“Maaf pak, tadi saya tidak sengaja melihat di televisi tentang pemakaman Mrs. Martha dan saya melihat ada orang ini,” ujar Tasha seraya menunjukan ponselnya.
Bhuvi menatap layar ponsel Tasha, yang memotret sosok wanita berhoodie hitam sedang bersembunyi di balik pohon yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat pemakaman. “motif hoodienya sama persis dengan yang digunakan mengikuti saya, Mr.”
“Jadi maksudnya mereka satu kelompok?” tanya Bhuvi menyimpulkan ucapan Tasha.
Tasha hanya diam saja, ia lantas mengeluarkan sebuah liontin dari dalam saku celananya. “saat memeriksa tas Erina, saya menemukan ini, Mr.”
Bhuvi menyimpan semua penemuan Tasha. “ya sudah, terima kasih atas laporan dan infonya. Kamu bisa beristirahat biar anak-anak saya yang jaga.”
“Terima kasih, Mr.” Tasha pun berpamitan dengan Gama d
Glara mengangguk, “setidaknya itu cara terbaik daripada kita harus mencari orang baru yang belum tentu bersih, ‘kan? Aku yakin dia tidak akan berkhianat walaupun kakek sudah tidak ada.”Bhuvi kembali memikirkan ucapan Glara, cukup lama pria itu memikirkannya hingga akhirnya ia mengangguk dan menyetujui ide yang Glara berikan. “Setelah ini kita ke sana.” Glara mengangguk dan mengucapkan terima kasih tanpa suara.Bhuvi dan Glara kembali menunggu persiapan bayi Martha, tepat pukul 11 siang perawat memanggil Glara dan Bhuvi mengajaknya masuk ke dalam ruangan dokter khusus anak dan gizi. Di dalam sana, Glara dan Bhuvi mendapatkan penjelasan tentang tata cara merawat bayi itu juga tentang jadwal pemeriksaan rutin yang harus Glara dan Bhuvi jalani.Setelah itu, Glara dan Bhuvi dipersilakan untuk membawa bayi Martha pulang ke rumah. sesuai ucapan Bhuvi tadi, mereka tak langsung pulang ke rumah, Bhuv
“Ishara Larisha Madhava,” sahut Bhuvi menatap lurus ke arah ponselnya.Semua orang menatap Bhuvi dengan tatapan yang takjub. “Kenapa?” tanya Bhuvi mendongakkan kepalanya.Mereka menggeleng dan mengulas senyum di wajahnya. “Namanya bagus dan cantik.”Mereka pun kembali mengobrol dan melanjutkan aktivitasnya. Berbeda dengan Bhuvi yang tampak menikmati kesibukkannya, Glara justru terlihat lebih gelisah dari biasanya. Sebenarnya Bhuvi tahu penyebab kegelisahan wanita itu tapi ia memilih untuk diam dan tak banyak berbicara.Hari pun semakin sore, Gama dan Erina sudah kembali ke kamarnya begitu juga dengan Shara yang sudah tidur pulas di kamar Glara ditemani oleh Willi. “aku pulang dulu ya. besuk aku ada flight pagi.”“Flight pagi? Ke mana?” tanya Glara menatap Bhuvi bingung.“Perjalanan bisnis.&rdqu
Glara mencoba membuang kecurigaannya dan mengirimkan kabar pada Bhuvi jika gaun yang pria itu kirimkan sudah berada di tangannya. Setelah mendapatkan balasan singkat dari Bhuvi, Glara pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan melanjutkan pencarian vendor besuk pagi.Waktu terus berjalan, pagi ini Glara mengadakan rapat dadakan dengan semua petinggi perusahaannya untuk membicarakan masalah peluncuran produk barunya yang kemungkinan besar akan diundur hingga waktu yang tidak ditentukan. Keputusan Glara tentu mendapatkan penolakan dari banyak orang karena bagaimana pun juga mereka sudah mempersiapkan moment yang tepat untuk peluncurannya dan sekarang Glara mengundurnya begitu saja.“Saya juga menyesali keputusan ini, tetapi saya tidak bisa berbuat banyak. tidak ada vendor yang bisa mengerjakannya dalam waktu semalam.”“Tetap saja, kita tidak bisa mengundur lagi. Kalau kita mengundur peluncurannya bisa-b
Sepanjang hari Glara terus teringat akan perbincangannya dengan Rose tadi. Ia mencoba mencari tahu produk yang batal diluncurkan beberapa tahun silam dan produk yang sama di perusahaan lain. Sudah lebih dari 3 jam Glara mengurung diri di ruang kerjanya dengan setumpuk berkas yang hampir menutupi wajahnya. Sayangnya, Glara tak juga mendapatkan petunjuk apapun tentang perusahaan yang Rose maksud.“Saya kurang tahu, Bu Glara. Yang saya ingat perusahaan itu memang selalu menjadi pesaing perusahaan kita.”Ucapan Rose terus terputar dibenaknya, hingga Glara semakin semangat mencari tahu siapa orang yang sengaja ingin menghancurkan perusahaannya. Glara berharap dari kejadian ini ia bisa membuka lebih banyak teka-teki yang selama ini selalu menghantuinya dan Bhuvi.Saat sedang fokus pada pencariannya, tiba-tiba ponsel Glara berdering panjang. Glara pun menatap layar ponselnya dan mendapati nama Bhuv
“Kenapa kamu menyimpulkan hal itu?” tanya Bhuvi pada Tommy yang masih menatap lurus ke layar lcd.Tommy menoleh dan tersenyum tipis. “sederhana Pak, karena mereka memiliki kesamaan visi dan misi.”“Visi dan misi?”“Robert ingin menghancurkan Pak Louis sedangkan Damian ingin menyingkirkan Pak Louis karena igin merebut bu Glara lagi.” Bhuvi termenung mendengar penjabaran Tommy tentang analisanya. “kalau kita melihat ke beberapa kejadian sebelum ini, kita bisa melihat betapa Damian itu bisa meloloskan diri dari penjara. Saat sidang pertama? Pelariannya sangat tersusun rapi.”“Saya setuju, Pak,” ujar Leo menyetujui ucapan rekan kerjanya itu. “selain dari pelarian, kita bisa lihat akses yang Damian punya. Contohnya, menggunakan geng motor? Sabotase data perusahaan Bu Martha?”“Kita harus tetap me
“Di salah satu venue, Bu. Kami kurang tahu nama daerahnya, tetapi kami tahu tempatnya.” Glara menatap Tommy ragu. “Kami hanya menjalankan perintah, Bu,” imbuh Tommy kala mendapatkan tatapan curiga Glara.“Tetapi aku harus datang ke launching produkku sendiri. Aku tetap harus datang apapun kondisinya,” ujar Glara pasrah. “Dewan direksi menolak usulanku untuk menunda launching,” lanjut Glara menyampaikan kenyataan yang ada.Tommy mengangguk, ia lantas berkata, “Kita hanya datang sebentar saja bu, setelah itu kami akan mengantarkan anda ke lokasi launching produk anda.”“Kamu yakin aku bisa sampai tepat waktu?” tanya Glara memastikan jawaban dari anak buah Bhuvi itu.Tommy dan Boy mengangguk yakin. Glara akhirnya mengangguk, walau sebenarnya ia masih berat dengan keputusannya itu. “Oh iya, Tommy aku ada sedikit pertanyaa
Tommy hanya mengangguk tanpa mengucapkan apapun. Ia mempersilakan Glara untuk masuk ke dalam. Dengan ragu Glara mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat acara. Kening Glara berkerut kala melihat sebagian dekorasi tertutup kain putih yang menjuntai dan tamu undangan yang menatap ke arahnya dengan senyum yang tak bisa diartikan.“Tom, apa ada yang salah dengan penampilanku?” bisik Glara pada Tommy yang berada di belakangnya.“Tidak ada, bu.” Glara masih saja gelisah walaupun sudah mendengar jawaban dari Tommy.Baru maju beberapa langkah secara tiba-tiba musik berhenti bermain dan lampu di sekitarnya padam. Glara memekik tertahan, ia mencari Tommy yang hanya diam tak mengamankannya atau melakukan sesuatu. Cukup lama Glara menyesuaikan netranya dan mencari keberadaan Tommy yang mendadak hilang dari dekatnya.“Tommy‼ Tommy‼ di mana kamu?” Glara mencoba berjalan
Bhuvi hanya tersenyum dan tak merespon apapun. “Pertanyaan selanjutnya.” Sikap Bhuvi menunjukkan jika ia tak mau membahas permasalahan asal usul Ishara.Beragam pertanyaan mulai mereka sampaikan pada Glara dan Bhuvi, dua pebisnis muda yang sedang naik daun itu menjawab seluruh pertanyaan di luar urusan pribadi mereka. Hingga serangkaian acara pun sudah selesai mereka lalui, produk yang dirancang oleh Glara sudah siap didistribusikan ke seluruh penjuru dunia.Bhuvi pulang bersama dengan Glara, sedangkan ketiga anaknya bersama dengan Tomny juga Leo. Di dalam mobil, Glara tak berhenti-henti bertanya pada Bhuvi tentang acara yang pria itu buat tadi.“Bhuvi, bagaimana bisa kamu merancang itu semua?” tanya Glara menuntut jawaban pada Bhuvi yang hanya tersenyum di balik stir kemudinya.“Bhuvi, ayolahh jangan hanya diam saja!” rengek Glara karena Bhuvi tak kunjung menjawab