Louis segera memanggil anak buahnya, tak lama beberapa pria tegap menghadap ke Louis. “Suruh beberapa pengawal lain ke mari. Besuk pagi saya harus kembali ke kota.”
“Baik, Tuan.”
Entah apa yang terjadi namun, raut wajah Louis menandakan sesuatu yang tidak baik sedang terjadi di kota sana. Louis memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, di dalam kamar ia tak bisa dengan tenang menikmati tidurnya. Berbeda dengan Glara yang sudah masuk ke alam tidurnya.
Di sisi lain, Damian baru saja tiba di rumah mewahnya. Kedatangannya tentu disambut dengan ramah oleh Martha yang sudah beberapa hari tak bertemu dengannya. “Sayang, kamu ke mana saja. memangnya sebanyak itu ya pekerjaan kantor sampai kamu harus melembur di sana?” tanya Martha seraya bergelayut mesra di lengan Damian.
Damian berdecak di dalam hati, sebenarnya ia sangat malas pulang ke rumah tetapi dia tak mau membuat Mart
“Kakek harus kembali ke kota –““Kenapa?” tanya Glara memotong penjelasan Louis.“Karena ada urusan penting yang tidak bisa diwakilkan, Glara.” Glara memicingkan mata mencari kebenaran dari ucapan Louis. “Setelah urusan Kakek selesai, kakek akan segera ke sini lagi.”“Janji?” tuntut Glara masih memicingkan matanya. Louis mengangguk pria itu menatap ke arah Bhuvi yang sedari tadi hanya berdiam diri.“Bhuvi, saya titip cucu dan cicit saya. Kabari saya jika terjadi sesuatu ya.”Bhuvi mengangguk. “Saya akan berusaha semaksimal mungkin.”Sebenarnya Bhuvi juga bertanya-tanya tentang kepergian Louis yang terkesan mendadak itu. entah mengapa, perasaan Bhuvi mengatakan ada yang sedang disembunyikan oleh Louis. Tuduhan Bhuvi bukan tanpa alasan, menurutnya Louis tak mungkin pergi u
“Ada apa, Glara?” tanya Bhuvi mendekati Glara yang masih terkejut di tempatnya.Glara tak menjawab pertanyaan Bhuvi, akhirnya pria itu berinisiatif untuk mengambil ponsel Glara dan mendekatkan ke telinganya. “Hallo.”“Hallo, maaf tuan apa keluarga Louis bisa datang ke rumah sakit sekarang?”“Rumah sakit?”“Benar tuan. Kami tunggu di rumah sakit medical utama.”“Baik.”Bhuvi segera menyimpan ponsel Glara dan menangkap tubuh Glara yang mulai terhuyung. “Kita ke sana sekarang ya?” ajak Bhuvi yang dijawab anggukan lemah Glara.“Gama?” tanya Glara saat menyadari keberadaan Gama di sana.“Kita titipkan pada Tante Lana terlebih dahulu.&
“Apa ada yang sengaja ingin menyelakai Kakek?” tanya Glara pada Bhuvi yang mengamati benda di dalam kantung plastik.Bhuvi hanya diam ia tak tahu harus merespon apa. Tiba-tiba datanglah tiga orang petugas keamanan dengan seragam lengkap. “Selamat siang dengan keluarga Louis?”sapa salah satu dari mereka pada Bhuvi dan Glara.Bhuvi segera menyimpan bukti yang diberikan anak buahnya tadi. “Benar, Pak.”“Kami dari pihak kepolisian ingin menyerahkan salinan hasil olah tempat kejadian perkara.” Mereka memberikan box hitam pada Bhuvi.Bhuvi segera menerima box itu dan mengucapkan terima kasih. “Berdasarkan hasil pemeriksaan di tempat kejadian perkara, kami tidak menemukan indikasi kecelakaan yang disengaja.”“Tidak menemukan? Apa bapak sudah memeriksa cctv di tempat kejadian?”Mereka saling berp
“Banyak musuh mengintai. Pak Louis terkenal dengan kepandaiannya dalam berbisnis. Banyak pesaing yang ingin menjatuhkan beliau dengan cara apapun.”“Maksudnya mereka juga akan mengincarku jika tahu aku adalah keturunan tunggal Kakek?” tanya Glara mulai mengerti arah pembicaraan Bhuvi.Bhuvi pun mengangguk. Perhatian keduanya teralihkan dengan kedatangan beberapa perawat berpakaian khusus yang masuk ke dalam ruang IGD. Tak lama, ranjang Louis dibawa keluar ruang IGD dan berpindah ke ruang tindakan. Bhuvi dan Glara mengikuti dari belakang, Glara bahkan sempat melihat kondisi Louis yang tampak lemah dengan alat-alat medis yang mengisi sebagian dadanya.Setibanya di depan ruang operasi, mereka membawa tubuh Louis masuk ke dalam. “Kami akan melakukan yang terbaik,” ujar dokter pada Glara dan Bhuvi yang berdiri mematung di depan pintu.Setelah pintu operasi tertutup dan
“Ahh bukan apa-apa. Sepertinya malam ini aku tidak bisa menginap, Issabella.”Wanita itu memicingkan matanya, ia menghentikan gerakan tubuh dan menatap Damian tajam. “Kenapa? Kamu sudah bosan ya? atau kamu ingin bertemu dengan istrimu?”Damian menggeleng dan berkata, “Bukan begitu. Aku ada urusan penting. Ini menyangkut masa depan kita. Kamu mau hidup enak ‘kan?”“Memangnya harta Martha masih kurang?”“Kalau bisa lebih kenapa harus berhenti?” tanya Damian seraya mengangkat tubuh Issabella dan menjatuhkannya di atas ranjang.Damian kembali menyerang tubuh Issabella dengan begitu panas, hingga wanita itu hanya bisa mendesah dan menikmati setiap sentuhan Damian.Di sisi lain, Glara sedang menangis dalam diam melihat peti yang berada di depannya. Sedangkan Bhuvi, pria itu sedang mengirimkan pesan p
“Ibu baik-baik saja, Gama. Sekarang Gama tidur ya. Sudah malam, besuk kita antarkan Kakek ke tempat yang baru ya. Gama mau ikut?” Gama mengangguk penuh semangat dan bergegas merapikan alat menggambarnya tadi.Bhuvi lantas menarik selimut dan menutupi sebagian tubuh Gama dan dirinya. Sebelum tenggelam di alam mimpi, Bhuvi menyempatkan diri menanyakan keadaan Glara pada Lana yang masih menemani wanita itu di dalam kamarnya. Setelah mendapatkan balasan dari Lana yang mengatakan jika Glara sudah tertidur setelah mencurahkan isi hatinya pada Lana. Bhuvi pun segera menenggelamkan dirinya ke alam mimpi menyusul Gama yang terlebih dahulu tidur.∞Sinar matahari masuk menghiasi kamar Glara wanita itu mengerjapkan mata dan merasakan ada sosok lain di sampingnya. Glara menoleh dan mendapati tubuh Lana yang masih terlelap di dalam mimpinya. Tak mau membangunkan Lana, Glara turun dari ranjang dengan hati-hati.
Bhuvi tersenyum dan mengangguk, ia bahkan mengecup puncak kepala Gama. “Bhuvi,” panggil Glara menahan lengan Bhuvi yang hendak menjauhkan diri dari Gama setelah ia mengecupnya.Bhuvi menaikkan sebelah alisnya dan menatap Glara teduh. “Hati-hati.” Bhuvi tersenyum mendengar penuturan Glara. Ia lantas mengangguk dan mengusap puncak kepala Glara dan Gama bergantian.Glara dan Gama hanya bisa mengamati punggung Bhuvi yang menjauh bersama dengan pengawalnya tadi. Setibanya di luar rumah, Bhuvi melihat beberapa pengawalnya mengerubuni sosok pria muda yang menunjukkan raut ketakutan. Pria itu memakai seragam kebersihan di rumah Louis. Dengan langkah tegap, Bhuvi berjalan mendekati pria itu.Bhuvi mengeluarkan aura yang begitu menakutkan. “Siapa yang memerintahmu.”Pria itu hanya menggeleng dan menutup bibirnya rapat-rapat. “Kesempatan terakhir, siapa yang memerintahm
Semua orang menatap Damian dan Bhuvi bergantian, berbeda dengan Glara yang menatap Damian marah. Gama menggeleng dan semakin bersembunyi di balik ceruk leher Bhuvi. Bhuvi segera memanggil pengawalnya dan menarik paksa tubuh Damian menjauhi Gama dan juga Glara. Bhuvi mengabaikan tatapan pelayat yang lainnya, mereka tentu bertanya-tanya kenapa Damian mengenal bocah yang memanggil Glara ibu itu.Awalnya Damian menolak dan hendak menerjang bodyguard itu, sayangnya langkah Damian tak semudah itu. Damian mendadak dikepung oleh bodyguard Bhuvi dan menahan tubuh pria itu dalam sekejap mata. Damian tak bisa berbuat banyak ia pun terdiam dan kembali mengikuti rombongan yang lain namun, pengawal Bhuvi masih terus berada di sampingnya.Peti jenazah Louis dimasukkan ke dalam mobil ambulance, di dalamnya terdapat Darel dan juga Lana yang menemani. sedangkan, Glara, Bhuvi dan Gama memilih menggunakan mobil pribadi dan mengiring dari belakang. Bukan tanpa a