“Banyak musuh mengintai. Pak Louis terkenal dengan kepandaiannya dalam berbisnis. Banyak pesaing yang ingin menjatuhkan beliau dengan cara apapun.”
“Maksudnya mereka juga akan mengincarku jika tahu aku adalah keturunan tunggal Kakek?” tanya Glara mulai mengerti arah pembicaraan Bhuvi.
Bhuvi pun mengangguk. Perhatian keduanya teralihkan dengan kedatangan beberapa perawat berpakaian khusus yang masuk ke dalam ruang IGD. Tak lama, ranjang Louis dibawa keluar ruang IGD dan berpindah ke ruang tindakan. Bhuvi dan Glara mengikuti dari belakang, Glara bahkan sempat melihat kondisi Louis yang tampak lemah dengan alat-alat medis yang mengisi sebagian dadanya.
Setibanya di depan ruang operasi, mereka membawa tubuh Louis masuk ke dalam. “Kami akan melakukan yang terbaik,” ujar dokter pada Glara dan Bhuvi yang berdiri mematung di depan pintu.
Setelah pintu operasi tertutup dan
“Ahh bukan apa-apa. Sepertinya malam ini aku tidak bisa menginap, Issabella.”Wanita itu memicingkan matanya, ia menghentikan gerakan tubuh dan menatap Damian tajam. “Kenapa? Kamu sudah bosan ya? atau kamu ingin bertemu dengan istrimu?”Damian menggeleng dan berkata, “Bukan begitu. Aku ada urusan penting. Ini menyangkut masa depan kita. Kamu mau hidup enak ‘kan?”“Memangnya harta Martha masih kurang?”“Kalau bisa lebih kenapa harus berhenti?” tanya Damian seraya mengangkat tubuh Issabella dan menjatuhkannya di atas ranjang.Damian kembali menyerang tubuh Issabella dengan begitu panas, hingga wanita itu hanya bisa mendesah dan menikmati setiap sentuhan Damian.Di sisi lain, Glara sedang menangis dalam diam melihat peti yang berada di depannya. Sedangkan Bhuvi, pria itu sedang mengirimkan pesan p
“Ibu baik-baik saja, Gama. Sekarang Gama tidur ya. Sudah malam, besuk kita antarkan Kakek ke tempat yang baru ya. Gama mau ikut?” Gama mengangguk penuh semangat dan bergegas merapikan alat menggambarnya tadi.Bhuvi lantas menarik selimut dan menutupi sebagian tubuh Gama dan dirinya. Sebelum tenggelam di alam mimpi, Bhuvi menyempatkan diri menanyakan keadaan Glara pada Lana yang masih menemani wanita itu di dalam kamarnya. Setelah mendapatkan balasan dari Lana yang mengatakan jika Glara sudah tertidur setelah mencurahkan isi hatinya pada Lana. Bhuvi pun segera menenggelamkan dirinya ke alam mimpi menyusul Gama yang terlebih dahulu tidur.∞Sinar matahari masuk menghiasi kamar Glara wanita itu mengerjapkan mata dan merasakan ada sosok lain di sampingnya. Glara menoleh dan mendapati tubuh Lana yang masih terlelap di dalam mimpinya. Tak mau membangunkan Lana, Glara turun dari ranjang dengan hati-hati.
Bhuvi tersenyum dan mengangguk, ia bahkan mengecup puncak kepala Gama. “Bhuvi,” panggil Glara menahan lengan Bhuvi yang hendak menjauhkan diri dari Gama setelah ia mengecupnya.Bhuvi menaikkan sebelah alisnya dan menatap Glara teduh. “Hati-hati.” Bhuvi tersenyum mendengar penuturan Glara. Ia lantas mengangguk dan mengusap puncak kepala Glara dan Gama bergantian.Glara dan Gama hanya bisa mengamati punggung Bhuvi yang menjauh bersama dengan pengawalnya tadi. Setibanya di luar rumah, Bhuvi melihat beberapa pengawalnya mengerubuni sosok pria muda yang menunjukkan raut ketakutan. Pria itu memakai seragam kebersihan di rumah Louis. Dengan langkah tegap, Bhuvi berjalan mendekati pria itu.Bhuvi mengeluarkan aura yang begitu menakutkan. “Siapa yang memerintahmu.”Pria itu hanya menggeleng dan menutup bibirnya rapat-rapat. “Kesempatan terakhir, siapa yang memerintahm
Semua orang menatap Damian dan Bhuvi bergantian, berbeda dengan Glara yang menatap Damian marah. Gama menggeleng dan semakin bersembunyi di balik ceruk leher Bhuvi. Bhuvi segera memanggil pengawalnya dan menarik paksa tubuh Damian menjauhi Gama dan juga Glara. Bhuvi mengabaikan tatapan pelayat yang lainnya, mereka tentu bertanya-tanya kenapa Damian mengenal bocah yang memanggil Glara ibu itu.Awalnya Damian menolak dan hendak menerjang bodyguard itu, sayangnya langkah Damian tak semudah itu. Damian mendadak dikepung oleh bodyguard Bhuvi dan menahan tubuh pria itu dalam sekejap mata. Damian tak bisa berbuat banyak ia pun terdiam dan kembali mengikuti rombongan yang lain namun, pengawal Bhuvi masih terus berada di sampingnya.Peti jenazah Louis dimasukkan ke dalam mobil ambulance, di dalamnya terdapat Darel dan juga Lana yang menemani. sedangkan, Glara, Bhuvi dan Gama memilih menggunakan mobil pribadi dan mengiring dari belakang. Bukan tanpa a
“Ada apa Bhuvi?” tanya Darel berbisik pada Bhuvi.Bhuvi menunjukkan ponsel yang ia bawa pada Darel. “Ini ponsel milik… .” Bhuvi mengangguk mengiyakan ucapan Darel. “Biar aku yang menyelidiki pemilik nomor ini.” Bhuvi kembali mengangguk dan membiarkan Darel mencatat nomor yang tertera di layar ponsel Louis.“Kenapa Bhuvi?” tanya Glara mendekat ke arah Bhuvi.Bhuvi menggeleng dan segera menyimpan ponselnya. Ia juga memberi kode pada pengawalnya untuk kembali berjaga. “Tidak apa. Lebih baik kamu dan Gama istirahat terlebih dahulu. Aku dan Pak Darel ada urusan sebentar.”“Paman akan kembali, ‘kan?” tanya Gama seraya menghentikan kegiatan bermainnya.Bhuvi mengangguk dan tersenyum mengusap puncak kepala Gama. Glara menatap Bhuvi dengan sorot mata yang sulit diartikan, entah apa yang menjadi kegelisaha
“Tentu, ada beberapa hal yang mau saya bicarakan dengan Glara dan anda,” sahut Darel menatap Bhuvi dan Glara bergantian.Setelah semua barang bawaan Glara turun dari mobil mereka bergegas masuk menyusul pengawal yang membawa barang-barangnya. Bhuvi mengantarkan Glara dan Gama ke kamar tamu yang berada di samping kamarnya, sedangkan Darel dan Lana segera menempati kamar lain yang berhadapan dengan kamar Bhuvi dan Glara.Di dalam kamar Glara merebahkan dirinya di samping Gama yang sudah terlelap sejak turun dari mobil tadi. Glara nyaris terlelap jika saja ia tak mendengar ketukan di pintu kamarnya. “Bhuvi, ada apa?” tanya Glara menatap pria yang saat ini berdiri di depannya, netra Glara tak berkedip melihat penampilan rumahan Bhuvi yang tampak berbeda dari biasanya.“Ada yang ingin saya dan Pak Darel sampaikan. bisa ikut?” Glara menoleh menatap Gama yang tengah terlelap di atas ranjang.
“Aku tidak mau Martha curiga karena aku tak ada di kantor dan tak pulang ke rumah.”Issabella bangkit dari ranjang dan memakai pakaian seadanya. “Martha lagi Martha lagi, kamu kapan mau menceraikannya?”“Tidak semudah itu Issa, kamu tahu sendiri aku belum berhasil mendapatkan semua akses perusahaan. Sabar dulu, memangnya kamu mau hidup susah?”Issabella menggeleng cepat. “Ya enggaklah, aku sudah rela meninggalkan pekerjaanku jadi gak mau aku hidup susah.”“Aku pergi.” Damian segera berlalu meninggalkan Issabella yang masih memakai pakaiannya.Nyatanya, Damian tak kembali ke rumahnya ia justru pergi ke rumah Louis. Entah kenapa ia ingin melihat wajah Glara dan Gama. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, ia bahkan nyaris menabrak pengenadara lain karena terlalu terburu-buru melajukan mobilnya.
Damian tampak salah tingkah. “Maksudnya kenapa bisa kamu lagi hamil malah menyiapkan ini semua.”Martha tersenyum lega. “Kamu bikin aku kaget saja, Damian. aku tidak menyiapkan sendiri kok, ada pembantu yang membantu.”“Oh, aku kira kamu menyiapkan sendirian. Kalau begitu aku mandi dulu ya.” Martha mengangguk dan membiarkan Damian masuk ke dalam kamar mandi.Saat menunggu Damian membersihkan diri, Martha memilih untuk merapikan pakaian kotor Damian dan tas kerjanya. Saat mengangkat jas Damian tanpa sengaja Martha menemukan secarik kertas yang membuatnya mengernyitkan kening, Martha bergegas menyimpan kertas itu dan bertindak seolah semua baik-baik saja.Tak lama Damian keluar dari kamar mandi dengan pakaian rumahan. “Oh iya Damian, aku baru mendapat kabar kalau Pak Louis meninggal ya?”Gerakan tangan Damian berhenti ia menyimpan han