“Ibu baik-baik saja, Gama. Sekarang Gama tidur ya. Sudah malam, besuk kita antarkan Kakek ke tempat yang baru ya. Gama mau ikut?” Gama mengangguk penuh semangat dan bergegas merapikan alat menggambarnya tadi.
Bhuvi lantas menarik selimut dan menutupi sebagian tubuh Gama dan dirinya. Sebelum tenggelam di alam mimpi, Bhuvi menyempatkan diri menanyakan keadaan Glara pada Lana yang masih menemani wanita itu di dalam kamarnya. Setelah mendapatkan balasan dari Lana yang mengatakan jika Glara sudah tertidur setelah mencurahkan isi hatinya pada Lana. Bhuvi pun segera menenggelamkan dirinya ke alam mimpi menyusul Gama yang terlebih dahulu tidur.
∞
Sinar matahari masuk menghiasi kamar Glara wanita itu mengerjapkan mata dan merasakan ada sosok lain di sampingnya. Glara menoleh dan mendapati tubuh Lana yang masih terlelap di dalam mimpinya. Tak mau membangunkan Lana, Glara turun dari ranjang dengan hati-hati.
<Bhuvi tersenyum dan mengangguk, ia bahkan mengecup puncak kepala Gama. “Bhuvi,” panggil Glara menahan lengan Bhuvi yang hendak menjauhkan diri dari Gama setelah ia mengecupnya.Bhuvi menaikkan sebelah alisnya dan menatap Glara teduh. “Hati-hati.” Bhuvi tersenyum mendengar penuturan Glara. Ia lantas mengangguk dan mengusap puncak kepala Glara dan Gama bergantian.Glara dan Gama hanya bisa mengamati punggung Bhuvi yang menjauh bersama dengan pengawalnya tadi. Setibanya di luar rumah, Bhuvi melihat beberapa pengawalnya mengerubuni sosok pria muda yang menunjukkan raut ketakutan. Pria itu memakai seragam kebersihan di rumah Louis. Dengan langkah tegap, Bhuvi berjalan mendekati pria itu.Bhuvi mengeluarkan aura yang begitu menakutkan. “Siapa yang memerintahmu.”Pria itu hanya menggeleng dan menutup bibirnya rapat-rapat. “Kesempatan terakhir, siapa yang memerintahm
Semua orang menatap Damian dan Bhuvi bergantian, berbeda dengan Glara yang menatap Damian marah. Gama menggeleng dan semakin bersembunyi di balik ceruk leher Bhuvi. Bhuvi segera memanggil pengawalnya dan menarik paksa tubuh Damian menjauhi Gama dan juga Glara. Bhuvi mengabaikan tatapan pelayat yang lainnya, mereka tentu bertanya-tanya kenapa Damian mengenal bocah yang memanggil Glara ibu itu.Awalnya Damian menolak dan hendak menerjang bodyguard itu, sayangnya langkah Damian tak semudah itu. Damian mendadak dikepung oleh bodyguard Bhuvi dan menahan tubuh pria itu dalam sekejap mata. Damian tak bisa berbuat banyak ia pun terdiam dan kembali mengikuti rombongan yang lain namun, pengawal Bhuvi masih terus berada di sampingnya.Peti jenazah Louis dimasukkan ke dalam mobil ambulance, di dalamnya terdapat Darel dan juga Lana yang menemani. sedangkan, Glara, Bhuvi dan Gama memilih menggunakan mobil pribadi dan mengiring dari belakang. Bukan tanpa a
“Ada apa Bhuvi?” tanya Darel berbisik pada Bhuvi.Bhuvi menunjukkan ponsel yang ia bawa pada Darel. “Ini ponsel milik… .” Bhuvi mengangguk mengiyakan ucapan Darel. “Biar aku yang menyelidiki pemilik nomor ini.” Bhuvi kembali mengangguk dan membiarkan Darel mencatat nomor yang tertera di layar ponsel Louis.“Kenapa Bhuvi?” tanya Glara mendekat ke arah Bhuvi.Bhuvi menggeleng dan segera menyimpan ponselnya. Ia juga memberi kode pada pengawalnya untuk kembali berjaga. “Tidak apa. Lebih baik kamu dan Gama istirahat terlebih dahulu. Aku dan Pak Darel ada urusan sebentar.”“Paman akan kembali, ‘kan?” tanya Gama seraya menghentikan kegiatan bermainnya.Bhuvi mengangguk dan tersenyum mengusap puncak kepala Gama. Glara menatap Bhuvi dengan sorot mata yang sulit diartikan, entah apa yang menjadi kegelisaha
“Tentu, ada beberapa hal yang mau saya bicarakan dengan Glara dan anda,” sahut Darel menatap Bhuvi dan Glara bergantian.Setelah semua barang bawaan Glara turun dari mobil mereka bergegas masuk menyusul pengawal yang membawa barang-barangnya. Bhuvi mengantarkan Glara dan Gama ke kamar tamu yang berada di samping kamarnya, sedangkan Darel dan Lana segera menempati kamar lain yang berhadapan dengan kamar Bhuvi dan Glara.Di dalam kamar Glara merebahkan dirinya di samping Gama yang sudah terlelap sejak turun dari mobil tadi. Glara nyaris terlelap jika saja ia tak mendengar ketukan di pintu kamarnya. “Bhuvi, ada apa?” tanya Glara menatap pria yang saat ini berdiri di depannya, netra Glara tak berkedip melihat penampilan rumahan Bhuvi yang tampak berbeda dari biasanya.“Ada yang ingin saya dan Pak Darel sampaikan. bisa ikut?” Glara menoleh menatap Gama yang tengah terlelap di atas ranjang.
“Aku tidak mau Martha curiga karena aku tak ada di kantor dan tak pulang ke rumah.”Issabella bangkit dari ranjang dan memakai pakaian seadanya. “Martha lagi Martha lagi, kamu kapan mau menceraikannya?”“Tidak semudah itu Issa, kamu tahu sendiri aku belum berhasil mendapatkan semua akses perusahaan. Sabar dulu, memangnya kamu mau hidup susah?”Issabella menggeleng cepat. “Ya enggaklah, aku sudah rela meninggalkan pekerjaanku jadi gak mau aku hidup susah.”“Aku pergi.” Damian segera berlalu meninggalkan Issabella yang masih memakai pakaiannya.Nyatanya, Damian tak kembali ke rumahnya ia justru pergi ke rumah Louis. Entah kenapa ia ingin melihat wajah Glara dan Gama. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, ia bahkan nyaris menabrak pengenadara lain karena terlalu terburu-buru melajukan mobilnya.
Damian tampak salah tingkah. “Maksudnya kenapa bisa kamu lagi hamil malah menyiapkan ini semua.”Martha tersenyum lega. “Kamu bikin aku kaget saja, Damian. aku tidak menyiapkan sendiri kok, ada pembantu yang membantu.”“Oh, aku kira kamu menyiapkan sendirian. Kalau begitu aku mandi dulu ya.” Martha mengangguk dan membiarkan Damian masuk ke dalam kamar mandi.Saat menunggu Damian membersihkan diri, Martha memilih untuk merapikan pakaian kotor Damian dan tas kerjanya. Saat mengangkat jas Damian tanpa sengaja Martha menemukan secarik kertas yang membuatnya mengernyitkan kening, Martha bergegas menyimpan kertas itu dan bertindak seolah semua baik-baik saja.Tak lama Damian keluar dari kamar mandi dengan pakaian rumahan. “Oh iya Damian, aku baru mendapat kabar kalau Pak Louis meninggal ya?”Gerakan tangan Damian berhenti ia menyimpan han
“Iya, kenapa ada masalah, Gla?” tanya Bhuvi dari atas sepedanya.Glara meringis, ia malu mengatakan jika dirinya tak terlalu pandai mengendarai sepeda terlebih lagi sepeda gunung. “Em sebenarnya… aku tidak pandai membawa sepeda seperti ini.”Bhuvi mengangguk. “Kalau begitu biar aku yang pakai itu, kamu pakai yang ini saja.”Darel pun turun dari sepeda dan berjalan mendekati Glara. “Kalau pakai itu kamu hanya perlu menyeimbangkan saja. semua dipegang oleh Bhuvi,” jelas Darel pada Glara.Glara tersenyum tak enak hati. “Tetapi… .”“Sudah tidak papa. Ayo nanti keburu siang.” Glara pun mengangguk dan berjalan menghampiri sepeda tandem yang di atasnya sudah menunggu Bhuvi dan Gama.Glara mengambil tempat duduk di bagian belakang, wajahnya tampak begitu tegang, “rileks,
“Kamu kenapa sayang?” tanya Damian ketika kembali ke mobil dan mendapati perubahan sikap Martha. “Tadi kan sudah baik-baik saja. ada apa?”Martha masih diam. “Aku ngantuk, bagaimana jika kita pulang saja?”“Tidak jadi mengunjungi ayah?” tanya Damian tanpa rasa curiga sedikit pun.Martha menggeleng, ia memejamkan mata dan menyandarkan kepalanya di sandaran jok mobil. Damian pun mengangguk dan menyimpan kembali bunga yang ia beli tadi. Ia lantas melajukan mobilnya dan memutar balik ke arah kediaman pribadi Martha. Dalam hati, Damian terus bertanya-tanya tentang perubahan sikap Martha namun ia teringat akan kehamilan Martha yang masih sangat muda, katanya kalau orang hamil biasanya moodnya memang mudah berubah-ubah. Walaupun dulu, Glara tak begitu namun Damian mencoba berpikir positif mengingat Martha itu berbeda dengan Glara yang lebih dewasa dalam bersikap.