“Iya,iya. Sudah, ya. Aku jalan dulu. Kalau ada apa-apa, kita ketemuan di internet saja.”Karl lantas mengambil tas ranselnya dan berpamitan dengan mereka semua. Ingatan Ronald masih belum pulih sepenuhnya, jadi Peter memutuskan untuk menemani mereka pulang ke Suwanda.“Aku tetap di sini karena masih ada urusan, jadi aku nggak bisa ngantar kalian, ya. Hati-hati di jalan,” kata Melvin.“Aku bakal kangen sama Om Melvin,”ujar Michelle sembari memeluk leher dan mencium pipi Melvin.“Dulu kamu janji mau menganggap Om jadi papa angkat kamu?”“Ronald, aku mau Melvin jadi papa angkat untuk anak-anak kita, menurut kamu gimana?” tanya Rachel.“Asal anak-anak nggak keberatan, aku juga nggak masalah. Melvin, terima kasih selama ini sudah jagain istri dan anak-anakku. Kalau nanti kamu butuh bantuan, aku bakal bantu semaksimal mungkin.”“Aku dan Rachel kan teman lama. Sudah sepantasnya aku membantu, jadi nggak perlu berterima kasih.”“Nanti kalau urusan di Suwanda sudah selesai, aku bakal ngadain pe
“Aaaaa ....”Terdengar suara teriakan dari dalam toilet wanita. Sekitar delapan orang perempuan berbondong-bondong keluar dari toilet dengan wajah panik. “Mama! Kembalikan mamaku!” seru seorang anak kecil dari dalam toilet.Ronald berlari menuju toilet dengan wajah dingin sambil menggendong tiga orang anak. “Michelle, jangan nangis! Cepat bilang, apa yang terjadi?” tanya Michael cemas dengan raut wajah dingin sesampainya mereka di dalam toilet.“Ada dua laki-laki masuk terus mereka pukul Mama sampai pingsan. Habis itu mereka kabur lewat jendela sambil gendong Mama. Aku nggak bisa melindungi Mama,” jelas Michelle sambil menangis.Ronald langsung melepaskan ketiga anak itu dari gendongannya lalu berkata, “Eddy, tolong jaga adik-adikmu ya. Papa mau mengejar Mama dulu.”Ronald langsung melompat keluar jendela, sedangkan Eddy menggandeng ketiga adiknya lalu duduk di pos keamanan. Setelah mereka duduk, Michael langsung mengeluarkan notebook dari dalam tasnya dan mengetik sesuatu tanpa berb
Tangan Rachel langsung diikat begitu dia masuk ke dalam bungalo. Si penjaga berpakaian hitam buru-buru mengancamnya ketika Rachel berusaha untuk memberontak.“Kami potong jarimu kalau kamu berani memberontak!” seru si penjaga dingin.Rachel sadar kalau orang-orang ini pastinya tidak berbohong dengan apa yang mereka ucapkan. Mereka pasti akan langsung menyerang Rachel jika dia berani memberontak. Namun, Rachel merasa bersyukur karena orang-orang ini sama sekali tidak tertarik dengan putrinya Michelle. Mereka meninggalkan Michelle di toilet dan sama sekali tidak menyentuhnya. Rachel pastinya tidak bisa setenang ini kalau Michelle juga diikat bersamanya di sini. Kedua penjaga itu bergegas keluar bungalo setelah selesai mengikat tangan Rachel. Bungalo ini terasa sangat kecil. Tidak ada jendela di sekitarnya. Hanya ada sebuah pintu kecil yang bisa digunakannya untuk keluar masuk dari tempat ini. Tidak lama kemudian, pintu bungalo itu terbuka dan seorang perempuan berjubah hitam langsung
Isabel melangkah maju dan menyeka wajah Rachel yang penuh dengan darah. Kemudian dia menusukkan suatu benda seperti kristal ke kulit Rachel. Rachel hampir saja membuka matanya karena rasa sakit yang dirasakannya sungguh dahsyat sampai hampir membuat jantung Rachel berhenti berdetak. Namun, dia tetap berusaha sekuat tenaga untuk memejamkan matanya. “Seret dia ke ruangan sebelah. Terserah mau kalian apa kan perempuan ini. Yang penting dia masih hidup dan aku bisa membunuhnya nanti,” ujar Isabel kepada para pengawalnya.Para pengawalnya adalah laki-laki paruh baya. Mereka langsung terlihat bernafsu ketika Isabel melontarkan kata-katanya. Kedua laki-laki itu bergegas melepas ikatan di tangan Rachel dan membawanya ke ruangan sebelah. Lalu tiba-tiba ....Rachel membuka matanya dan menggunakan sikunya sebagai senjata. Dia menghantam leher salah satu pengawal dengan sangat keras. Pengawal itu menjerit kesakitan lalu jatuh tersungkur di atas lantai. Kemudian Rachel dengan cepat bergerak menga
Rachel menggenggam tangan Ronald dengan tangan gemetar seraya berkata, “Darahnya memang banyak, tapi lukaku nggak parah, kok. Bawa saja aku ke rumah sakit. Lukaku cuma perlu diperban saja."Ronald bergegas mengangkat Rachel dan membawanya ke rumah sakit. Di pipi kiri dan kanan Rachel terlihat ada dua buah luka sepanjang empat centimeter setelah dokter berhasil membasuh darah yang memenuhi wajahnya. “Kamu punya satu luka di wajahmu, sedangkan aku punya dua luka. Kalau begitu, kita impas. Kita nggak boleh membenci satu sama lain mulai sekarang,” ujar Rachel santai setelah melihat Ronald yang merasa sangat bersalah. Ronald langsung memeluk Rachel erat tanpa melontarkan sepatah kata pun. Lebih baik Ronald dibenci daripada melihat Rachel terluka seperti ini. Bagaimana mungkin Rachel bisa menerima kecacatan wajahnya saat ini? Dia adalah perempuan yang sangat suka bercermin dan merasa bangga dengan penampilan wajahnya. “Nggak akan ... aku nggak akan pernah lagi, Rachel ....”Suara lirih R
Kepala keamanan masih merasa tidak bersalah dengan apa yang sudah dilakukannya. Pada awalnya, dia hanya ingin agar Michelle bisa menyentuh pistol itu. Namun, entah bagaimana pistol itu justru berakhir di tangan Michelle.Kepala keamanan buru-buru mengambil pistol itu dari tangan Michelle. Jika tidak, bisa saja dia memberikan pistol itu sebagai hadiah untuk Michelle karena dia benar-benar terpukau dengan Michelle yang sangat menggemaskan. “Kamu harus segera naik pesawat. Orang tuamu sudah datang,” ujar Kepala Keamanan sambil tersenyum. Keempat anak itu langsung menoleh dan menemukan kedua orang tua mereka sedang berjalan menghampiri mereka. Suasana di dalam ruang tunggu yang tadinya santai berubah menjadi sedikit menegangkan. “Mama terluka, ya?” tanya Michael cepat.“Mama nggak apa-apa, kok. Mama cuma jatuh tadi sampai wajah Mama terluka. Tapi tenang saja, lukanya sudah diobati, kok. Beberapa hari lagi juga akan sembuh,” jawab Rachel tenang. Eddy memperhatikan perban yang cukup teba
Rachel bisa mengerti mengapa Ronald menolak untuk menemui ibunya. Hal ini pasti ada kaitannya dengan peran penting ibunya untuk menyusupkan saudara kembarnya ke dalam rumah ini. Ronald tidak perlu lagi memedulikan ibunya karena ibunya sudah memilih untuk memihak Rendy. “Sekarang kita ke rumah sakit, yuk! Lukamu itu harus diperiksa ulang,” ajak Ronald sambil berjalan keluar dengan tangan yang melingkar di pinggang Rachel.Rachel tidak tahu bagaimana harus menanggapi perselisihan di dalam keluarga ini. Jadi dia hanya bisa mengerutkan bibirnya dengan ekspresi wajah bingung. Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah yang sangat cepat ketika mereka berdua sudah berada di ambang pintu keluar. “Kalian sudah kembali?” Terdengar suara lemah Farah dari belakang mereka. Rachel dan Ronald bergegas menoleh dan melihat Farah sedang berdiri di atas tangga dengan kaki telanjang. Farah langsung membeku ketika melihat sosok Ronald yang mengenakan topeng di wajahnya. “Kamu ... kamu Ronald .... K
Ronald bergegas membawa Rachel menuju sebuah rumah sakit besar di Suwanda ketika Farah berbicara dengan anak-anak.“Tidak ada masalah serius di wajah pasien. Kurang lebih satu minggu lagi sudah bisa sembuh. Operasi penghilangan bekas luka bisa dilakukan satu bulan setelah masa penyembuhan ....” Dokter mengganti obat, perban serta memberikan instruksi mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam masa penyembuhan luka di wajah Rachel. Rachel menyentuh wajahnya lalu bertanya, “Kenapa aku merasa lukaku ini gatal ya, Dok? Apa mungkin di dalamnya ada sesuatu?”“Saya sudah memeriksanya, tapi tidak ditemukan residu apa pun di dalam luka Ibu. Kalau Ibu merasa gatal, mungkin karena peradangan. Kalau begitu, saya akan memberikan sebotol infus anti peradangan sebelum Ibu pulang,” jawab dokter.Kemudian Rachel berbaring sambil diinfus setelah dokter meresepkan sebotol obat infus anti peradangan. Rachel merasa bekas luka di sebelah kanan wajahnya sangat gatal dan tidak nyaman. Dia selalu ingin