Kekacauan di dalam Kelompok Hitam dengan cepat masuk berita lokal.“Menurut laporan yang diterima, tindakan korupsi tetua kedua berinisial C Kelompok Hitam terungkap dan akhirnya diberhentikan dari posisinya. Saat ini, yang bersangkutan sedang mengumpulkan uang untuk mengembalikan uang yang dikorupsinya.”“Tetua ketiga berinisal W dan keempat berinisial J tidak melakukan tugasnya dengan baik. Terjadi kesalahan besar selama jabatan mereka. Mereka pun sedang diselidiki saat ini.”“Kelompok Hitam tampaknya sedang melakukan penyesuaian dan pembagian kekuasaan internal. Pada kenyataannya, konflik antara pemimpin baru dan tetua pertama yang berinisial T secara bertahap menjadi semakin intens.”Raut wajah Rachel semakin serius ketika melihat berita itu. Dia yang sebagai orang luar saja bisa merasakan ketegangan dalam situasi ini. Sebagai pemimpin, Ronald berada dalam pusaran. Kemungkinan, hidup Ronald akan lebih sulit.“Rachel, aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan.” Melvin langsung mematika
“Takutnya nggak akan semudah itu.” Michael tersenyum kecut, “Papa sudah menjadi pemimpin Kelompok Hitam. Dia nggak mungkin bisa mundur tanpa cedera. Entah dia akan mati dalam perebutan kekuasaan, atau dia berhasil membersihkan seluruh wilayah ini dan serahkan kepada pemimpin berikutnya dengan damai.”Suasana di ruang kerja tiba-tiba menjadi hening. Darren dan Michelle yang sedang bermain di halaman vila juga tampak tidak bersemangat. Michelle memegang sekop kecil. Bulu matanya yang panjang dan lentik basah oleh air mata.“Michelle, kenapa kamu menangis?” Darren meletakkan mainan di tangannya dan bergegas pergi menenangkan adiknya.“Kak Darren, aku kangen Papa. Aku kangen banget sama Papa,” ujar gadis itu dengan suara teredam.“Aku juga kangen Papa.” Suara Darren juga tercekat, “Tapi Mama bilang Papa sudah lupa sama kita. Sekalipun kita lihat Papa, Papa juga nggak akan tahu siapa kita.”Begitu Darren mengatakan hal itu, Michelle pun menangis lebih keras. Setetes demi setetes air matanya
Darren membawa Michelle masuk ke Perbatasan Helios tanpa hambatan.“Ada banyak om penjaga di sini. Kelihatannya nggak begitu berbahaya.” Darren melihat ke kiri dan ke kanan, lalu berkata dengan suara pelan, “Michelle, aku sudah lihat peta. Tempat tinggal Papa ada di depan sana. Ayo kita ke sana.”Mata Michelle seketika berbinar. Dia pun mengikuti Darren berlari dengan cepat ke villa di area inti.Sebuah kendaraan militer berhenti di pintu gerbang vila. Isabel sedang duduk di dalam mobil itu. Wajahnya penuh dengan amarah dan tidak rela. Pada saat Agustinus yang berkuasa, dia bisa keluar masuk vila sesuai keinginannya.Namun sekarang, dia malah dihadang di luar. Dia seorang nona besar di Kelompok Hitam, tapi dia bahkan tidak bisa masuk ke markas Kelompok Hitam. Dia merasa dirinya telah menjadi bahan tertawaan di mata semua orang.Isabel memasang raut wajah dingin dan memberi perintah, “Putar arah, aku mau pulang.”Suatu hari nanti, Isabel akan membuat Terry berlutut dan memohon padanya.
Kedua pengawal Isabel terus melangkah maju. Masing-masing menangkap seorang anak dan mengangkatnya ke udara.Darren terus meronta, “Nenek sihir, lepaskan kami. Lepaskan! Nanti kalau Papa kami keluar, dia pasti akan balas dendam sama kamu!”Pada saat Darren marah, dia berbicara dalam bahasa Indonesia. Isabel sama sekali tidak mengerti apa yang bocah itu katakan. Meskipun tidak mengerti, dia bisa menebak kalau bocah itu sedang memarahinya.“Berisik! Buat mereka diam,” kata Isabel dengan dingin.Pengawal yang menangkap Darren langsung menjalankan perintah. Dia mengangkat tangan dan menampar Darren dengan keras. Pipi kanan Darren langsung memerah. Anak itu spontan tercengang dengan mata terbelalak lebar, tidak percaya apa yang terjadi di depan matanya.“Sekarang sudah bisa diam?” Isabel melangkah ke depan lalu mencengkeram dagu Darren, “Lumayan ganteng, punya banyak tenaga juga. Kebetulan aku bisa berikan ke Papa ....”Isabel belum menyelesaikan kalimatnya. Darren tiba-tiba membuka mulut d
Sorot mata Terry tidak pernah sedingin ini sebelumnya. Tubuh gadis kecil di dalam pelukannya masih gemetar hebat. Air mata gadis kecil itu mengalir setetes demi setetes dan jatuh ke leher Terry.Setiap air mata itu jatuh ke leher Terry, hati pria itu seakan-akan tersiram air panas. Amarah yang tak berujung seketika meluap dalam hatinya. Dia membungkuk dan mengatupkan bibir tipisnya.Kemudian, dia berkata dengan suara pelan, “Sayang, tutup matamu.”Mata Michelle penuh dengan air mata. Begitu gadis itu menutup matanya, untaian air mata langsung jatuh seperti manik-manik yang lepas dari talinya.Terry menundukkan kepala dan menatap Darren, “Kamu juga, tutup matamu.”Darren menutup matanya dengan patuh.Dor dor!Pada detik berikutnya, terdengar suara tembakan yang keras. Dua tembakan berturut-turut, lalu diikuti dengan suara teriakan Isabel.Isabel memandang kedua pengawalnya yang sudah tak bergerak dengan tatapan tak percaya. Barusan mereka hanya terluka di bagian tangan dan kaki. Namun s
Terry memelankan suaranya dan berkata, “Di sini nggak aman. Aku antar kalian pulang dulu.”Michelle langsung menarik lengan baju Terry, “Papa belum jawab pertanyaanku. Aku nggak mau pergi ....”Darren sudah hampir menangis lagi, “Papa benar-benar nggak kenal kami lagi, kan? Papa nggak ingin kenal kami lagi? Huuu .... Papa jahat! Mama susah payah datang ke sini cari Papa. Papa malah nggak ingat sama kami lagi. Papa akan menyesal sudah usir kami. Papa pasti akan menyesal ....”Hati Terry seakan-akan terbakar api. Dia hanya tidak ingin anak-anak mengikutinya ke dalam bahaya. Selain itu, dia harus mencari tahu dengan jelas apa yang telah terjadi. Kalau dia kembali kepada anak-anak tanpa mencari tahu sampai jelas, hal seperti ini mungkin akan terjadi lagi. Lain kali, dia mungkin tidak akan seberuntung itu.“Jangan menangis.” Terry menyeka air mata Darren dan Michelle dengan kikuk, lalu berusaha membujuk kedua anak itu, “Tunggu aku selesai kerja, aku akan pergi cari kalian.”“Papa bohong!” D
“Papa, aku belum mau pulang ....”“Papa, aku belum kenyang ....”Darren dan Michelle bicara pada saat yang sama. Keduanya menatap Terry dengan mata yang basah dan wajah memelas. Hati pria yang dingin dan keras seketika meleleh.Pria itu pun berkata dengan lembut, “Makan dulu sebelum pulang. Makan pelan-pelan.”Sementara itu, Rachel yang berdiri di samping tertegun. Sudahlah kedua anak itu memanggil Terry dengan sebutan papa, pria itu bahkan memberi respons? Bukankah pria itu masih meragukan Rachel? Mengapa dia bisa menerima kedua anaknya?Darren menarik pakaian Rachel dan berbisik, “Papa bilang, selama nggak ada orang luar, kami boleh panggil dia Papa.”Mata Darren berbinar saat mengatakan hal itu. Hanya setelah kehilangan sekali, Darren baru tahu betapa bahagianya memiliki ayah yang selalu melindunginya. Rachel menatap pria yang duduk di meja makan dengan tak percaya.Pada saat ini, Terry juga melihat ke arah Rachel dan menatapnya dengan tenang. Tatapan mereka berdua pun bertemu dan m
Begitu keluar dari ruang makan, Dita memelankan suaranya dan bertanya, “Louis, siapa perempuan itu?”“Dia rekan kerja sama Bos,” jawab Louis dengan sikap profesional. “Bos dan Bu Rachel mau membicarakan hal tentang pekerjaan. Makanya Bos nggak punya waktu untuk bicara dengan Bu Dita. Bu Dita pulang saja dulu.”Dita menoleh dan melihat kembali ke dalam ruang makan. Akhirnya, dia pun pergi dengan enggan.Setelah melihat sosok Dita menghilang di pintu, Rachel baru bertanya dengan suara pelan, “Dia yang mengaku sebagai mamamu?”Terry mengangguk pelan, “Untuk saat ini aku masih belum tahu apa tujuannya. Abaikan saja dulu. Kalau sudah terdesak, dia secara alami akan lakukan tindakan yang nggak sesuai dengan rencananya.”Sekarang Rachel baru merasa lega. Selama pria itu mewaspadai orang yang mengaku sebagai orang tuanya itu, maka tidak ada yang perlu Rachel khawatirkan lagi.“Kamu harus hati-hati dalam segala hal. Kalau kamu butuh bantuan, beri tahu aku saja. Aku bawa anak-anak pulang dulu,”