Terry memelankan suaranya dan berkata, “Di sini nggak aman. Aku antar kalian pulang dulu.”Michelle langsung menarik lengan baju Terry, “Papa belum jawab pertanyaanku. Aku nggak mau pergi ....”Darren sudah hampir menangis lagi, “Papa benar-benar nggak kenal kami lagi, kan? Papa nggak ingin kenal kami lagi? Huuu .... Papa jahat! Mama susah payah datang ke sini cari Papa. Papa malah nggak ingat sama kami lagi. Papa akan menyesal sudah usir kami. Papa pasti akan menyesal ....”Hati Terry seakan-akan terbakar api. Dia hanya tidak ingin anak-anak mengikutinya ke dalam bahaya. Selain itu, dia harus mencari tahu dengan jelas apa yang telah terjadi. Kalau dia kembali kepada anak-anak tanpa mencari tahu sampai jelas, hal seperti ini mungkin akan terjadi lagi. Lain kali, dia mungkin tidak akan seberuntung itu.“Jangan menangis.” Terry menyeka air mata Darren dan Michelle dengan kikuk, lalu berusaha membujuk kedua anak itu, “Tunggu aku selesai kerja, aku akan pergi cari kalian.”“Papa bohong!” D
“Papa, aku belum mau pulang ....”“Papa, aku belum kenyang ....”Darren dan Michelle bicara pada saat yang sama. Keduanya menatap Terry dengan mata yang basah dan wajah memelas. Hati pria yang dingin dan keras seketika meleleh.Pria itu pun berkata dengan lembut, “Makan dulu sebelum pulang. Makan pelan-pelan.”Sementara itu, Rachel yang berdiri di samping tertegun. Sudahlah kedua anak itu memanggil Terry dengan sebutan papa, pria itu bahkan memberi respons? Bukankah pria itu masih meragukan Rachel? Mengapa dia bisa menerima kedua anaknya?Darren menarik pakaian Rachel dan berbisik, “Papa bilang, selama nggak ada orang luar, kami boleh panggil dia Papa.”Mata Darren berbinar saat mengatakan hal itu. Hanya setelah kehilangan sekali, Darren baru tahu betapa bahagianya memiliki ayah yang selalu melindunginya. Rachel menatap pria yang duduk di meja makan dengan tak percaya.Pada saat ini, Terry juga melihat ke arah Rachel dan menatapnya dengan tenang. Tatapan mereka berdua pun bertemu dan m
Begitu keluar dari ruang makan, Dita memelankan suaranya dan bertanya, “Louis, siapa perempuan itu?”“Dia rekan kerja sama Bos,” jawab Louis dengan sikap profesional. “Bos dan Bu Rachel mau membicarakan hal tentang pekerjaan. Makanya Bos nggak punya waktu untuk bicara dengan Bu Dita. Bu Dita pulang saja dulu.”Dita menoleh dan melihat kembali ke dalam ruang makan. Akhirnya, dia pun pergi dengan enggan.Setelah melihat sosok Dita menghilang di pintu, Rachel baru bertanya dengan suara pelan, “Dia yang mengaku sebagai mamamu?”Terry mengangguk pelan, “Untuk saat ini aku masih belum tahu apa tujuannya. Abaikan saja dulu. Kalau sudah terdesak, dia secara alami akan lakukan tindakan yang nggak sesuai dengan rencananya.”Sekarang Rachel baru merasa lega. Selama pria itu mewaspadai orang yang mengaku sebagai orang tuanya itu, maka tidak ada yang perlu Rachel khawatirkan lagi.“Kamu harus hati-hati dalam segala hal. Kalau kamu butuh bantuan, beri tahu aku saja. Aku bawa anak-anak pulang dulu,”
“Baguslah, Rachel.”Melvin turut bahagia dari lubuk hatinya. Selama sebulan lebih ini, Rachel sudah seperti anggrek yang layu dan kehilangan semangat hidupnya. Meskipun dia tetap berusaha untuk hidup, perempuan itu tetap dipenuhi dengan keputusasaan.Melvin akhirnya melihat harapan lagi pada diri Rachel. Dia juga akhirnya mengerti apa arti Ronald bagi Rachel.“Tapi dia masih belum bisa pergi sekarang.” Rachel menghela napas dengan pelan, “Identitasnya yang sekarang, situasi di Perbatasan Helios, serta kelompok serakah di sekitarnya yang sedang mengincarnya. Semua itu membuatnya nggak mungkin bisa pergi dengan lancar. Rencanaku untuk saat ini yaitu bantu dia pulihkan ingatannya dulu. Sisanya baru aku rencanakan lagi pelan-pelan.”“Benar juga, bisa-bisanya aku lupa!” Melvin menepuk jidatnya sendiri, lalu berkata, “Peter baru saja sampai.”Melvin bergegas membawa Rachel ke dalam rumah. Rachel melihat ke arah ruang tamu dan melihat Peter yang tubuhnya dibalut dengan perban sedang berbaring
Ekspresi wajah Rachel menjadi semakin serius. Ronald terluka parah ketika para pemberontak membuat kekacauan terakhir kali. Kali ini pria itu mengalami ledakan amunisi lagi. Entah pria itu baik-baik saja atau tidak. Di tempat yang penuh dengan kejahatan dan perang ini, hati Rachel tidak akan pernah tenang.“Situasi menjadi semakin rumit.” Melvin berkata dengan suara berat, “Kebijakan baru yang dia umumkan telah mengganggu kepentingan pribadi banyak orang kaya. Nggak menutup kemungkinan orang-orang itu bersatu untuk melawannya.”Karl menopang dagunya dan berkata, “Tapi kebijakan baru yang dia promosikan telah memberikan banyak kesempatan kerja pada warga sipil dan juga meningkatkan ketertiban di sini. Terry tidak akan pernah kekurangan pengikut.”Rachel mengatupkan bibirnya dengan rapat, tidak tahu harus berkata apa. Tidak peduli apa pun yang terjadi di sini, tidak peduli betapa banyaknya kejahatan di sini, tidak peduli berapa banyak warga tak berdosa meninggal secara tragis, semua itu
Langit begitu gelap, membuat bintang bersinar lebih terang. Sinar rembulan seperti air yang mengalir lembut.Rachel tiba-tiba menjadi waspada ketika mendengar suara ketukan ringan di jendela balkonnya. Dia mengenakan mantel, lalu membuka tirai sedikit untuk melihat situasi di luar.“Ini aku.”Sebuah suara datang dari balik jendela. Rachel melihat seorang pria berjubah hitam berdiri di balkon. Pria itu tidak memakai topeng emas. Bekas luka di wajahnya terlihat jelas di bawah sinar bulan.Fitur wajahnya, garis wajahnya, lekukan bibirnya sama persis seperti di ingatan Rachel. Rachel mengulurkan tangan dan membuka kunci. Pria itu masuk dari balkon, membawa hawa dingin malam di tubuhnya.Sepasang matanya yang hitam pekat tampak semakin gelap dan berkilau di malam hari. Seperti sebuah pusaran yang membawa daya pikat yang mematikan. Jiwa Rachel tersedot sekaligus ke dalam pusaran itu. Dia bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri yang berdetak kencang.Namun, dia pura-pura bersikap tenang
Peter kembali ke kamarnya untuk mengambil perlengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan hipnoterapi.“Orang ini bisa dipercaya? Dia bisa mengembalikan ingatanku?” tanya Terry.“Aku juga nggak tahu berhasil atau nggak. Yang jelas harus kita coba dulu,” jawab Rachel.Kalau benar-benar sudah tidak ada cara lain lagi, Rachel terpaksa harus meminta bantuan kepada Catherine. Bicara soal Catherine, entah apa kabarnya sekarang …. Peter mengambil sebuah kotak dari kamarnya dan mengeluarkan beberapa peralatan yang ada di dalamnya. Dia lalu menyeret sebuah kursi dan duduk di samping Terry.“Sekarang kamu harus merilekskan badanmu, sama seperti kamu lagi berbaring di dalam pelukan orang tua. Penuh dengan rasa aman dan segala hal yang ada di sekitar kamu membuat kamu merasa nyaman ….”Wajah Terry pun seketika melemas seperti hendak tidur.“Bagus, sekarang tolong kasih tahu aku, apa ingatan paling pertama yang ada di kepalamu?” lanjut Peter.“Aku terbangun di sebuah tempat yang gelap dan berbau amis
“Kenapa?”“Sesi hipnoterapi tadi membawa aku masuk ke tempat yang banyak bunga bermekaran. Semuanya baik-baik saja, tapi tiba-tiba kamu muncul dan ngelihat kamu dibawa pergi sama orang lain. Ingatan itu terasa nyata banget, seakan-akan ada orang yang dengan paksa membawa kamu pergi dari hidupku. Rasa marah dan sedih yang tadi aku rasain begitu kuat … tapi begitu aku terbangun, aku nggak ingat apa-apa lagi.”Seiring Terry berbicara, dia mengalami rasa sakit di belakang kepalanya. Setiap kali dia berusaha menggali ingatannya di masa lalu, rasa sakit itu selalu datang lagi dan lagi ….“Ya sudah, nggak usah dipikirin lagi,” ucap Rachel tersenyum. “Anak-anak minta aku kasih sesuatu buat kamu.”Rachel lantas berjalan ke tepi ranjang dan mengeluarkan sebuah berkas dari bawah bantal untuk dia serahkan kepada Terry.“Ini dari Eddy dan Michael.”“Eddy, Michael … mereka yang nama panggilannya ‘Darren yang Suka Susu’ dan ‘Mike’ di dark web itu, ya?”“Iya. Mereka pernah bilang dulu sempat sering b