Suara pukulan yang nyaring memenuhi ruang tamu yang sunyi. Rendy menjulurkan lidahnya menyentuh bibir samping karena bekas pukulan Rachel. Dengan sorot marah dia berkata,“Kenapa? Bukannya kamu seharusnya menjalankan tugas sebagai istri?”“Ini namanya kamu pemaksaan!” marah Rachel sambil menatapnya tajam.“Ronald, aku nggak mengerti kenapa setelah menikah kamu seperti berubah menjadi sosok lain? Semua ucapanmu waktu menikahiku itu bohong? Kamu hanya demi keempat anak saja makanya menikahiku?!”“Aku nggak mau menjelaskan,” balas Rendy.Tidak ada yang bisa dia jelaskan dan dia juga tidak tahu harus menjelaskan apa. Dia bukan Ronald, lalu untuk apa dia harus mengasihi perempuannya lelaki itu? Akan tetapi, perempuan di depannya ini lumayan juga.Dia membasahi bibirnya dan berbicara dengan nada lembut, “Rachel, kita sudah setengah bulan nggak bertemu. Kamu nggak kangen dengan aku? Kita masih belum berhubungan dari setelah menikah, aku hutang satu malam pertama denganmu. Kita bisa melunasiny
“Ma, tenang saja.” Rendy mengeluarkan asap rokok dari mulutnya kemudian menyungging senyum bengis.“Aku memang penerus keluarga Tanjaya, semua yang ada di keluarga ini juga seharusnya menjadi milikku. Aku akan melanjutkan kebanggaan keluarga kita ini. Mengenai Rachel dan keempat anaknya yang merupakan kesayangan Ronald, untuk apa aku menjaga orang terkasih dari orang yang ingin membunuhku? Aku sudah cukup baik dengan tidak menghabisi mereka.”“Kamu mau berbuat apa?” Farah melebarkan kedua bola matanya.“Kalau mau berbuat sesuatu, memangnya sekarang bisa?” tanya lelaki itu sambil membuang puntung rokok. Bara dari rokok tersebut membuat karpet di ruang tamu membentuk bolongan. Dia menginjak puntung tersebut sambil berkata,“Sebelum aku mendapatkan posisi CEO di Tanajaya Group, aku nggak akan menyentuh satu helai rambut Rachel. Aku berharap sebaiknya dia menurut dan jangan mengusikku.”Setelah itu Rendy berbalik pergi. Farah langsung menangis dengan air mata yang mengalir dengan deras hin
Akan tetapi Rachel merasa sayang dan tidak tega. Cincin ini dipenuhi semua rasa cinta lelaki itu. Kalau dibuang, maka cinta itu juga sudah pasti lenyap dari hati Rachel. Namun tidak ada artinya jika Rachel sendiri yang mengenakan cincin pernikahan tersebut.Dia memasukkan cincin tersebut ke dalam saku bajunya dan berencana untuk menjadikannya sebagai kenangan saja. Baru saja Rachel mendongak, dia melihat keempat anak-anak yang tadi duduk di meja makan sudah mengerumuninya entah sejak kapan. Empat pasang mata itu menatapnya khawatir.Rachel mencoba menekan semua perasaannya dan menyunggingkan seulas senyum sambil bertanya, “Kalian kenapa?”“Papa keterlaluan!” kata Darren dengan penuh emosi.“Ternyata Papa sudah pulang sejak kemarin, tapi dia nggak pulang menemani Mama. Bisa-bisanya dia bersama dengan perempuan lainnya! Mama, biar aku yang kasih Papa pelajaran!”Michelle mengerjapkan matanya dan bergumam, “Aku kangen Papa, kenapa Papa nggak pulang mencariku?”Eddy mengepalkan tangan dan
“Rachel, ada apa dengan pemberitaan hari ini?” tanya Melvin tidak percaya. Rachel tertawa tenang dan berkata, “Ada apa memangnya? Kamu nggak menanyakan aku tentang gosip sembarangan yang ditulis wartawan itu, kan?”“Nggak peduli beritanya benar atau nggak, Ronald sudah membuat gosip dengan perempuan lain sebelum menikah selama satu bulan. Hal ini menunjukkan dia nggak menghargai pernikahan kalian. Rachel, aku tahu kamu nggak peduli dengan hal ini. Tapi kelakuan Ronald sama saja nggak menganggap kamu ada. Dia menikahimu pasti dengan alasan tertentu,” kata Melvin.“Cukup! Ini urusan kami berdua, nggak perlu orang asing seperti kamu yang ikut campur!” kata Rachel dengan dingin. Mendadak suasana di antara mereka menjadi sunyi hingga akhirnya terdengar tawa miris dari bibir Melvin.“Benar apa yang kamu katakan. Aku hanya orang luar dan nggak berhak ikut campur urusan kalian. Maaf, aku sudah kelewat batas. Sampai jumpa.”Sambungan telepon terputus. Rachel memandangi layar gelap di ponselnya
Eddy berdiri di sisinya sambil berkata dengan pelan. Ucapan Eddy membuat Michael segera menarik pandangannya dan berkata, “Kak, kamu nggak merasa aneh? Jelas-jelas Papa di Suwanda, kenapa dia nggak pulang? Aku tahu pekerjaannya sangat sibuk, tapi dulu memangnya nggak sibuk? Kenapa setelah menikah kita nggak bisa ketemu dengan Papa lagi?”Eddy menundukkan kepalanya. Sebenarnya dia dari awal sudah merasa ada yang aneh. Hanya saja Eddy tidak berani mengatakannya karena takut Michael dan Michelle kecewa dengan ayahnya. Dia takut ibunya akan pindah keluar dari rumah.Bocah itu mencoba belajar dari sang nenek untuk tetap menutupi semuanya seakan-akan ayahnya masih sama saja seperti dulu.“Kak, kalau Papa menyakiti Mama, aku nggak akan memaafkan dia,” kata Michael dengan tangan mengepal erat.“Aku begitu memercayainya dan menyerahkan Mama padanya. Tetapi dia justru ….”“Michael, kamu tenang dulu. Berdasarkan pengertianku pada Papa, Papa nggak mungkin menyakiti Mama. Sebelumnya kamu juga bisa
Empat tahun yang lalu Ronald terlihat benci ketika Shania mengantarkan dua orang tuan muda ini. Walaupun kesal karena kedua bocah ini mendadak masuk dalam kehidupannya, setidaknya setiap beberapa hari sekali Ronald pasti akan menanyakan keadaan kedua orang anaknya.Namun kali ini Ronald hampir satu bulan tidak pernah tidur di rumah. Keempat anaknya juga nyaris satu bulan tidak bertemu dengan ayahnya. Bisa dimengerti jika Ronald sedang dinas, tetapi sekarang lelaki itu ada di Suwanda. Gedung Tanjaya Group juga berjarak setengah jam perjalanan dari rumah.Kesibukan apa yang membuat dia melupakan anak dan istrinya? Hilmi kembali menghela napas dengan berat.Mobil mereka berhenti di depan pintu masuk gedung yang merupakan pusat dari Kota Suwanda. Di depan pintu masuk terdapat banyak sekali karyawan dengan kemeja rapi sedang berlalu lalang. Meski akhir pekan, orang-orang ini sibuk bekerja keras demi melanjutkan kehidupan.“Kakek Hilmi, kami masuk dulu. Kakek tunggu kami di sini dulu, ya,” p
Ruangan CEO ada di ujung koridor. Pintu itu tidak tertutup dan bisa terlihat sosok seorang lelaki berpakaian hitam tengah bersandar di kursi.“Papa ….”Michelle tersenyum lebar dan langsung berlari ke arah lelaki itu. Namun Michael menahan lengan gadis itu dengan wajah yang menggelap. Dengan penuh penekanan dia berkata, “Papa lagi main.”Darren terlihat tidak percaya dan berkata, “Ternyata Papa nggak pulang bukan karena sibuk kerja. Dia ada waktu main tenis, main ponsel, tapi nggak ada waktu menemani kita dan Mama. Papa sudah nggak cinta kami lagi, kan?”Bocah lelaki itu menangis dan diikuti dengan Michelle yang juga tidak bisa menahan tangisannya. Eddy menipiskan bibirnya dan berkata, “Tanjaya Group sedang membuat proyek permainan internet. Mungkin Papa sedang uji coba permainan itu.”Itu merupakan satu-satunya alasan yang dapat dicetuskan oleh Eddy untuk membantu ayahnya. Akan tetapi setelah maju beberapa langkah, dia bisa melihat pemandangan di layar ponsel lelaki itu. Permainan itu
“Jangan nangis, Papa bawa kamu cuci muka dulu,” kata Rendy sambil melangkah mendekat. Dia mengulurkan tangan untuk memeluk gadis itu.Meski Michelle mengatakan ayahnya orang jahat, tetapi bocah itu tetap ingin digendong oleh ayahnya. Dia memeluk leher Ronald dengan tangisan yang mulai pecah. Rendy memelukan dan masuk ke dalam kamar mandi.Tiga orang lelaki yang ada di luar sana tampak saling berpandangan. Bibir Darren bergerak dan bergetar, suaranya seperti menahan isakan ketika berkata, “Kenapa aku merasa Papa berubah menjadi jauh lebih menyeramkan dibandingkan dulu?”“Aku merasa Papa aneh sekali,” ujar Eddy dengan kening berkerut.“Aku merasa Papa sangat aneh. Meski dulu dia tegas dan serius, Papa nggak pernah menatap kita dengan sorot seperti itu,” lanjut Eddy lagi.Michael mendengus dan berkata, “Mungkin ini sisinya yang asli. Lelaki itu menggunakan kelembutan dan kesabaran untuk membohongi mamanya, Michael dan juga Michelle. Setelah mereka bisa beradaptasi dengan keluarga Tanjaya,