Ronald setengah berlutut di hadapan Michelle, lalu berkata, “Michelle, tes apa yang sudah kamu siapkan? Cepat katakan saja.”Michelle mengedipkan sepasang matanya yang jernih dan besar, “Cari sepatu pengantin, kalau sudah berhasil menemukannya, maka baru aku membiarkan Mama menikah dengan Papa.”“Mencari sepatu pengantin adalah rintangan yang terakhir!” ucap Yohanes dengan butiran keringat sebesar biji jagung yang menempel di keningnya akibat olahraga yang diberikan oleh Eddy. “Christopher cepat sedikit, jangan melamun lagi, cepat cari sepatu pengantin!”Baru saja mereka berdua menyelesaikan rintangan dari Eddy dengan berolahraga, mereka sudah harus menggeledah seluruh kamar untuk mencari sepatu pengantin.Di dalam tangki toilet, di balik kipas, di luar jendela balkon, di bawah tempat tidur, di dalam lemari, semua tempat di dalam kamar tersebut hampir diterbalikkan oleh Yohanes dan Christopher untuk mencari sepatu tersebut.Yohanes mengeluarkan sebuah permen dan membujuk gadis kecil it
“Astaga, masa nggak ada satu pun di antara kalian yang bertanya-tanya mengapa Ronald dan Rachel memiliki empat orang anak? Mereka semua terlihat mirip satu dengan yang lainnya, harusnya mereka adalah kembar empat!”“Aku hanya bisa menghela napas melihat mereka berempat, benar-benar sangat lucu dan menggemaskan. Ahh … bagaimana ini, aku jadi ingin punya anak juga melihat keempat bocah kecil itu!”“Sadar, sadar! Anak yang kamu lahirkan nanti lebih mirip beruang daripada keempat bocah tersebut, setiap hari kamu lebih ingin membunuhnya daripada merawatnya!”“Pemberkatan pernikahannya sudah dimulai …!”Terdengar lagu pernikahan dari dalam altar hotel, Rachel dan juga Roy berjalan berdampingan di atas karpet merah.Perempuan itu sudah memutuskan hubungan dengan keluarga Hutomo, sehingga Nenek Hutomo hanya mengirimkan doa dan juga angpau untuk sepasang mempelai tersebut, tapi Nenek Hutomo sendiri tidak menghadiri acara pernikahan cucunya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa hari itu, tidak
Dari subuh jam empat pagi, hingga sekarang, perempuan itu terus berkaktivitas tanpa henti. Rasa lelah yang tak tertahankan menjalar hingga ke sumsum tulangnya.Ronald tidak tega melihat perempuan yang disayanginya kelelahan, lalu mencium kening perempuan itu dengan lembut dan berkata, “Setelah kita membuka jamuan nanti, aku akan membawa kamu pulang untuk beristirahat.”“Lelah bagaimanapun, acara ini hanya sekali seumur hidup,” ucap Rachel sambil bersandar di dalam dada pria itu. “Kamu baru saja keluar dari rumah sakit, nanti kamu jangan minum terlalu banyak,” ucap Rachel dengan lembut.“Apa pun yang dikatakan istriku, pasti akan aku laksanakan dengan sepenuh hati.” Ronald kembali mencium wajah Rachel sebelum akhirnya berbalik dan pergi ke ruang ganti di sebelah.Gaun Rachel malam itu sangatlah rumit, perlu dua orang desainer yang membantunya, barulah akhirnya gaun tersebut dapat menempel sempurna di badan Rachel. Para perias wajah dengan sigap kembali merias wajah Rachel.Gaun Rachel p
“Maaf Rachel, urusannya sangat mendadak tadi, sehingga belum sempat untuk memberitahumu.”Suara Ronald terdengar dari balik telepon, disusul dengan latar belakang suara orang-orang yang berteriak panik dan juga reruntuhan balok kayu yang dilahap oleh api.Rasa khawatir Rachel semakin bertambah mendengar hal ini. Perempuan itu berkata dengan serius, “Kamu harus hati-hati, aula leluhur terbakar masih bisa diperbaiki lagi, tapi kalau kamu sampai ….”Perempuan itu menggigit bibirnya, “Pokoknya kamu harus berhati-hati, aku dan anak-anak menunggu kamu pulang.”“Oke, aku akan secepatnya pulang, kamu tenang saja.”Setelah perempuan itu menutup teleponnya, entah mengapa hati Rachel menjadi sangat berat. Seolah sebuah badai yang sangat besar akan menghempasnya.“Rachel, kamu sudah selesai meneleponnya? Ayo, kita harus segera keluar menyambut para tamu.” Farah berjalan keluar sambil meletakkan segelas sampanye ke tangan Rachel.Rachel kembali menyimpan ponselnya, lalu tersenyum dan berkata, “Baik
Tubuh lelaki itu tertutupi sebuah selimut bulu basah dan tidak terlihat terluka. Rachel menghela napas lega dan buru-buru menghubungi Ronald. Telepon tersebut berdering elama beberapa saat tanpa ada yang menerimanya.Rachel menoleh ke belakang dan melihat Farah yang baru selesai mengantarkan tamu berjalan mendekat sambil berkata, “Tadi Hilmu baru antar anak-anak pulang. Kita juga pulang saja.”“Ma, Ronald sudah pulang?” tanya Rachel sambil menggenggam ponselnya.“Dia lagi di kantor polisi untuk membuat pernyataan,” kata Farah mencoba menghindari mata Rachel.“Kebakaran kali ini sepertinya memang disengaja. Bahkan ruko-ruko di sekitar juga ikut terbakar. Kasus ini menjadi sangat besar dan Ronald harus ikut bekerja sama untuk diperiksa di kantor polisi.”Rachel mengangguk mengerti tanpa bertanya lagi. Suasana aula tersebut menjadi sangat sepi setelah acara resepsi berakhir. Saat kembali ke kediaman Tanjaya, kesunyian semakin menyerang mereka dengan hebat. Padahal teras rumah dipenuhi ber
Di bawah langit malam dan cahaya rembulan, sosok lelaki itu tampak tinggi dan tegap. Rachel menyingkap selimut dan turun dari kasur dengan perlahan. Di tangannya menggenggam belati yang disimpan dalam laci.Dia mendekat dengan perlahan dan kemudian langsung membuka pintu balkon. Dia melangkah dengan cepat dan dengan sebelah tangannya menahan bahu lelaki itu. Belati yang ada di tangan Rachel membentang di leher lelaki itu.Lelaki itu menoleh ke samping dan cahaya bulan membuat wajah tampannya terlihat jelas tetapi juga sedikit buram.“Ronald, ka-kamu kok berdiri di sini?”Rachel buru-buru melepaskan pegangannya dan melempar belati tersebut ke meja balkon. Perempuan itu memandangi lelaki di hadapannya dengan teliti. Ekspresi Ronald terlihat dingin dan seluruh tubuhnya memancarkan aura yang membuat Rachel menggigil.Mendadak Rachel seperti bertemu dengan Ronald yang awal dia temui dulu. Bahkan jauh lebih dingin dibandingkan Ronald yang dulu. Rachel menatapnya dan berkata, “Kebakaran hari
Sebuah aroma asing hinggap di hidung Rachel dan membuat perempuan itu mendorong Ronald dengan cepat. Dia berbalik ke samping kasur dan langsung membuka lampu kamar. Detik ketika kamar itu berubah terang, Ronald langsung buru-buru menutup wajahnya sendiri.Kening Rachel berkerut, mata tajamnya melihat ke arah Ronald. Ketika lelaki itu menutup wajahnya, entah mengapa mendadak dia merasa sangat asing sekali. Dia seperti tidak menemukan sosok Ronald yang dulu.“Mataku terluka karena kebakaran tadi. Kamu matiin lampunya dulu.”Rachel merangkak dari ujung kasur dan berkata, “Biar aku lihat, kalau parah harus pakai obat.”Dia menggeser jari tangan lelaki itu dengan kuat hingga akhirnya sebuah wajah familiar terpampang di hadapan Rachel.“Rachel, kenapa kamu melihatku seperti itu?” tanya lelaki itu dengan suaranya yang serak.Rachel mencoba menekan perasaan aneh yang menyerangnya sambil bertanya, “Kenapa kamu nggak balas pesanku dan angkat teleponku?”Lelaki itu tersenyum dan berkata, “Ponselk
Farah bercerita sepanjang pagi hingga siang hari. Rachel mendengar cerita perempuan itu dengan pikiran yang berkelana pada kejadian kemarin malam. Entah mengapa hatinya merasa aneh dan tidak tenang.Rachel mengulas senyum dan berkata, “Ma, Ronald ke kantor? Aku mau ajak dia makan siang bersama.”“Wah! Pengantin baru memang romantis sekali,” goda Farah.“Padahal Mama mau ajak kamu makan siang bersama,” tambah perempuan itu lagi.Dengan wajah penuh permintaan maaf, Rachel berkata, “Ada hal penting yang mau aku bicarakan dengan Ronald. Aku hanya bisa menemani Mama makan malam nanti.”“Kalau begitu pergilah, hati-hati di jalan.”Farah berdiri di depan gerbang dan mengantarkan kepergian Rachel hingga mobil perempuan itu menghilang. Sorot khawatir di kedua matanya perlahan-lahan kembali muncul.Mobil Rachel melintas di jalanan dengan lancar. Tidak butuh waktu yang lama baginya untuk tiba di depan gedung Tanjaya Group. Semua orang di kota ini tahu kalau tentang pernikahan keluarga Tanjaya kem