“Terima kasih, Pak Andre,” ujar Rachel dengan tulus.“Kamu nggak perlu berterima kasih padaku. Kamu berterima kasih saja pada Ronald. Kalau bukan karena dia, aku nggak mungkin ambil kasus ini.” Andre mengangkat pergelangan tangannya dan melirik jam tangannya, “Aku masih ada urusan. Aku pergi dulu, ya. Bu Rachel, kalau ada perlu apa hubungi aku kapan saja.”Andre berjalan ke samping Ronald dan menepuk bahunya, “Aku pakai mobilmu dulu, ya. Manfaatkan kesempatan ini baik-baik.”Tanpa menunggu jawaban Ronald, Andre langsung mengambil kunci dan membawa pergi mobil Ronald.Sekitar pukul 05.00 sore, langit di penghujung musim gugur dihiasi mentari senja yang berwarna jingga. Cahaya keemasan menerpa ubin dinding luar sekolah dan memantulkan sinar yang menawan.Rachel berdiri di depan pintu masuk sekolah. Kemudian, dia berkata dengan suara pelan, “Pak Ronald, terima kasih.”Ronald memiringkan kepalanya sedikit. Sepasang matanya yang hitam tertuju pada Rachel. Rachel memiliki wajah yang menawan.
Rachel mengemudikan mobilnya menuju rumah Ronald. Hari ini Ronald membawanya ke kantor Andre. Karena itu, dia harus menepati janjinya dan pergi menyiapkan makan malam untuk Darren.Rachel menggandeng kedua anaknya ke dalam Ronald. Sedangkan pria itu mengikutinya di samping.Hilmi keluar dari rumah untuk menyambut mereka. Sinar matahari yang hampir terbenam menyinari wajah keempat orang itu.Hilmi tiba-tiba merasa kalau mereka berempat satu keluarga. Apalagi fitur wajah Michael memiliki kemiripan dengan Ronald. Kalau dilihat sekilas, Michael juga terlihat mirip dengan Eddy.Seandainya Hilmi tidak tahu kalau Michael anaknya Rachel, dia hampir mengira Ronald memiliki tiga anak.Hilmi segera menyembunyikan rasa kagetnya. Dia pun berkata sambil tersenyum ramah, “Den Michael, Non Michelle, kita bertemu lagi.” Hilmi mengenal kedua anak itu ketika Darren masuk rumah sakit.Meski Michelle tidak suka berbicara, tapi itu tidak mengurangi imutnya gadis kecil itu. Dia mengenakan gaun berwarna merah
“Michelle akhir-akhir mulai belajar piano, jadi aku ikut pelajari sedikit.” Michael mengerutkan kening dan berkata, “Tapi ada beberapa bagian yang nggak aku mengerti. Om Ronald mengerti soal piano, nggak?”Ronald pernah belajar piano ketika dia baru berusia lima atau enam tahun. Namun, itu hanya sebentar karena dia merasa tidak tertarik.Meskipun begitu, membaca buku semacam itu tidak memberinya tekanan. Dia mengambil buku dari tangan Michael dan langsung duduk di sofa. Setelah itu, dia bertanya, “Bagian mana yang nggak kamu mengerti?”Michael berjalan ke sisinya dan ikut duduk di sofa. Jarak keduanya begitu dekat. Ronald agak terkejut dengan sikap anak itu hari ini.Sebelumnya, Michael selalu menjaga jarak dari Ronald. Anak itu selalu menatapnya dengan mata yang menyembunyikan semacam permusuhan. Namun sekarang, anak itu justru begitu dekat dengannya. Apakah Michael telah menerimanya?Ronald tersenyum tipis, lalu berkata dengan lembut, “Ini balok not piano paling dasar. Setiap nada me
“Den, buruan bangun, di lantai dingin sekali.”Hilmi bergegas menggendong Darren dan meletakkannya di atas sofa. Dengan sabar dia berkata, “Non Michelle sedang makan kue, Den Darren datang langsung dan lengannya langsung kena krim kue. Non Michelle takut mengotori baju Den makanya dorong Den Darren menjauh.”“Benar kah?” tanya Darren sambil menatap Michelle.Michelle menenggelamkan kepalanya sibuk makan kue. Kepalanya tertunduk sehingga tidak ada yang bisa melihat ekspresi bocah itu. Akan tetapi Darren tahu kalau Michelle tidak menyukainya. Dulu bocah itu juga tidak bicara, tetapi kedua matanya menatapnya dengan hangat hingga mampu membuat Darren merasa senang. Sekarang Darren merasa dunianya berubah gelap.Hilmi mencoba menenangkan Darren dan langsung duduk di sisi Michelle sambil membujuk bocah itu, “Non Michelle, ayo minum dulu. Jangan sampai keselek.”Darren terdiam karena merasa Hilmi juga sudah tidak menyayangi dia. Bocah itu berjalan dengan kepala tertunduk ke sisi Michael samb
Michelle menghela napas lagi dan membuat wajah Michael tampak sangat terkejut. Adiknya tidak mungkin berbohong dan dia jarang sekali berinteraksi dengan dunia luar. Begitu ada interaksi, berarti artinya adiknya ingin mengatakan hal tersebut. Darren sudah pasti anaknya Siska.Siska adalah musuh terbesar mama mereka berdua. Ternyata Darren adalah anaknya musuh ibu mereka berdua. Kalau begitu Darren dan Eddy berarti anaknya Siska!Kenapa bisa begini?Wajah Michael yang tenang mendadak terlihat terkejut dalam waktu yang cukup lama.“Apa yang terjadi?” tanya Ronald yang merasakan suasana yang aneh di antara anak-anak tersebut. Awalnya dia tidak ingin memedulikan mereka, tetapi Ronald justru mendapati ekspresi terkejut di wajah Michael.Anak itu sangat cerdas dan pintar, sepertinya jarang sekali terlihat luar biasa diluar kendali seperti saat ini. Apakah Darren melakukan sesuatu yang keterlaluan pada Michelle? Ronald berjalan mendekat dengan kening berkerut sedangkan Michael mencoba menormal
“Michelle, kamu boleh kasih tahu Om Ronald.”Ronald menggendongnya dan duduk di sofa. Dia menatap bocah perempuan itu dengan lembut dan juga nada bicara yang sangat lembut juga.Michelle mengatupkan mulutnya dan menarik telapak besar Ronald hendak menulis sesuatu. Akan tetapi Rachel berjalan keluar dari dapur dngan membawa makanan sambil tersebyum lebar dan berkata, “Makanan sudah selesai! Ayo makan.”Darren segera menoleh dan berlari sambil berkata, “Tante, aku kangen sekali!”Rachel buru-buru meletakkan piring yang ada di tangannya dan menggendong Darren. Dengan lembut dia berkata, “Kemarin kita baru ketemu, tapi hari ini kamu sudah kangen?”“Hari ini guru aku ada ajarin salah satu contoh kalimat hiperbola yang mengatakan satu hari nggak bertemu bagaikan tiga musim terlewati. Aku berharap setiap waktunya bisa dilalui bersama Tante Rachel!” kata Darren sambil memeluk leher Rachel dan mengecupnya.Hati perempuan itu menghangat seketika. Dia menunduk dan membalas kecupan Darren yang mem
Darren memutuskan sambungan telepon dan berlari turun lagi ke lantai bawah untuk makan. Eddy menggenggam ponselnya dan matanya menyapu karyawan yang berdiri di sampingnya sambil bertanya, “Masih butuh berapa lama?”“20 menit,” jawab karyawan tersebut dengan santun. “Kemarin setelah menerima telepon dari Anda, kepala toko kami langsung melapor ke pabrik luar. Piano ini baru dirilis dan ada banyak sekali yang pesan. Den Eddy tunggu sebentar, pianonya akan segera di kirim ke sini.”Eddy mengangguk. Semenjak tahu kalau Michelle suka memainkan piano, dia sudah menelepon untuk memesan sebuah piano. Di toko ini ada terdapat banyak sekali piano yang biasa saja. Dia harus memesan langsung di pabrik untuk mendapatkan piano yang paling bagus.Untungnya Eddy cukup cepat, karena jika tidak maka piano ini akan direbut oleh orang lain. Seharusnya Michelle akan sangat senang jika mendapatkan hadiah pertemuan kali ini.“Den Eddy, pianonya sudah tiba.”Sebuah mobil barang berhenti di depan toko. Pintu b
“Kata siapa pianonya untuk Mama?” kata Eddy sambil menghentikan langkahnya.Dia berbalik dan mata hitamnya dengan tenang menatap wajah Shania dengan sedikit sorot dingin. Shania menarik napas dalam dan bertanya, “Kalau gitu kamu mau kasih ke siapa?”Eddy hanya menatapnya dalam dia. Dia juga tidak tahu apa yang dia pikirkan dan rasakan sekarang. Rasanya seperti ada rasa benci dan dendam serta beberapa perasaan terpendam selama sekian tahun yang sudah hendak dilampiaskan.Dengan perlahan dia berkata, “Ini hadiah untuk Michelle sebagai hadiah pertemuan pertama.”Kedua bola mata Shania melebar dan berseru, “Apa? Michelle? Anaknya Rachel?! Eddy, kamu gila?! Bisa-bisanya kamu kasih hadiah yang begitu mahal pada anak haram itu?!”Ucapan Shania tadi membuat wajah Eddy berubah sangat dingin dan berkata, “Ma, kalau aku dengar Mama sebut Michelle anak haram lagi ….”Ucapan Eddy terpotong oleh suara lengkingan Shania yang berkata, “Mau apa?! Kamu mau putus hubungan sama Mama?! Eddy, Mama yang meng