“Michelle, kamu boleh kasih tahu Om Ronald.”Ronald menggendongnya dan duduk di sofa. Dia menatap bocah perempuan itu dengan lembut dan juga nada bicara yang sangat lembut juga.Michelle mengatupkan mulutnya dan menarik telapak besar Ronald hendak menulis sesuatu. Akan tetapi Rachel berjalan keluar dari dapur dngan membawa makanan sambil tersebyum lebar dan berkata, “Makanan sudah selesai! Ayo makan.”Darren segera menoleh dan berlari sambil berkata, “Tante, aku kangen sekali!”Rachel buru-buru meletakkan piring yang ada di tangannya dan menggendong Darren. Dengan lembut dia berkata, “Kemarin kita baru ketemu, tapi hari ini kamu sudah kangen?”“Hari ini guru aku ada ajarin salah satu contoh kalimat hiperbola yang mengatakan satu hari nggak bertemu bagaikan tiga musim terlewati. Aku berharap setiap waktunya bisa dilalui bersama Tante Rachel!” kata Darren sambil memeluk leher Rachel dan mengecupnya.Hati perempuan itu menghangat seketika. Dia menunduk dan membalas kecupan Darren yang mem
Darren memutuskan sambungan telepon dan berlari turun lagi ke lantai bawah untuk makan. Eddy menggenggam ponselnya dan matanya menyapu karyawan yang berdiri di sampingnya sambil bertanya, “Masih butuh berapa lama?”“20 menit,” jawab karyawan tersebut dengan santun. “Kemarin setelah menerima telepon dari Anda, kepala toko kami langsung melapor ke pabrik luar. Piano ini baru dirilis dan ada banyak sekali yang pesan. Den Eddy tunggu sebentar, pianonya akan segera di kirim ke sini.”Eddy mengangguk. Semenjak tahu kalau Michelle suka memainkan piano, dia sudah menelepon untuk memesan sebuah piano. Di toko ini ada terdapat banyak sekali piano yang biasa saja. Dia harus memesan langsung di pabrik untuk mendapatkan piano yang paling bagus.Untungnya Eddy cukup cepat, karena jika tidak maka piano ini akan direbut oleh orang lain. Seharusnya Michelle akan sangat senang jika mendapatkan hadiah pertemuan kali ini.“Den Eddy, pianonya sudah tiba.”Sebuah mobil barang berhenti di depan toko. Pintu b
“Kata siapa pianonya untuk Mama?” kata Eddy sambil menghentikan langkahnya.Dia berbalik dan mata hitamnya dengan tenang menatap wajah Shania dengan sedikit sorot dingin. Shania menarik napas dalam dan bertanya, “Kalau gitu kamu mau kasih ke siapa?”Eddy hanya menatapnya dalam dia. Dia juga tidak tahu apa yang dia pikirkan dan rasakan sekarang. Rasanya seperti ada rasa benci dan dendam serta beberapa perasaan terpendam selama sekian tahun yang sudah hendak dilampiaskan.Dengan perlahan dia berkata, “Ini hadiah untuk Michelle sebagai hadiah pertemuan pertama.”Kedua bola mata Shania melebar dan berseru, “Apa? Michelle? Anaknya Rachel?! Eddy, kamu gila?! Bisa-bisanya kamu kasih hadiah yang begitu mahal pada anak haram itu?!”Ucapan Shania tadi membuat wajah Eddy berubah sangat dingin dan berkata, “Ma, kalau aku dengar Mama sebut Michelle anak haram lagi ….”Ucapan Eddy terpotong oleh suara lengkingan Shania yang berkata, “Mau apa?! Kamu mau putus hubungan sama Mama?! Eddy, Mama yang meng
Dia ingin menjadi Nyonya Tanjaya! Shania mengusap air matanya dan kedua bola matanya menatap mobil di jalan raya dengan kosong. Tidak mudah menjadi Nyonya Tanjaya karena dia tidak ada pegangan apa pun lagi. Apa yang harus dia lakukan?Detik selanjutnya ponselnya berdering. Tertera nama Alice di layar ponselnya. Setiap hari Sabtu sore Alice pasti akan mengajarinya secara langsung. Akan tetapi sekarang Ronald sudah mengusirnya dan piano sudah hancur. Apakah Alice menghubunginya untuk membatalkan pelajaran?Shania menarik napas dalam dan menerima panggilan telepon tersebut.“Shania, kabari baik!” ujar Alice dengan antusias.“Sebuah konser piano mengundangku untuk menjadi guru pelatih di sana, aku bisa menggunakan hak istimewa dengan membiarkan muridku sendiri tampil di sana. Bakat piano kamu bagus, aku ingin memintamu untuk ikut konser dengan aku.”“Aku?” tanya Shania dengan terkejut.“Iya, kamu. Aku janji dengan Den Eddy untuk melatih kamu. Kesempatan sebagus ini tentu saja harus membiar
Eddy naik ke lantai atas dan mengetuk pintu ruang baca.“Masuk,” sahut Ronald dari dalam.Eddy masuk dan memberikan dokumen yang ada di tangannya sambil berkata, “Daddy, ini laporan keuangan triwulan pertama dari Tales Technology.”Tales Technology adalah perusahaan kecil yang hampir bangkrut yang diberikan oleh Ronald pada Eddy. Selama satu tahun terakhir dikelola oleh Eddy, perusahaan tersebut bangkit kembali dan menjadi salah satu anak perusahaan yang besar dari Tanjaya Group. Demi melindungi Eddy, semua data perusahaan tersebut dirahasiakan.Orang-orang di luar tidak tahu kalau Tales Technology merupakan anak perusahaan dari Tanjaya Group. Selain itu juga tidak tahu kalau direktur dari perusahaan itu adalah anak dari keluarga Tanjaya.Ronald membuka laporan keuangan dan membacanya sambil berkata, “Bagus, profitnya naik dan ke depannya akan meledak. Perusahaan ini dikelola oleh kamu dengan sangat bagus! Setelah semua urusan Tales Technology selesai, Daddy ingin memasukkan kamu ke pu
Kali ini proyek lama itu dikerjakan kembali karena katanya sudah mempekerjakan seorang perancang chip yang sangat hebat. Akan tetapi Pak Jeffry belum pernah melihat orang tersebut.Jeffry sudah pernah bertemu dengan Rachel dari Aurora Technology sebanyak dua kali. Perempuan itu sangat cantik dan terlihat sangat percaya diri. Akan tetapi yang namanya membuat aplikasi, tidak akan bisa berhasil hanya dengan mengandalkan kepercayaan diri.Pak Jeffry tidak begitu ingin menghabiskan waktu di proyek kali ini. Namun Ronald menyerahkan proyek tersebut padanya. Jika dia tidak menemui perempuan itu …Detik berikutnya terlihat barisan orang yang datang mendekat. Dua orang asisten berbaju hitam berjalan di kedua sisi seorang anak berusia sekitar empat atau lima tahun dan berdiri di depan ruangannya.Mata Jeffry berbinar ketika melihat sosok Eddy. Dia sudah bekerja selama puluhan tahun dengan Ronald dan dipercayai oleh lelaki itu. Oleh karena itu Jeffry tahu keadaan keluarga Tanjaya. Identitas tuan
Jeffry merasa perasaan mati kutu yang sebelumnya belum pernah ia rasakan. Eddy sengaja datang untuk menanyakan hal ini dan ternyata dia menghabiskan waktu setengah jam lebih dengan hasil yang sia-sia.Yang paling penting adalah dia juga tidak tahu siapa yang menciptakan rumus ini karena dia tidak mengikuti proyek A-F. Tiba-tiba pintu ruang kerjanya didorong dari arah luar.Ivan dan Pak Jeffry sudah sangat kenal sehingga mereka jarang sekali saling mengetuk pintu ketika masuk ke ruangan masing-masing. Ivan menemukan sosok Eddy yang masih ada di sana dan bergegas pamit sambil berkata, “Maaf, saya mengganggu.”Ivan buru-buru hendak menutup pintu kembali akan tetapi ditahan oleh Jeffry. “Ivan, kamu masuk sebentar.”Jeffry menyerahkan proyek A-F ini sepenuhnya pada Ivan dan seharusnya lelaki itu tahu siapa yang membuat formulasi ini.“Iya, Pak,” kata Ivan tanpa berani menatap Eddy.Meski anak tersebut baru berusia empat tahun, tapi dia memiliki aura mengintimidasi yang begitu kuat hingga me
Bagaimana bisa dia melupakan kalau Rachel adalah mahasiswi berprestasi dari Universitas Harvard! Semua data itu terpampang nyata dan jelas di hadapannya, bagaimana mungkin dia bisa mengabaikan hal ini. Ternyata perempuan itu begitu hebat.Eddy bangkit berdiri dan berkata, “Hari ini sampai sini dulu, kalau proyek ini ada kemajuan apa pun Pak Jeffry tolong info ke saya.”Setelah mengatakan kalimat tersebut dia bergegas bangkit dan keluar ruangan. Jeffry mengantarnya keluar dan setelah itu menatap Ivan sambil bertanya, “Rumus tadi memang Bu Rachel yang buat?”Entah kenapa dia masih merasa sulit untuk percaya. Master dalam dunia koding rata-rata berusia tua atau rambutnya botak. Rachel masih begitu muda dan cantik, tidak terlihat seperti seorang programmer.“Tentu saja Bu Rachel!” sahut Ivan sambil mengangguk.“Nalarnya Bu Rachel benar-benar luar biasa cemerlang, dia juga mengusulkan sebuah teori perumusan baru, tapi karena penjelasannya terlalu cepat jadi saya nggak begitu mengerti. Lain