“Lalu, apa alasan yang kau berikan atas penyembunyian luka bekas aura yang tidak stabil?” Kalista bertanya datar. “Itu..” “Sebenarnya itu tidak terlalu sakit. Saya juga selalu mendatangi Nona Muda bukan?” suara Leon terdengar sekecil nyamuk. “Setelah kondisinya sudah parah.” Kalista menatap tajam pada Leon. “Lupakan saja.” pada akhirnya Kalista menghela nafas pelan. “Aku tau apa yang kau khawatirkan. Tapi itu semua tidak akan terjadi. Aku masih lebih kuat darimu. Jadi, kau tidak perlu menahan apapun lagi. Segera datang padaku saat kondisimu tidak stabil. Kau mengerti?” suara Kalista terdengar lebih lembut dari sebelumnya. Sebenarnya, masalah ini juga terkait dengan dirinya. Beberapa bulan sebelum datang ke ibukota, dia menemukan jika tubuh Leon telah menumbuhkan beberapa resistensi terhadap sihir miliknya. Itu sebabnya dia memutuskan mencoba sihir tingkat tinggi untuk melakukan penyegelan. Saat itu dia terlalu meremehkan perbedaan kekuatannya di masa lalu dengan t
(Prang!!) Suara benda pecah yang nyaring, serpihan beling yang bertebaran dan cangkir indah yang kehilangan kilaunya. Merah yang menetes, tak ubahnya bagai darah yang mendiami setiap jengkal tubuh manusia.Dua manusia saling menatap. Iris biru sedalam lautan, bertabrakan dengan lavender yang lembut. Satu berdiri sombong, dan yang lain terbaring di lantai yang dingin.Air mata berjatuhan menjadi saksi sebuah kekecewaan yang mendalam. Hati yang terluka menyimpan beribu emosi. Kemarahan, kebencian dan rasa tak percaya akibat pengkhianatan."Kenapa?" itu adalah kata terakhir yang terucap sebelum kelopak mata kehilangan kekuatannya.***Salju putih terlihat mendiami setiap panorama yang tampak oleh mata. Butiran dingin yang bertanggung jawab seolah tak menunjukan tanda-tanda untuk berhenti. Sebaliknya, benda itu semakin menunjukan eksistensinya, seiring berjalanya waktu.Di sebuah mansion besar, tampak selubung sihir yang menghalangi kepingan salju untuk turun di atasnya. Mengakibatkan ke
“Tidak mungkin..” batin Kalista menatap takjub.Rambut hitam panjang yang halus, kulit seputih porselin, dan bibir merah alami. Dan yang paling menakjubkan dari itu semua adalah iris lavender yang indah namun penuh misteri. Di hadapanya, bayangan seorang gadis yang dibesarkan dengan baik balik menatapnya.“Mataku..” Kalista memegang kedua kelopak matanya tak percaya.Mata kirinya sebelumnya rusak karena menggunakan sihir terlarang. Untuk menghindari kecurigaan, Ia selalu menggunakan penutup mata.Meski kehilangan salah satu bagian terpenting dalam hidup, dia sama sekali tak menyesal. Karena goresan tersebut menunjukan rasa cintanya kepada orang itu. Ia sama sekali tidak menganggap kehilangan mata kirinya sebagai kecacatan. Justru sebaliknya, dia menghargai itu semua sebagai sebuah penghargaan.“Sungguh bodoh.” Kalista mencibir dirinya sendiri.Dia tak percaya ada seseorang yang sebodoh dirinya. Hanya karena sebuah kebaikan kecil, Ia rela mencurahkan semua cinta, kasih dan kebaikan ya
"Dimana Kalista?" suara dingin yang bertanya memiliki nada datar tanpa intonasi apapun. Hal tersebut membuat orang-orang tak bisa menebak apa yang sebenarnya dipikirkan oleh si penanya. Meski begitu, bukan berarti pelayan yang berstatus rendah berani membuat tebakanya sendiri. Mereka yang ditanya tentu harus menjawab dengan hormat tanpa mendiskreditkan pihak yang bertanya ataupun subyek yang ditanyakan. Seperti yang dilakukan oleh pelayan senior yang tengah ditanyai, "Nona muda sedang berada di perpustakaan, Tuan besar." Nada hormat dengan sikap yang rendah hati. Itulah yang harus dilakukan seorang pelayan yang bekerja untuk tuanya. Berbeda halnya jika mereka tengah berhadapan dengan seorang tamu. Boleh bersikap hormat, namun jangan merendahkan diri sendiri. Karena di hadapan orang luar, sikap para pelayan mewakili bagaimana status tuan yang mereka layani. "Aku mengerti." balas pemuda yang dipanggil tuan besar. Setelahnya, pemuda itu segera beranjak untuk pergi. Tak memberikan p
Devondion menatap sejenak keponakan kecilnya sebelum berbalik. Tap..Tap..Tap..Kalista memastikan suara langkah kaki milik pamanya menjauh sebelum beranjak dari kursi miliknya. Lelaki itu masih bersikap seperti dulu. Mengawasi dan memastikan keselamatanya setiap saat. Setelah dirasa tak ada ancaman, barulah Ia pergi guna memberi waktu bagi dirinya untuk menyendiri.Perhatian dan pengertian yang dimiliki sungguh mengharukan. Pamanya selalu memiliki pertimbangan khusus untuk dirinya. Terlebih jika ada ular berbisa yang muncul di sekitarnya.Sayangnya, di masa lalu dia sangatlah bodoh. Perilaku sang paman justru dianggap sebagai ancaman. Mereka yang dekat memberitahu, jika pamanya memiliki keinginan kuat untuk merebut gelar dan kekayaan yang seharusnya menjadi warisanya.Perhatian dianggap pengawasan. Perlindungan dicap sandiwara. Segala sesuatu yang diberi harus dimusnahkan. Ada saat ketika Ia memerintahkan adik laki-laki ibunya itu untuk menjalankan sebuah misi. Tak ada bantahan, ta
"Kau yakin dengan ini semua, Kalista?" seorang lelaki bertubuh besar bertanya kepada anak perempuan cantik yang berdiri di hadapannya. Perabot rapi tanpa debu. Dokumen yang disusun secara teratur. Bahkan warna gelap yang seolah menjadi keharusan. Ruang kerja yang memiliki kesan kaku membuat atmosfer yang terasa lebih mengintimidasi. Meski begitu, gadis kecil dengan kulit putih berdiri tenang tanpa mengeluarkan getaran ketakutan sedikitpun. Seolah menjadi jenderal kecil dalam sebuah peperangan. Teguh dan berpendirian kuat. “Aku sangat yakin, Paman Dev." gadis yang dipanggil Kalista itu menjawab tanpa ragu."Lalu Kalista, bisakah kau beritahu kepada Paman darimana kau mendapat informasi ini?" pertanyaan kembali diajukan."Untuk saat ini, itu masih rahasia, Paman Dev." jawab si nona kecil."Jika begitu, maka paman tidak bisa memenuhi permintaanmu, Kalista." balas Devondion."Tapi Paman, Aku sama sekali tidak berbohong. Kurang dari sebulan lagi, benar-benar akan terjadi longsor salju d
Gerakan canggung dengan tubuh besar sebenarnya tak terlalu nyaman. Namun untuk beberapa alasan, hati yang sebelumnya terasa seperti hancur berkeping-keping, kini telah disembuhkan secara ajaib."Jangan menangis, Kalista." "Itu semua salah paman. Seharusnya paman mendengarkan ceritamu terlebih dahulu sebelum membuat keputusan." suara akrab yang ditangkap gendang telinga terasa mengikis hati nurani. "Apa longsor salju ini juga sesuatu yang kau lihat dalam mimpimu?" pertanyaan bernada lembut diajukan. Meski dalam kenyataannya, hanya ada ekspresi tajam yang lebih intens yang terlihat. Beruntung si nona kecil telah aman dalam pelukan sang paman. Jika tidak, gadis cantik itu pasti kesulitan menjaga ekspresi tenangnya saat melihat wajah mengerikan wali resminya. Bagaimanapun juga, meski hanya cerita yang dikarang oleh orang lain, Devondion merasa ingin mencabik seseorang yang mungkin merencanakan pembunuhan kakak dan iparnya. Dua orang yang Ia sayangi dan hormati seharusnya hidup dalam k
(Tap..) (Tap..) (Tap..) Langkah kaki tenang terdengar memiliki ketukan yang teratur. Punggung lurus dengan kedua tangan yang disilangkan. Dan kecantikan alami dengan kulit putih yang memukau. "Selamat siang Nona Kalista." "Selamat siang Nona Kalista." Sapaan hormat terdengar setiap kali Kalista, putri tunggal mantan Duke dan Duchess terdahulu melangkah. Bukti jika sopan santun masih dijalankan dengan baik. Meski begitu, tak ada yang mengetahui apa yang tersimpan di hati. Gadis kecil itu hanya membalas salam para pelayan dengan senyum anggun. Sesekali ada balasan dengan suara manis yang khas. Itu adalah sesuatu yang sering dilakukan oleh bangsawan netral. Dia tak ingin dianggap arogan karena mengabaikan para pelayan, namun juga tidak mau dianggap mudah karena bersikap terlalu baik. Bagaimanapun juga, pembicaraan antar pelayan bisa terdengar sampai ke luar. Meski saat ini mereka menunjukkan sikap hormat ketika berhadapan dengan dirinya, tetapi dia tahu ada beberapa pelayan yan
“Lalu, apa alasan yang kau berikan atas penyembunyian luka bekas aura yang tidak stabil?” Kalista bertanya datar. “Itu..” “Sebenarnya itu tidak terlalu sakit. Saya juga selalu mendatangi Nona Muda bukan?” suara Leon terdengar sekecil nyamuk. “Setelah kondisinya sudah parah.” Kalista menatap tajam pada Leon. “Lupakan saja.” pada akhirnya Kalista menghela nafas pelan. “Aku tau apa yang kau khawatirkan. Tapi itu semua tidak akan terjadi. Aku masih lebih kuat darimu. Jadi, kau tidak perlu menahan apapun lagi. Segera datang padaku saat kondisimu tidak stabil. Kau mengerti?” suara Kalista terdengar lebih lembut dari sebelumnya. Sebenarnya, masalah ini juga terkait dengan dirinya. Beberapa bulan sebelum datang ke ibukota, dia menemukan jika tubuh Leon telah menumbuhkan beberapa resistensi terhadap sihir miliknya. Itu sebabnya dia memutuskan mencoba sihir tingkat tinggi untuk melakukan penyegelan. Saat itu dia terlalu meremehkan perbedaan kekuatannya di masa lalu dengan t
“Siapa yang Anda lihat dengan tatapan lembut seperti itu, Nona Ruliazer?” suara rendah tiba-tiba menyapa saat Kalista lengah. Sontak, sang nona muda segera menengok ke arah asal suara. Begitu Ia melakukannya, Kalista segera dihadapkan dengan wajah putra mahkota yang tengah duduk di hadapannya. “Ada urusan apa Yang Mulia mendatangi saya seperti ini?” suara Kalista terdengar sangat dingin. Ia masih belum lupa apa yang telah dilakukan oleh pemuda di hadapannya. Jika saat itu seniornya tidak datang dan menyadarkannya dari sihir aneh yang dilakukan oleh putra mahkota, dia pasti sudah masuk ke dalam fraksi putra mahkota tanpa Ia sendiri sadari. “Sebelumnya saya minta maaf karena membuat Anda merasa tidak nyaman, Nona Ruliazer. Saya terus merasa gelisah karena sepertinya Anda menghindari saya setelah kejadian sebelumnya.” Putra mahkota meminta maaf dengan rendah hati. “Itu bukan sepertinya, Yang Mulia. Saya memang sengaja menghindari Anda.” ekspresi Kalista masih sedingin sebe
Hal pertama yang Kalista lakukan setelah sampai di ruang bawah tanah yang rahasia adalah menyetel alarm. Dia tak ingin memancing keributan dengan seseorang yang mengatakan jika dia kehilangan banyak berat badan hanya karena melewatkan satu kali makan siang. Itu sebabnya dia membuat janji dengan orang tersebut untuk makan siang bersama. Seperti biasa, Kalista menghabiskan semua waktunya untuk membaca. Menurut perhitungannya, dia dapat menyelesaikan buku-buku di rak dalam kurun waktu satu tahun. Itupun jika dia tidak melewatkan satu haripun dengan sia-sia. Mengingat seberapa banyak buku yang tersusun pada rak ruang rahasia. Setelah membaca beberapa buku di sana, Kalista dapat memahami bagaimana Profesor Ray membuat seniornya menjadi pemilik menara termuda. Semua buku itu menjelaskan secara rinci bagaimana segala sesuatu tentang sihir berjalan dan cara yang paling efektif untuk penggunaannya. Dan dengan bakat seniornya yang sama-sama memiliki manik lavender seperti dirinya, hanya but
“Jadi, apa ada alasan yang lainya?” Kalista bertanya pada pemuda yang masih terbaring di atas ranjang. “Itu..”“Bisa saja berbahaya, Nona Muda.” suara yang rendah menunjukan ketulusan hati.Kalista yang melihat itu semua merasa hatinya melembut. Kucing hitam yang Ia besarkan ternyata sudah bisa mengkhawatirkan pemiliknya. Pada akhirnya, senyum lembut tak bisa ditahan. Kalista kemudian mengacak helai hitam Leon sebelum berkata, “Istirahatlah.”“Aku akan datang besok pagi.” ucap gadis itu sebelum pergi. Setelah malam itu, Kalista memang menepati janjinya. Keesokan paginya, dia mengunjungi kamar Leon dan mulai memeriksa keadaan pemuda itu. Setelah memberi beberapa perawatan, Kalista akan mulai membaca beberapa buku di samping Leon.Hal tersebut berlangsung selama tiga hari. Tidak seharipun Kalista tak mengunjungi kamar Leon dalam kurun waktu tersebut. Jika itu hari biasa, Leon akan sangat senang karena bisa menghabiskan banyak waktu dengan nona mudanya. Namun saat ini, dia memiliki k
Malam semakin larut. Dengan bulan yang seakan berada di atas kepala. Hal tersebut menunjukan jika saat ini sudah hampir tengah malam. Di sebuah kamar dengan ranjang king size di tengah ruangan. Terlihat seorang pemuda yang sedang berbaring dengan nyaman. Wajahnya yang tampan tampak pucat. Seolah-olah darah telah dikuras dari tubuhnya. Meski begitu, nafas yang terdengar begitu tenang. Di sisi pemuda itu, duduk sosok cantik dengan rambut hitam yang berkilau. Manik lavender nya tak sekalipun teralihkan dari wajah tampan sang pangeran tidur.Kalista yang membawa pulang Leon secara pribadi masih merasa menyesal saat melihat keadaan pemuda yang tengah terbaring di tempat tidur. Jika dia bukan majikan yang perhatian, bukankah pemuda itu akan mati dengan kondisinya yang sangat mengerikan tersebut. Tulang rusuk patah, pendarahan di hidung, mata dan telinga. Belum lagi batuk darah yang membuat pemuda itu kehilangan banyak darah. Jika hanya itu saja, dia akan merasa lebih baik. Namun, lebih
“Sekarang, apa kau mau mengatakan yang sebenarnya?” Leon bertanya dengan ramah.Jika orang-orang tak melihat apa yang pemuda itu lakukan sebelumnya, mereka akan berpikir pemuda itu adalah orang yang sangat tampan dengan kepribadian yang baik. Tak akan terbersit sedikitpun dalam benak mereka jika anak muda setampan itu telah melakukan hal yang sangat kejam terhadap orang yang dianggapnya musuh. “I..”“Itu adalah seorang wanita paruh baya.” dengan suara gemetar, satu-satunya sosok berbaju hitam yang masih tersisa menjawab. “Wanita paruh baya?” Leon bertanya memastikan. “Itu benar.”“Saya sama sekali tidak berbohong.”“Seorang wanita paruh baya datang dan mengatakan hal penuh omong kosong seperti membuat rekaman yang berisi perbuatan tidak senonoh Nona Muda Ruliazer.” sosok berbaju hitam menjelaskan dengan tergesa-gesa. “Ah..”“Jadi, kau berencana untuk menyentuh nona mudaku dengan tanganmu yang kotor.” senyum ramah sebelumnya berubah menjadi senyum dingin. “Tidak.”“Saya tidak ber
“Tidak Roselia. Kau harus fokus pada gambaran besarnya. Jika kau berhasil mendapatkan hati anak-anak dari keluarga bangsawan besar, barang-barang seperti ini akan menumpuk di ruangan yang lebih besar. Bukan slorok kecil seperti ini.” Roselia berusaha menyemangati dirinya sendiri. Pada akhirnya, gadis berambut merah muda itu mengeluarkan satu per satu kotak perhiasan miliknya. Begitu kotak itu dibuka, kalung, anting bahkan cincin permata terlihat menggoda mata. Tidak sanggup melihat lagi, Roselia kembali menutup kotak perhiasan miliknya. Rasanya Ia akan kehilangan tekad untuk menjual barang-barang di dalam kotak jika melihatnya lebih lama. Seingatnya, salah seorang temannya pernah bercerita perihal gang belakang yang digunakan para bangsawan untuk melakukan hal-hal kotor. Tentu saja, mereka tidak hanya memiliki hubungan pertemanan biasa. Jika tidak begitu, temannya tidak akan bercerita tentang hal-hal yang disembunyikan oleh keluarganya sendiri. Hanya saja, harganya memang terbilan
“Pertama, beritahu aku siapa yang menyuruh kalian mengikuti nona muda dari Keluarga Ruliazer.”“Dan kedua, mati di tanganku.” saat itu, suara Leon sangat dingin. Bahkan tatapan matanya yang tajam tampak memiliki aura kekejaman yang dipancarkan. Tiga orang berpakaian hitam saling menatap. Namun seolah mencapai kesepakatan diam-diam, mereka segera menyerang Leon secara serentak. Di sisi lain, pemuda yang menjadi lawan mereka tampak memiliki senyum tipis di bibirnya. Di hadapkan dengan tiga orang yang jelas lebih tua darinya, tak membuat Leon gentar sedikitpun. Sebaliknya, mata hitam pemuda itu tampak memancarkan kilatan haus darah yang kental.“Aku anggap itu sebagai jawaban kalian.” ucap Leon. Setelah kata-kata tersebut terucap, aura hitam segera keluar dari tubuh Leon. Belajar dari pengalaman, tiga orang berpakaian hitam itu segera menghindari aura misterius yang sangat mematikan. Namun saat mereka melakukannya, tiba-tiba sekelebat bayangan telah menunggu di belakang, sebelum mem
“Leon.”“Apa kau marah?” untuk saat ini, suara Kalista lebih lembut dari biasanya. Leon awalnya hanya diam sembari melihat ke arah jendela. Tidak sekalipun melirik sang nona muda yang duduk berhadapan dengan dirinya. Namun saat pemuda itu mendengar suara Kalista, Leon pada akhirnya menoleh. Pemuda itu melihat ke arah Kalista dengan tatapan penuh kekalahan. “Mana mungkin saya marah pada Nona Muda. Jika ada seseorang yang bersalah, itu pasti saya.” Leon berbicara dengan halus. “Lalu, kenapa kau hanya diam?” tanya Kalista. Mendengar pertanyaan kali ini membuat sudut bibir si pemuda tampan tertarik ke atas, “Jadi, Nona Muda lebih suka saya banyak berbicara?”“Bukankah sebelumnya Nona Muda selalu menyuruh saya untuk diam?” goda Leon. “Terserah kau saja.” balas Kalista sembari memalingkan wajah. Namun setelah beberapa saat, gadis cantik itu kembali menatap Leon, “Maaf. Kau pasti sudah menunggu lama.”“Jangan minta maaf, Nona Muda. Saya sama sekali tidak marah. Lagipula jika itu demi N