David baru saja tiba di halaman rumahnya yang luas. Ia tidak pernah membayangkan kencannya kali ini berakhir dengan putusnya hubungan mereka. Bagi David dan Riana, ini adalah persoalan terbesar yang mereka alami dalam hubungan mereka.Sepanjang perjalanan hubungan mereka selama beberapa tahun ini, tidak ada masalah besar yang menimpa mereka. Mungkin masalah terbesar mereka adalah saat Ayah Riana masih menjalin hubungan dengan Sandra. David melangkah gontai dan masuk ke dalam rumahnya. Wajah muram dan lesu terlihat dengan sangat jelas saat David melintas di hadapan mamanya dan langsung masuk ke dalam kamar. Sang mama tentu bisa melihat bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan David. Mama David menyusul masuk ke dalam kamar dan duduk di atas tempat tidur David. "Kenapa wajahmu muram? Biasanya kamu selalu ceria setelah bertemu dengan Riana. Apa kalian bertengkar?" "Hubungan kami sudah berakhir, Ma," jawab David. "Apa?! Kenapa bisa begitu?" tanya sang mama. David menghembuskan nafa
"Tunggu! Mau kemana kamu? Kamu harus menjelaskan apa maksudmu memfitnah aku!" seru David. "Ampun, Pak David. Tolong lepaskan saya!" kata wanita itu. Ekspresi wajahnya sangat berbeda dengan saat kejadian itu. Kini wajah angkuh itu sirna dan berubah menjadi ketakutan. "Pengakuanmu membuat hubunganku dan pacarku berantakan. Apa sebenarnya yang kamu inginkan?" tanya David dengan suara keras. Wanita itu terkejut dan menutup kedua telinganya. "Masuk dulu, Pak. Kita bicara baik-baik. Tolong jangan terlalu keras karena saya benar-benar sedang hamil."David melihat perut wanita itu memang membuncit di balik dasternya. David menahan diri dan perkataannya sekalipun ia sudah sangat ingin melampiaskan amarahnya. David dan anak buahnya mengalah dan masuk ke rumah yang kecil dan sempit itu. David duduk di sebuah kursi kayu usang dan berhadapan dengan wanita itu. "Siapa sebenarnya kamu? Aku yakin kita belum pernah bertemu sebelumnya," kata David. "A-aku Rindy, Pak," jawab wanita itu. "Siapa ya
"Kita bawa saja dia ke kantor polisi. Aku akan mengajukan gugatan untuk fitnah dan pencemaran nama baik," kata David. Rindy langsung mendekat dan duduk di kaki David dan Riana. "Pak, tolong jangan lakukan itu! Saya sungguh-sungguh minta maaf pada Bapak dan Mbak Riana." "Apa semudah itu kamu minta maaf? Apa kamu sudah biasa berbuat seperti ini? Seharusnya kamu pikirkan bagaimana dampak perbuatanmu itu pada hubungan kami. Orang-orang sudah menilai kami dengan buruk karena cerita bohongmu itu. Kalau kemarin ada yang merekam kejadian itu dan menyebarkannya, bagaimana kamu akan bertanggung jawab dan menyelesaikan semuanya?" tanya David dengan emosi. Rindy menundukkan kepala dan menangis sesegukan. Riana menghela nafas panjang dan menatap David. Ada rasa lega, karena ternyata kejadian kemarin hanyalah mimpi buruk yang akan segera berlalu. "Mbak Riana, Pak David, tolong saya! Saya sedang hamil dan ditinggalkan oleh pria yang sepatutnya bertanggung jawab atas anak ini. Hidup saya sudah su
Keluarga besar Cindy sudah mengetahui semua yang terjadi. Orang tua Cindy langsung datang untuk meminta tanggung jawab Raka. "Cin, kenapa kamu bisa melakukan hal yang melewati batas seperti ini? Walaupun miskin, keluarga kita sangat menjunjung tinggi norma. Apa kami kurang mendidikmu?" teriak Bapak Cindy dengan suara yang cukup keras. Cindy mendekat dan memeluk kaki kedua orang tuanya. "Maafkan Cindy, Pak! Cindy mohon ampun sama Bapak dan Ibu. Sampai saat ini, Cindy juga masih gak ingat dengan jelas apa yang terjadi waktu itu." Air mata Ibu Cindy mengalir deras. "Nak, kenapa kamu tega mempermalukan kami? Kami mungkin memang gak bisa mencukupi kebutuhanmu dengan baik. Di usia muda kamu harus tinggal jauh dari kami dan berusaha mencari uang sendiri, tapi ibu gak pernah menyangka kalau kamu akan salah dalam bergaul seperti sekarang ini. Kamu sudah bertunangan dengan Mario, bahkan merencanakan akan menikah. Kenapa kamu malah menjalin hubungan dengan orang lain? Bagaimana bapak dan ibu
"Jadi Mario juga akan menikah dengan wanita lain?" Air mata Miranda kembali mengalir saat menatap layar ponselnya. Ia melihat status media sosial Riana yang membagikan undangan pernikahan Mario. Rasanya miris dan menyedihkan, karena pasangan yang dahulu saling mencintai harus berpisah dan akan menikah dengan orang lain. "Jadi kamu sudah sepenuhnya melupakan aku, Rio?" gumam Cindy. Cindy menatao dirinya di depan cermin. Sebenarnya ia sedang berdandan untuk mempersiapkan dirinya pergi bersama Raka. Hari ini mereka akan mengunjungi gedung tempat acara pernikahan mereka akan digelar. Mungkin seharusnya setiap pasangan yang akan menikah menantikan momen ini. Cindy pun pernah merasa bahagia saat mempersiapkan pernikahannya dengan Mario dulu. Akan tetapi saat ini semua jauh berbeda. Cindy tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Tok... Tok... Tok... "Cin, apa kamu masih lama? Raka sudah menunggu di teras," kata Ibu Cindy dari balik pintu kamarnya. Cindy tersentak dari lamunannya. Ia
Raka pulang ke rumahnya dengan lesu dan langsung masuk ke kamar. Ia tidak menghiraukan pertanyaan ibunya yang menanyakan kenapa wajahnya muram. Raka mengunci pintu dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. 'Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku harus melepaskan Cindy begitu saja? Melihatnya tertekan seperti itu dan merasa bersalah pada keluarganya juga membuat hatiku sangat sakit. 'Ponsel Raka tiba-tiba berdering. Ia berpikir itu adalah panggilan telepon dari Cindy. Raka bergegas mengambil ponsel dari dalam tas selempangnya. Ia merasa kecewa, karena ternyata bukan Cindy yang menghubunginya. "Tante Jelita," gumamnya. Sempat ragu akhirnya Raka menjawab panggilan telepon itu. "Halo," sapanya. "Raka, bagaimana kabarmu?" tanya Sandra. "Baik, Tante.""Kapan kamu akan menikahi Cindy?""Kami sedang mempersiapkan pernikahan, Tante. Keluarga Cindy mendesak agar pernikahan kami dilangsungkan secepatnya, tapi....""Tapi apa?" tanya Sandra. "Aku ragu apakah akan melanjutkan renc
Hari itu akan menjadi hari yang istimewa bagi Mario dan Miranda. Hubungan mereka akan mencapai tahapan yang baru, yaitu lamaran. Beberapa hari sebelumnya, Mario sangat antusias menyiapkan acara tersebut. Akan tetapi, Miranda justru sebaliknya, terlihat tidak terlalu serius mempersiapkan semua yang diperlukan dalam acara itu. Jika biasanya seorang calon mempelai wanita yang lebih sibuk menyiapkan segala sesuatunya, Miranda justru lebih pasrah. Mario bertanya pada Miranda tentang gaun yang akan ia kenakan, sampai konsep acara mereka nanti, tetapi Miranda hanya menjawab singkat. Mario berusaha berpikir positif, mungkin Miranda sedang terlalu lelah bekerja atau merasa jenuh. Mario sama sekali tidak mau berpikir negatif pada kekasihnya itu. Pagi itu, Mario sudah bersiap-siap dan memakai jasnya. Ia melihat Hana dan Hadi, juga Riana dan David juga sudah siap. David mulai memasukkan beberapa barang yang akan mereka bawa sebagai seserahan untuk Miranda. Riana sendiri yang menghias setiap
Mario tetap tidak bisa menghubungi Miranda sampai keesokan harinya. Ia terus mengurung dirinya di dalam kamar dan memandangi cincin yang sudah ia siapkan untuk sang kekasih. Hana dan Riana sudah mencoba membujuk Mario untuk keluar dari kamar dan makan, tetapi ia masih menolak. Hana bingung harus berbuat apa. Hatinya terasa sakit saat melihat putra tercintanya kembali terpuruk dan kehilangan semangat hidup. Hari Senin pagi, Mario berangkat pagi-pagi ke kantornya. Ia mencari keberadaan Miranda di ruangannya. Akan tetapi, lagi-lagi Mario tidak berhasil menemukan Miranda. Miranda tidak masuk kerja tanpa meminta ijin atau keterangan. Pihak perusahaan juga tidak dapat menghubungi Miranda. "Aneh sekali! Walaupun kalian ada masalah pribadi, seharusnya Miranda bersikap profesional di kantor ini. Kenapa dia tiba-tiba membolos dan tidak memberi tahu siapapun? Apa kalian bertengkar sebelumnya?" tanya karyawan bagian personalia. "Sama sekali gak ada pertengkaran, Bu. Saya juga tidak bisa meng
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah