Mario enggan mendengarkan penjelasan apapun dari Cindy. Entah mengapa suara sang kekasih yang selalu ia rindukan berubah menjadi sangat menyebalkan. Mario merasa ditipu mentah-mentah oleh Cindy dan Raka. Ia menatap kembali foto-foto di ponselnya. Foto itu menunjukkan adegan mesra sang kekasih dengan pria lain. Siapa yang tidak merasa sakit saat menemukan kenyataan bahwa sang kekasih telah berkhianat. "Ternyata benar kecurigaanku pada mereka. Dasar pembohong! Aku benci kamu, Cindy! Teganya kamu berkhianat, padahal kita telah resmi bertunangan dan berencana untuk menikah," gumam Mario pilu. Tak mampu menahan perasaannya, Mario pun melemparkan ponselnya hingga berhamburan di lantai. "Argh... Kenapa semua jadi kacau seperti ini? Apa salahku padamu, Cindy?" teriak Mario. Hana yang sedang berada di kamar terkejut mendengar keributan yang berasal dari kamar putranya. Ia segera berlari dan membuka pintu kamar itu. Hana melihat Mario duduk di lantai dan menutup wajahnya. "Rio, ada apa in
Akhir pekan itu Riana pulang ke rumah ibunya. Hana bercerita padanya bahwa setelah Mario memutuskan hubungan dengan Cindy, suasana hati Mario berubah drastis. Wajahnya terlihat muram dan lebih sering mengurung diri di kamar. Riana yang merasa cemas dengan kondisi kakaknya pun mencoba menghiburnya. Siang itu Riana mengetuk pintu kamar kakaknya. Ia tahu sebenarnya Mario sudah bangun sejak pagi, tetapi memilih tetap berada di kamarnya. Riana membuka pintu yang tidak terkunci dan melihat Mario masih berbaring. Ia masuk dan duduk di tepi tempat tidur Mario. "Mas masih patah hati, ya?""Aku gak serapuh itu," jawab Mario. Riana tersenyum dan menatap kakaknya yang selalu ketus padanya, tetapi sebenarnya mempunyai hati yang baik. "Benarkah? Kata ibu, Mas Rio selalu melamun dan sedih. Apa itu bukan patah hati namanya?" tanya Riana lagi. "Sudah, jangan berisik! Keluar sana! Aku masih mau tidur," jawab Mario. "Ini sudah siang, Mas. Ayo keluar dari kamar! Jangan berlarut-larut dalam kesedih
"Bu, Pak Jason akan segera menikah," kata Mario pagi itu."Benarkah? Bagian kalau begitu," jawab Hana. "Ini undangan dari Pak Jason untuk semua karyawannya. Aku merasa lega, karena akhirnya Pak Jason bisa melupakan Ibu," tukas Mario. "Iya, Nak. Ibu juga senang. Dia sebenarnya pria yang baik. Dia berhak mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Semoga dia menemukan pasangan yang tepat," kata Hana. "Apa rencana Ibu hari ini?" tanya Mario. "Seperti biasanya ibu ke butik, dan nanti sore ada acara arisan di rumah teman ibu," jawab Hana. "Rio akan fokus bekerja, Bu. Kemarin Pak Jason mengingatkan Rio untuk kembali fokus. Jujur setelah putus dengan Cindy, pikiranku kacau. Aku membuat beberapa kesalahan dalam pekerjaanku.""Iya, Nak. Wajar kalau kamu merasa kecewa dan sakit hati, tapi jalan hidupmu masih panjang. Percayalah kalau kamu bisa melalui semua ujian ini!" kata Hana. "Iya, Bu. Ayo kita berangkat! Rio gak boleh terlambat hari ini, karena ada rapat dengan atasan Rio," ajak Mario.
"Tapi Bu...." Ucapan Mario menguap begitu saja saat Hana menatapnya dan memberi isyarat pada Mario untuk diam. Hana melangkah dan mengejar Sandra, ia mengajak Sandra untuk masuk ke dalam rumah. "Masuklah dahulu, kita makan sama-sama!" kata Hana. Sandra berpura-pura tersentuh dengan kelembutan hati Hana. Ia menangis dan memeluk Hana. Sepintas ia melihat ekspresi wajah yang kesal dari putra Hana. Mario meninggalkan ibunya dan Sandra masuk lebih dahulu ke dalam rumah. Perasaan aneh menerpa Mario saat melihat ibunya mendorong kursi roda Sandra. Bagaimana mungkin seorang istri sah bisa berhubungan baik dan menerima mantan pelakor dalam rumah tangganya? 'Aku takut Tante Sandra punya maksud tersembunyi. Bagaimana aku bisa membuat ibu sadar dan menjauhi dia?' pikir Mario dalam hatinya. Hadi yang baru keluar dari kamarnya terkejut saat melihat Hana sedang duduk bersama Sandra di ruang tamu. Hana dan Sandra terlihat berbincang dengan akrab. Hana bahkan menyuguhkan teh manis dan kue untuk
Hari terus berlalu, Mario perlahan mulai bangkit dan kembali fokus dengan pekerjaannya. Rasa kecewa karena kegagalan hubungannya dengan Cindy memang tidak bisa sirna dengan cepat, tetapi ia terus berusaha melupakan semuanya itu. Mario tidak lagi merasa cemas dengan kehadiran Sandra yang sering singgah di rumahnya. Dua kali dalam seminggu, Sandra datang ke rumah dan berusaha menunjukkan sikap yang baik. Riana dan David yang semula ragu dengan perubahan sikap Sandra akhirnya juga bisa menerima kehadirannya. Namun demikian, David tetap berpesan pada Mario untuk tidak mempercayai Sandra seratus persen. David meminta Mario tetap memperhatikan Sandra dan memberi tahu dirinya jika ada sesuatu yang mencurigakan. "Aku juga berharap Tante Sandra telah berubah menjadi lebih baik, Rio. Akan tetapi aku cemas, gak ada yang tahu bagaimana hati seseorang yang sesungguhnya, bukan? Aku juga belum lama mengenal Tante Sandra. Walaupun kami masih terikat dalam hubungan darah, tetapi dia memang sudah la
Gadis manis itu tersenyum dan menatap Mario sebelum memberi jawab atas pertanyannya. Senyum yang membuat wajahnya semakin bersinar dan membuat Mario tersihir. "Aku takut nanti ada yang marah," jawab Miranda. "Siapa? Mm... Kamu sudah punya pacar, ya?" tanya Mario canggung. Ia berusaha menekan rasa malu karena kenekatannya tadi. Benar-benar ajakan makan siang yang tanpa rencana lebih dahulu. "Bukan, aku belum punya pacar. Aku takut justru pacarnya Mas Mario yang marah nanti," jawabnya. "Oh, aku belum punya pacar koq. Kalau kamu gak mau, aku gak akan memaksa," jawab Mario. "Aku mau koq, tapi kita harus menunggu sampai teman seruanganku kembali," kata Miranda. "Oke, aku akan menunggu di ruanganku. Nanti kita bertemu langsung di kantin saja." Mario meninggalkan ruangan Miranda itu. Miranda menatap punggung Mario dengan heran. Ternyata pria itu masih belum siap jika ada rekan kantor yang menggoda mereka. Miranda tersenyum tipis dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah salah seorang Mir
Sudah beberapa hari Mario menghilang dari ruangannya pada saat jam makan siang. Rekan-rekan Mario mulai merasa curiga dengan perubahan sikapnya. "Eh, kamu makan siang di kantin lagi hari ini? Sepertinya ada sesuatu atau seseorang yang membuatmu berubah, Rio," kata teman Mario. "Iya, aku bosan saja makan di ruangan. Biasa saja koq, jangan berlebihan!" kata Mario sambil memalingkan wajahnya. "Biasa saja? Kenapa wajahmu memerah seperti itu?" goda salah satu teman Mario. "Apaan sih? Jangan iseng! Ayo kerja!" kata Mario. Mario menundukkan kepalanya, tetapi pertemuan dengan Miranda memang membuatnya merasa berbeda. Waktu makan siang menjadi kesempatan bagi Mario untuk bertemu dengan Miranda. Mereka seolah saling menunggu untuk makan bersama. Waktu terasa begitu cepat saat mereka berdua berbincang dan makan bersama. Mario merasa nyaman berbincang dengan Miranda. Banyak cerita yang telah ia dengar dari gadis itu. Mario juga bisa menceritakan apapun pada Miranda dengan nyaman. Ternyata a
Miranda melingkarkan tangannya memeluk pinggang Mario. Mereka menembus derasnya hujan yang kian menderas. Mario tahu bahwa Miranda sudah sangat kedinginan karena sekujur tubuhnya yang basah.Tanpa sadar Mario menyentuh tangan Miranda yang melingkar di pinggangnya. Tangan mungil itu terasa amat dingin karena tidak tertutup jas hujan. Mario berinisiatif memasukkan tangan Miranda ke dalam sakunya. Ia berpikir mungkin itu bisa membuat Miranda sedikit hangat. Deru hujan membuat Mario tidak bisa mengajak Miranda berbincang di sepanjang perjalanan. Miranda hanya menunjukkan arah ke rumahnya dengan suara yang cukup keras karena bersaing dengan suara hujan. Mario melirik kaca spionnya dan melihat Miranda membenamkan wajah di balik punggungnya. Saat itu hati Mario bergetar dan terasa hangat. Timbul rasa yang aneh di hatinya, karena tiba-tiba ia ingin sekali melindungi gadis itu. Rasa itu pernah timbul di hati Mario hanya untuk ibunya, Riana, dan seorang gadis, yaitu Cindy. Mario tidak menyan
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah