Hari terus berlalu, Mario perlahan mulai bangkit dan kembali fokus dengan pekerjaannya. Rasa kecewa karena kegagalan hubungannya dengan Cindy memang tidak bisa sirna dengan cepat, tetapi ia terus berusaha melupakan semuanya itu. Mario tidak lagi merasa cemas dengan kehadiran Sandra yang sering singgah di rumahnya. Dua kali dalam seminggu, Sandra datang ke rumah dan berusaha menunjukkan sikap yang baik. Riana dan David yang semula ragu dengan perubahan sikap Sandra akhirnya juga bisa menerima kehadirannya. Namun demikian, David tetap berpesan pada Mario untuk tidak mempercayai Sandra seratus persen. David meminta Mario tetap memperhatikan Sandra dan memberi tahu dirinya jika ada sesuatu yang mencurigakan. "Aku juga berharap Tante Sandra telah berubah menjadi lebih baik, Rio. Akan tetapi aku cemas, gak ada yang tahu bagaimana hati seseorang yang sesungguhnya, bukan? Aku juga belum lama mengenal Tante Sandra. Walaupun kami masih terikat dalam hubungan darah, tetapi dia memang sudah la
Gadis manis itu tersenyum dan menatap Mario sebelum memberi jawab atas pertanyannya. Senyum yang membuat wajahnya semakin bersinar dan membuat Mario tersihir. "Aku takut nanti ada yang marah," jawab Miranda. "Siapa? Mm... Kamu sudah punya pacar, ya?" tanya Mario canggung. Ia berusaha menekan rasa malu karena kenekatannya tadi. Benar-benar ajakan makan siang yang tanpa rencana lebih dahulu. "Bukan, aku belum punya pacar. Aku takut justru pacarnya Mas Mario yang marah nanti," jawabnya. "Oh, aku belum punya pacar koq. Kalau kamu gak mau, aku gak akan memaksa," jawab Mario. "Aku mau koq, tapi kita harus menunggu sampai teman seruanganku kembali," kata Miranda. "Oke, aku akan menunggu di ruanganku. Nanti kita bertemu langsung di kantin saja." Mario meninggalkan ruangan Miranda itu. Miranda menatap punggung Mario dengan heran. Ternyata pria itu masih belum siap jika ada rekan kantor yang menggoda mereka. Miranda tersenyum tipis dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah salah seorang Mir
Sudah beberapa hari Mario menghilang dari ruangannya pada saat jam makan siang. Rekan-rekan Mario mulai merasa curiga dengan perubahan sikapnya. "Eh, kamu makan siang di kantin lagi hari ini? Sepertinya ada sesuatu atau seseorang yang membuatmu berubah, Rio," kata teman Mario. "Iya, aku bosan saja makan di ruangan. Biasa saja koq, jangan berlebihan!" kata Mario sambil memalingkan wajahnya. "Biasa saja? Kenapa wajahmu memerah seperti itu?" goda salah satu teman Mario. "Apaan sih? Jangan iseng! Ayo kerja!" kata Mario. Mario menundukkan kepalanya, tetapi pertemuan dengan Miranda memang membuatnya merasa berbeda. Waktu makan siang menjadi kesempatan bagi Mario untuk bertemu dengan Miranda. Mereka seolah saling menunggu untuk makan bersama. Waktu terasa begitu cepat saat mereka berdua berbincang dan makan bersama. Mario merasa nyaman berbincang dengan Miranda. Banyak cerita yang telah ia dengar dari gadis itu. Mario juga bisa menceritakan apapun pada Miranda dengan nyaman. Ternyata a
Miranda melingkarkan tangannya memeluk pinggang Mario. Mereka menembus derasnya hujan yang kian menderas. Mario tahu bahwa Miranda sudah sangat kedinginan karena sekujur tubuhnya yang basah.Tanpa sadar Mario menyentuh tangan Miranda yang melingkar di pinggangnya. Tangan mungil itu terasa amat dingin karena tidak tertutup jas hujan. Mario berinisiatif memasukkan tangan Miranda ke dalam sakunya. Ia berpikir mungkin itu bisa membuat Miranda sedikit hangat. Deru hujan membuat Mario tidak bisa mengajak Miranda berbincang di sepanjang perjalanan. Miranda hanya menunjukkan arah ke rumahnya dengan suara yang cukup keras karena bersaing dengan suara hujan. Mario melirik kaca spionnya dan melihat Miranda membenamkan wajah di balik punggungnya. Saat itu hati Mario bergetar dan terasa hangat. Timbul rasa yang aneh di hatinya, karena tiba-tiba ia ingin sekali melindungi gadis itu. Rasa itu pernah timbul di hati Mario hanya untuk ibunya, Riana, dan seorang gadis, yaitu Cindy. Mario tidak menyan
"Wah, badannya panas sekali," kata seorang karyawan yang mengulurkan tangannya di dahi Miranda. "Apa kita harus membawanya ke rumah sakit?" tanya Mario dengan cemas. Tatapan beberapa karyawan di sekitarnya tertuju pada Mario. Mereka mulai menangkap gelagat tak biasa dari sikap Mario. Mario yang biasanya cuek kini terlihat panik dan mencemaskan Miranda. "Apa kalian punya hubungan khusus?""Iya, Rio, kamu sepertinya sangat mencemaskan dia. Kamu sudah menyukai Miranda, ya?" Pertanyaan beberapa rekan Mario mulai terdengar, tetapi kali ini Mario acuh. Bagi Mario, yang lebih penting adalah keselamatan Miranda. Seorang karyawan wanita membantu memberi minyak kayu putih di pelipis dan bawah hidung Miranda. "Kita bawa ke rumah sakit saja," katanya. Ketika Mario dan beberapa orang bersiap untuk membawa Miranda ke mobil, perlahan gadis itu membuka matanya. "Mm... Aku dimana?" katanya. "Mir, kamu sudah sadar? Kita ke rumah sakit, ya!" kata Mario. Miranda menggelengkan kepalanya. "Gak pe
"Ada apa, Mas?" tanya Miranda sambil menatap Mario. Melihat sorot mata Miranda yang terarah padanya, tiba-tiba bibir Mario terasa kelu. Ia seolah kehilangan kata untuk mengungkapkan isi hatinya. Beberapa detik berlalu, dan Miranda masih berdiri di hadapan Mario. Ia menunggu ucapan yang akan keluar dari bibir Mario. "Mm... Bukan apa-apa, Mir. Lain kali saja, karena ini bukan hal yang penting. Sekarang yang terpenting kamu harus beristirahat supaya gak sakit lagi," kata Mario. Mario menangkap rasa kecewa dari ekspresi wajah Miranda, karena dirinya tidak jadi mengucapkan isi hatinya. Namun, Mario merasa harus mempertimbangkan semuanya lagi dan lagi, agar tidak merasakan kekecewaan yang sama seperti dahulu. "Aku pulang dulu, Mir. Sampai besok, ya," kata Mario. "Iya, terimakasih, Mas. Sampai bertemu besok di kantor," jawab Miranda seraya mengulas senyum. Mario segera memacu sepeda motornya dan pulang ke rumah. Setelah mandi dan makan malam, Mario duduk merenung sendirian di ruang k
Miranda melirik Mario yang masih duduk di sepeda motornya. Jarak mereka sebenarnya hanya terpaut beberapa meter. Tentu saja Miranda mengetahui keberadaan Mario di sana. Namun, ia memang sengaja berpura-pura tidak tahu dan asyik bersenda gurau dengan Zaky. Semalam Tante Sandra, orang yang memberi perintah pada Miranda untuk menggoda dan mendekati Mario menelepon untuk menanyakan bagaimana perkembangan hubungannya dengan Mario. Miranda sendiri tidak ingin terlalu mengetahui, apa yang membuat Tante Sandra mempunyai niat buruk pada Mario. Yang Miranda pikirkan hanyalah imbalan yang akan ia Terima setelah tugasnya usai. 'Sempurna,' ucap Miranda dalam hatinya saat melihat raut wajah Mario yang menyiratkan rasa cemburu. Bukan tanpa sebab Tante Sandra meminta Miranda melakukan itu. Semalam Miranda dengan percaya diri menyatakan bahwa Mario telah jatuh hati padanya. Sikap dan perhatian yang Mario berikan memang sangat jauh berbeda dengan saat awal mereka berjumpa. Akan tetapi Miranda juga
Miranda sengaja menunggu Mario mengatakan isi hatinya. Sebenarnya ia sudah bisa menebak apa yang ingin pria itu katakan. "Aku menyukai kamu, Miranda." Akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir Mario. Miranda membelalakkan matanya, ia berpura-pura terkejut mendengarnya. Sebenarnya, Miranda bersorak dalam hati karena pekerjaannya sudah membuahkan hasil. Mario benar-benar sudah masuk dalam jeratnya dan nyaris tidak akan bisa melepaskan diri. Mario menjadi canggung karena tidak ada jawaban atau reaksi apapun dari Miranda. "Mm... Apa kamu merasa terganggu dengan pernyataanku? Aku minta maaf kalau ini mengejutkan kamu. Kalau memang kamu gak nyaman, lupakan saja! Anggap aku gak pernah mengutarakan hal ini padamu." Mario mengalihkan pandangannya untuk meredam rasa malu dan sedikit penyesalan karena akhirnya ia mengungkapkan perasaan itu. Miranda tersenyum tipis dan menatap Mario. "Siapa yang terganggu? Aku justru senang mendengarnya, Mas. Sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama dengan