"Bu, Pak Jason akan segera menikah," kata Mario pagi itu."Benarkah? Bagian kalau begitu," jawab Hana. "Ini undangan dari Pak Jason untuk semua karyawannya. Aku merasa lega, karena akhirnya Pak Jason bisa melupakan Ibu," tukas Mario. "Iya, Nak. Ibu juga senang. Dia sebenarnya pria yang baik. Dia berhak mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Semoga dia menemukan pasangan yang tepat," kata Hana. "Apa rencana Ibu hari ini?" tanya Mario. "Seperti biasanya ibu ke butik, dan nanti sore ada acara arisan di rumah teman ibu," jawab Hana. "Rio akan fokus bekerja, Bu. Kemarin Pak Jason mengingatkan Rio untuk kembali fokus. Jujur setelah putus dengan Cindy, pikiranku kacau. Aku membuat beberapa kesalahan dalam pekerjaanku.""Iya, Nak. Wajar kalau kamu merasa kecewa dan sakit hati, tapi jalan hidupmu masih panjang. Percayalah kalau kamu bisa melalui semua ujian ini!" kata Hana. "Iya, Bu. Ayo kita berangkat! Rio gak boleh terlambat hari ini, karena ada rapat dengan atasan Rio," ajak Mario.
"Tapi Bu...." Ucapan Mario menguap begitu saja saat Hana menatapnya dan memberi isyarat pada Mario untuk diam. Hana melangkah dan mengejar Sandra, ia mengajak Sandra untuk masuk ke dalam rumah. "Masuklah dahulu, kita makan sama-sama!" kata Hana. Sandra berpura-pura tersentuh dengan kelembutan hati Hana. Ia menangis dan memeluk Hana. Sepintas ia melihat ekspresi wajah yang kesal dari putra Hana. Mario meninggalkan ibunya dan Sandra masuk lebih dahulu ke dalam rumah. Perasaan aneh menerpa Mario saat melihat ibunya mendorong kursi roda Sandra. Bagaimana mungkin seorang istri sah bisa berhubungan baik dan menerima mantan pelakor dalam rumah tangganya? 'Aku takut Tante Sandra punya maksud tersembunyi. Bagaimana aku bisa membuat ibu sadar dan menjauhi dia?' pikir Mario dalam hatinya. Hadi yang baru keluar dari kamarnya terkejut saat melihat Hana sedang duduk bersama Sandra di ruang tamu. Hana dan Sandra terlihat berbincang dengan akrab. Hana bahkan menyuguhkan teh manis dan kue untuk
Hari terus berlalu, Mario perlahan mulai bangkit dan kembali fokus dengan pekerjaannya. Rasa kecewa karena kegagalan hubungannya dengan Cindy memang tidak bisa sirna dengan cepat, tetapi ia terus berusaha melupakan semuanya itu. Mario tidak lagi merasa cemas dengan kehadiran Sandra yang sering singgah di rumahnya. Dua kali dalam seminggu, Sandra datang ke rumah dan berusaha menunjukkan sikap yang baik. Riana dan David yang semula ragu dengan perubahan sikap Sandra akhirnya juga bisa menerima kehadirannya. Namun demikian, David tetap berpesan pada Mario untuk tidak mempercayai Sandra seratus persen. David meminta Mario tetap memperhatikan Sandra dan memberi tahu dirinya jika ada sesuatu yang mencurigakan. "Aku juga berharap Tante Sandra telah berubah menjadi lebih baik, Rio. Akan tetapi aku cemas, gak ada yang tahu bagaimana hati seseorang yang sesungguhnya, bukan? Aku juga belum lama mengenal Tante Sandra. Walaupun kami masih terikat dalam hubungan darah, tetapi dia memang sudah la
Gadis manis itu tersenyum dan menatap Mario sebelum memberi jawab atas pertanyannya. Senyum yang membuat wajahnya semakin bersinar dan membuat Mario tersihir. "Aku takut nanti ada yang marah," jawab Miranda. "Siapa? Mm... Kamu sudah punya pacar, ya?" tanya Mario canggung. Ia berusaha menekan rasa malu karena kenekatannya tadi. Benar-benar ajakan makan siang yang tanpa rencana lebih dahulu. "Bukan, aku belum punya pacar. Aku takut justru pacarnya Mas Mario yang marah nanti," jawabnya. "Oh, aku belum punya pacar koq. Kalau kamu gak mau, aku gak akan memaksa," jawab Mario. "Aku mau koq, tapi kita harus menunggu sampai teman seruanganku kembali," kata Miranda. "Oke, aku akan menunggu di ruanganku. Nanti kita bertemu langsung di kantin saja." Mario meninggalkan ruangan Miranda itu. Miranda menatap punggung Mario dengan heran. Ternyata pria itu masih belum siap jika ada rekan kantor yang menggoda mereka. Miranda tersenyum tipis dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah salah seorang Mir
Sudah beberapa hari Mario menghilang dari ruangannya pada saat jam makan siang. Rekan-rekan Mario mulai merasa curiga dengan perubahan sikapnya. "Eh, kamu makan siang di kantin lagi hari ini? Sepertinya ada sesuatu atau seseorang yang membuatmu berubah, Rio," kata teman Mario. "Iya, aku bosan saja makan di ruangan. Biasa saja koq, jangan berlebihan!" kata Mario sambil memalingkan wajahnya. "Biasa saja? Kenapa wajahmu memerah seperti itu?" goda salah satu teman Mario. "Apaan sih? Jangan iseng! Ayo kerja!" kata Mario. Mario menundukkan kepalanya, tetapi pertemuan dengan Miranda memang membuatnya merasa berbeda. Waktu makan siang menjadi kesempatan bagi Mario untuk bertemu dengan Miranda. Mereka seolah saling menunggu untuk makan bersama. Waktu terasa begitu cepat saat mereka berdua berbincang dan makan bersama. Mario merasa nyaman berbincang dengan Miranda. Banyak cerita yang telah ia dengar dari gadis itu. Mario juga bisa menceritakan apapun pada Miranda dengan nyaman. Ternyata a
Miranda melingkarkan tangannya memeluk pinggang Mario. Mereka menembus derasnya hujan yang kian menderas. Mario tahu bahwa Miranda sudah sangat kedinginan karena sekujur tubuhnya yang basah.Tanpa sadar Mario menyentuh tangan Miranda yang melingkar di pinggangnya. Tangan mungil itu terasa amat dingin karena tidak tertutup jas hujan. Mario berinisiatif memasukkan tangan Miranda ke dalam sakunya. Ia berpikir mungkin itu bisa membuat Miranda sedikit hangat. Deru hujan membuat Mario tidak bisa mengajak Miranda berbincang di sepanjang perjalanan. Miranda hanya menunjukkan arah ke rumahnya dengan suara yang cukup keras karena bersaing dengan suara hujan. Mario melirik kaca spionnya dan melihat Miranda membenamkan wajah di balik punggungnya. Saat itu hati Mario bergetar dan terasa hangat. Timbul rasa yang aneh di hatinya, karena tiba-tiba ia ingin sekali melindungi gadis itu. Rasa itu pernah timbul di hati Mario hanya untuk ibunya, Riana, dan seorang gadis, yaitu Cindy. Mario tidak menyan
"Wah, badannya panas sekali," kata seorang karyawan yang mengulurkan tangannya di dahi Miranda. "Apa kita harus membawanya ke rumah sakit?" tanya Mario dengan cemas. Tatapan beberapa karyawan di sekitarnya tertuju pada Mario. Mereka mulai menangkap gelagat tak biasa dari sikap Mario. Mario yang biasanya cuek kini terlihat panik dan mencemaskan Miranda. "Apa kalian punya hubungan khusus?""Iya, Rio, kamu sepertinya sangat mencemaskan dia. Kamu sudah menyukai Miranda, ya?" Pertanyaan beberapa rekan Mario mulai terdengar, tetapi kali ini Mario acuh. Bagi Mario, yang lebih penting adalah keselamatan Miranda. Seorang karyawan wanita membantu memberi minyak kayu putih di pelipis dan bawah hidung Miranda. "Kita bawa ke rumah sakit saja," katanya. Ketika Mario dan beberapa orang bersiap untuk membawa Miranda ke mobil, perlahan gadis itu membuka matanya. "Mm... Aku dimana?" katanya. "Mir, kamu sudah sadar? Kita ke rumah sakit, ya!" kata Mario. Miranda menggelengkan kepalanya. "Gak pe
"Ada apa, Mas?" tanya Miranda sambil menatap Mario. Melihat sorot mata Miranda yang terarah padanya, tiba-tiba bibir Mario terasa kelu. Ia seolah kehilangan kata untuk mengungkapkan isi hatinya. Beberapa detik berlalu, dan Miranda masih berdiri di hadapan Mario. Ia menunggu ucapan yang akan keluar dari bibir Mario. "Mm... Bukan apa-apa, Mir. Lain kali saja, karena ini bukan hal yang penting. Sekarang yang terpenting kamu harus beristirahat supaya gak sakit lagi," kata Mario. Mario menangkap rasa kecewa dari ekspresi wajah Miranda, karena dirinya tidak jadi mengucapkan isi hatinya. Namun, Mario merasa harus mempertimbangkan semuanya lagi dan lagi, agar tidak merasakan kekecewaan yang sama seperti dahulu. "Aku pulang dulu, Mir. Sampai besok, ya," kata Mario. "Iya, terimakasih, Mas. Sampai bertemu besok di kantor," jawab Miranda seraya mengulas senyum. Mario segera memacu sepeda motornya dan pulang ke rumah. Setelah mandi dan makan malam, Mario duduk merenung sendirian di ruang k