Cindy membuka matanya perlahan dan mengerjapkannya berulang kali. Ia merasa bingung dengan apa yang terjadi dan mengapa dirinya ada di sebuah tempat yang terasa asing. Ia mengedarkan pandangannya ke ruangan berdinding putih itu dan berusaha mengumpulkan kesadarannya. "Kamu sudah bangun?" Suara seorang pria mengejutkan Cindy. Ia menoleh ke arah sumber suara itu dan terkejut saat melihat Raka. Cindy memijat kepalanya yang masih terasa berat. Ia merasa ada yang aneh dengan dirinya. "Apa yang terjadi? Kenapa aku ada di sini?" tanya Cindy. "Cin, apa kamu baik-baik saja?" tanya Raka. Cindy meraba selimut yang menutupi tubuhnya, ia tersentak saat menyadari bahwa tubuhnya polos tanpa pakaian di balik selimut itu. Dengan gemetar Cindy memeluk tubuhnya yang berbalut selimut tebal. "Raka, apa yang sudah kamu lakukan padaku? Kenapa aku gak ingat apa-apa?" seru Cindy. "Maafkan aku, Cin," kata Raka. "Apa yang kamu lakukan? Kenapa kita bisa berada di sini? Katakan apa yang sebenarnya terjad
Mario enggan mendengarkan penjelasan apapun dari Cindy. Entah mengapa suara sang kekasih yang selalu ia rindukan berubah menjadi sangat menyebalkan. Mario merasa ditipu mentah-mentah oleh Cindy dan Raka. Ia menatap kembali foto-foto di ponselnya. Foto itu menunjukkan adegan mesra sang kekasih dengan pria lain. Siapa yang tidak merasa sakit saat menemukan kenyataan bahwa sang kekasih telah berkhianat. "Ternyata benar kecurigaanku pada mereka. Dasar pembohong! Aku benci kamu, Cindy! Teganya kamu berkhianat, padahal kita telah resmi bertunangan dan berencana untuk menikah," gumam Mario pilu. Tak mampu menahan perasaannya, Mario pun melemparkan ponselnya hingga berhamburan di lantai. "Argh... Kenapa semua jadi kacau seperti ini? Apa salahku padamu, Cindy?" teriak Mario. Hana yang sedang berada di kamar terkejut mendengar keributan yang berasal dari kamar putranya. Ia segera berlari dan membuka pintu kamar itu. Hana melihat Mario duduk di lantai dan menutup wajahnya. "Rio, ada apa in
Akhir pekan itu Riana pulang ke rumah ibunya. Hana bercerita padanya bahwa setelah Mario memutuskan hubungan dengan Cindy, suasana hati Mario berubah drastis. Wajahnya terlihat muram dan lebih sering mengurung diri di kamar. Riana yang merasa cemas dengan kondisi kakaknya pun mencoba menghiburnya. Siang itu Riana mengetuk pintu kamar kakaknya. Ia tahu sebenarnya Mario sudah bangun sejak pagi, tetapi memilih tetap berada di kamarnya. Riana membuka pintu yang tidak terkunci dan melihat Mario masih berbaring. Ia masuk dan duduk di tepi tempat tidur Mario. "Mas masih patah hati, ya?""Aku gak serapuh itu," jawab Mario. Riana tersenyum dan menatap kakaknya yang selalu ketus padanya, tetapi sebenarnya mempunyai hati yang baik. "Benarkah? Kata ibu, Mas Rio selalu melamun dan sedih. Apa itu bukan patah hati namanya?" tanya Riana lagi. "Sudah, jangan berisik! Keluar sana! Aku masih mau tidur," jawab Mario. "Ini sudah siang, Mas. Ayo keluar dari kamar! Jangan berlarut-larut dalam kesedih
"Bu, Pak Jason akan segera menikah," kata Mario pagi itu."Benarkah? Bagian kalau begitu," jawab Hana. "Ini undangan dari Pak Jason untuk semua karyawannya. Aku merasa lega, karena akhirnya Pak Jason bisa melupakan Ibu," tukas Mario. "Iya, Nak. Ibu juga senang. Dia sebenarnya pria yang baik. Dia berhak mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Semoga dia menemukan pasangan yang tepat," kata Hana. "Apa rencana Ibu hari ini?" tanya Mario. "Seperti biasanya ibu ke butik, dan nanti sore ada acara arisan di rumah teman ibu," jawab Hana. "Rio akan fokus bekerja, Bu. Kemarin Pak Jason mengingatkan Rio untuk kembali fokus. Jujur setelah putus dengan Cindy, pikiranku kacau. Aku membuat beberapa kesalahan dalam pekerjaanku.""Iya, Nak. Wajar kalau kamu merasa kecewa dan sakit hati, tapi jalan hidupmu masih panjang. Percayalah kalau kamu bisa melalui semua ujian ini!" kata Hana. "Iya, Bu. Ayo kita berangkat! Rio gak boleh terlambat hari ini, karena ada rapat dengan atasan Rio," ajak Mario.
"Tapi Bu...." Ucapan Mario menguap begitu saja saat Hana menatapnya dan memberi isyarat pada Mario untuk diam. Hana melangkah dan mengejar Sandra, ia mengajak Sandra untuk masuk ke dalam rumah. "Masuklah dahulu, kita makan sama-sama!" kata Hana. Sandra berpura-pura tersentuh dengan kelembutan hati Hana. Ia menangis dan memeluk Hana. Sepintas ia melihat ekspresi wajah yang kesal dari putra Hana. Mario meninggalkan ibunya dan Sandra masuk lebih dahulu ke dalam rumah. Perasaan aneh menerpa Mario saat melihat ibunya mendorong kursi roda Sandra. Bagaimana mungkin seorang istri sah bisa berhubungan baik dan menerima mantan pelakor dalam rumah tangganya? 'Aku takut Tante Sandra punya maksud tersembunyi. Bagaimana aku bisa membuat ibu sadar dan menjauhi dia?' pikir Mario dalam hatinya. Hadi yang baru keluar dari kamarnya terkejut saat melihat Hana sedang duduk bersama Sandra di ruang tamu. Hana dan Sandra terlihat berbincang dengan akrab. Hana bahkan menyuguhkan teh manis dan kue untuk
Hari terus berlalu, Mario perlahan mulai bangkit dan kembali fokus dengan pekerjaannya. Rasa kecewa karena kegagalan hubungannya dengan Cindy memang tidak bisa sirna dengan cepat, tetapi ia terus berusaha melupakan semuanya itu. Mario tidak lagi merasa cemas dengan kehadiran Sandra yang sering singgah di rumahnya. Dua kali dalam seminggu, Sandra datang ke rumah dan berusaha menunjukkan sikap yang baik. Riana dan David yang semula ragu dengan perubahan sikap Sandra akhirnya juga bisa menerima kehadirannya. Namun demikian, David tetap berpesan pada Mario untuk tidak mempercayai Sandra seratus persen. David meminta Mario tetap memperhatikan Sandra dan memberi tahu dirinya jika ada sesuatu yang mencurigakan. "Aku juga berharap Tante Sandra telah berubah menjadi lebih baik, Rio. Akan tetapi aku cemas, gak ada yang tahu bagaimana hati seseorang yang sesungguhnya, bukan? Aku juga belum lama mengenal Tante Sandra. Walaupun kami masih terikat dalam hubungan darah, tetapi dia memang sudah la
Gadis manis itu tersenyum dan menatap Mario sebelum memberi jawab atas pertanyannya. Senyum yang membuat wajahnya semakin bersinar dan membuat Mario tersihir. "Aku takut nanti ada yang marah," jawab Miranda. "Siapa? Mm... Kamu sudah punya pacar, ya?" tanya Mario canggung. Ia berusaha menekan rasa malu karena kenekatannya tadi. Benar-benar ajakan makan siang yang tanpa rencana lebih dahulu. "Bukan, aku belum punya pacar. Aku takut justru pacarnya Mas Mario yang marah nanti," jawabnya. "Oh, aku belum punya pacar koq. Kalau kamu gak mau, aku gak akan memaksa," jawab Mario. "Aku mau koq, tapi kita harus menunggu sampai teman seruanganku kembali," kata Miranda. "Oke, aku akan menunggu di ruanganku. Nanti kita bertemu langsung di kantin saja." Mario meninggalkan ruangan Miranda itu. Miranda menatap punggung Mario dengan heran. Ternyata pria itu masih belum siap jika ada rekan kantor yang menggoda mereka. Miranda tersenyum tipis dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah salah seorang Mir
Sudah beberapa hari Mario menghilang dari ruangannya pada saat jam makan siang. Rekan-rekan Mario mulai merasa curiga dengan perubahan sikapnya. "Eh, kamu makan siang di kantin lagi hari ini? Sepertinya ada sesuatu atau seseorang yang membuatmu berubah, Rio," kata teman Mario. "Iya, aku bosan saja makan di ruangan. Biasa saja koq, jangan berlebihan!" kata Mario sambil memalingkan wajahnya. "Biasa saja? Kenapa wajahmu memerah seperti itu?" goda salah satu teman Mario. "Apaan sih? Jangan iseng! Ayo kerja!" kata Mario. Mario menundukkan kepalanya, tetapi pertemuan dengan Miranda memang membuatnya merasa berbeda. Waktu makan siang menjadi kesempatan bagi Mario untuk bertemu dengan Miranda. Mereka seolah saling menunggu untuk makan bersama. Waktu terasa begitu cepat saat mereka berdua berbincang dan makan bersama. Mario merasa nyaman berbincang dengan Miranda. Banyak cerita yang telah ia dengar dari gadis itu. Mario juga bisa menceritakan apapun pada Miranda dengan nyaman. Ternyata a