“Dasar gak profesional!”
Joanna menutup teleponnya dengan kesal, usai bengkel langgangannya menolak menangani mobilnya yang tiba-tiba mogok dan berasap di tengah jalan.Tidak tahu ingin menghubungi siapa lagi, dia pun mencoba lagi dengan menyalakan kunci mobilnya, tetapi tetap tidak ada respon.
Lantas Joanna keluar dari mobil, dan membuka kap mesin mobilnya. Keluarlah asap dari mesin itu yang membuatnya terbatuk.
“Oh, Tuhan!” teriaknya kencang.
Joanna menelan kekecewaaan meski dirinya ingin menangis karena ia sama sekali tidak mengerti apapun mengenai mobil. Temannya yang dia mintai tolong pun tidak membalas. Satu-satunya solusi adalah dengan cara meminta tolong kepada pengendara mobil yang lewat. Wanita cantik itu mencoba melambaikan tangan, tetapi tidak ada satu pun mobil yang berhenti.
Beberapa menit kemudian, sebuah mobil mendekat setelah dia melambai untuk yang kesekian kalinya, hingga tangannya terasa kebas. Pengemudi mobil sedan berwarna merah itu menepikan kendaraannya di depan mobil Joanna, sementara wanita berbaju formal itu menunggu si pemilik mobil sedan keluar.
“Nona, mobilnya kenapa?” tanya laki-laki itu. Joanna belum bisa melihat wajah laki-laki penolong tersebut karena terhalang oleh sinar matahari yang menyilaukan.
“Itu, ehm, mesin saya berasap,” jawab Joanna sedikit bingung karena dia tidak mengetahui kondisi mobilnya. “Saya tidak mengerti soal mesin. Boleh tolong Anda cekkan mesin mobil saya?”
“Oke, coba saya lihat dulu ya.” Lelaki itu beranjak untuk melihat keadaan mesin mobil Joanna.
Dia melepaskan jas dan menggulung lengan kemejanya sebelum memeriksa mesin tersebut. Sedangkan. Joanna menunggu sambil bersandar di sisi pintu mobilnya. Tak lama, laki-laki itu selesai memeriksa keadaan mesin mobilnya.
“Sepertinya harus dibawa ke bengkel, Nona. Menurut saya, kerusakannya sudah parah,” tutur pria tadi.
Kabar itu membuat Joanna semakin kesal, mengingat sebelumnya ia menerima penolakan dari bengkel yang biasa dia datangi. Wanita itu terduduk meratapi nasibnya.
“Ck, bengkel sialan itu!” Seketika Joanna kembali teringat kekesalannya pada bengkel langganan yang menolak teleponnya tadi. Wajahnya terus merengut, sembari terus melirik ke arah arloji di tangannya.
“Kalau Anda buru-buru, saya tidak keberatan membantu—"
Ucapan pria itu terhenti saat Joanna mendongakkan kepalanya.
Mata wanita itu terbelalak kaget saat menatap wajah yang sangat dikenalnya. Wajah pria yang selama ini sulit untuk dilupakan olehnya. Wajah dari seorang Lionel James Tanner.
‘Bagaimana mungkin dia ada di kota ini? Apa ini mimpi buruk?’ pikir Joanna panik. Joanna merasa seperti ditampar oleh masa lalu yang tak pernah dia harapkan kembali. Laki-laki itu telah sukses memberikannya rasa trauma dalam masalah percintaan.
Sementara yang terjadi kepada Lionel juga tidak berbeda jauh dengan Joanna. Pria itu juga terkejut melihat mantan kekasihnya itu berdiri di sana dengan tubuh yang lebih berisi dan lebih cantik.
Lionel menarik napas dalam-dalam saat dia kembali teringat akan beberapa kenangan mereka bersama sebelum Joanna menghilang.
Suatu kebetulan yang tidak menyenangkan karena mereka bertemu lagi saat Lionel baru saja tiba di Springham.
“Jo-joanna?!” Lionel menyebut nama terlarang itu lagi.
Mendengar pria itu memanggil namanya, Joanna tersadar dan mencoba menghilangkan keterkejutannya.
“Ja-jadi, mobilku harus dibawa ke bengkel ya?” balas Joanna untuk menutupi kegugupannya.
“Eh, maaf. Kalo kulihat sekilas tadi, ada kerusakan pada bagian radiator dan komponen mesinnya. Kusarankan untuk langsung ke bengkel saja,” jelas Lionel seraya mengalihkan pandangannya dari wanita itu untuk mengatur kembali detak jantungnya yang berpacu.
“Tadi aku sudah mencoba menelepon bengkel, tetapi mereka menolakku,” jawab Joanna tak acuh.
“Kamu sedang buru-buru?” tanya Lionel karena dia melihat wanita itu gelisah.
Joanna hampir saja keceplosan menjawab pertanyaan tersebut lalu dirinya tersadar bahwa dia tak perlu memberitahu kegiatannya pada pria itu. Lebih baik dirinya mencari taksi saja lalu nanti akan kembali dengan montir untuk mengambil mobilnya.
Wanita itu berjalan menjauh untuk menghubungi taksi, tetapi tangannya tertahan oleh genggaman tangan Lionel.
“Jo,” panggil Lionel yang merasa tidak dianggap. “Aku bisa membantumu. Kuantarkan kamu ke tempatmu bekerja atau ke manapun itu. Dan untuk urusan mobilmu akan kuminta bantuan asistenku untuk membawanya ke bengkel. Paling tidak kamu bisa fokus pada satu hal pagi ini.”
Lionel memberikan tawaran yang terdengar menarik untuk Joanna karena pagi ini dia sedang ada ujian kompetensi untuk naik level menjadi sekretaris direktur. Waktu yang dimilikinya hanya tinggal setengah jam untuk tiba di kantor.
Setelah berpikir sebentar, Joanna tergiur dengan tawaran pria itu. Dia terpaksa melakukannya. Jangan lupa untuk menggaris bawahi kata terpaksa karena keadaannya yang mendesak.
“Oke, aku akan ikut denganmu, tapi jangan mengambil kesempatan apa-apa.” Joanna menegaskan dari awal karena dia tidak ingin masa lalunya kembali terulang.
Wanita itu mengambil tas dan barang lain dari mobilnya. Tidak lupa juga ia mencabut kunci dan mengunci mobilnya dari dalam agar tidak ada kejadian apa pun. Dia memberikan motivasi terhadap dirinya sendiri agar tidak lagi terdistraksi oleh pria itu.
Lionel berdiri di samping pintu mobil dan ketika dilihat Joanna mendekat, dia membuka pintu pengemudi untuk masuk lebih dulu dan menunggu wanita itu menyusul. Lantas Lionel menjalankan mobil dan menjauh dari lokasi tersebut.
“Kantormu terletak di mana?” tanya Lionel.
“Di High Park Avenue.” Joanna menjawab singkat.
Perjalanan itu dipenuhi dengan keheningan di antara mereka. Joanna memilih untuk diam dan membiarkan kecanggungan tersebut berlangsung lebih lama karena pertemuan terakhir mereka tujuh tahun yang lalu berlangsung dalam kondisi yang tidak baik. Dia melirik arlojinya dan menelan ludah untuk bertahan tidak berbicara selama 15 menit ke depan.
Lionel ingin mencari topik pembicaraan agar mencairkan kecanggungan di antara mereka. Namun, dia menyerah karena sedari tadi setiap pertanyaan hanya dijawab singkat oleh Joanna atau bahkan tidak ditanggapi sama sekali. Lima belas menit yang menyiksa itu berakhir ketika Lionel memarkirkan mobilnya di sebuah bangunan. Joanna segera keluar dari mobil pria itu.
“Jo,” panggil Lionel setelah Joanna menutup pintunya dan dia membuka jendela.
Wanita itu menoleh saat mendengar namanya dipanggil dan otomatis menyahut, “Ya?”
“Tinggalkan kunci mobil dan nomor ponselmu. Aku akan mengurus mobilmu,” pinta Lionel.
Joanna terlihat kesal dengan sikap Lionel yang sok perhatian seperti itu. Akan tetapi, entah mengapa dia tetap melakukan apa yang pria itu minta. Dia mengambil kunci mobil dan kartu namanya, lalu memberikannya kepada lelaki yang sudah membantunya itu. Joanna segera berlari meninggalkan Lionel ketika waktu yang tersisa kurang dari 10 menit.
Dia masih sempat melihat pria itu pergi dengan membawa mobil menjauh dari gedung tempatnya berada. Kemudian Joanna kembali bergegas masuk untuk mengikuti ujian kompetensi.
Seraya duduk di kursinya, Joanna mendesah lelah, dan bergumam sendiri, “Kenapa aku harus ketemu lagi denganmu lagi, Lio?”
“Hey, Anna! Kau melamun?” seru Elise memanggil Joanna yang sedari terlihat termenung.“Maaf, Lis. Ada apa?” sahut Joanna yang masih sedikit linglung. Dia masih memiikirkan ujian yang baru saja dilakukannya.“Kamu khawatir ujianmu tidak lolos lagi? Ayolah, jangan pesimis dulu.” Elise adalah teman yang selalu memberinya semangat jika dia sedang sedih.Joanna hanya menggeleng sambil tersenyum lalu kembali ke pekerjaannya sebagai sekretaris umum. Salah satu hal yang membuatnya mengikuti ujian sertifikasi adalah agar dia bisa ditugaskan menjadi sekretaris dengan jabatan yang lebih tinggi dan tentunya mendapatkan gaji yang lebih besar. Tidak seperti sekarang, wanita itu masih berpindah-pindah bagian sesuai posisi yang kosong.Kemudian, Joanna teringat akan mobilnya yang entah bagaimana nasibnya. Saking terburu-burunya dia lupa tidak meminta kartu nama pria itu. Meski dia yang sudah memberikan kartu nama dan nomor ponselnya, tetapi Joanna harus menunggu pria itu mengirim pesan kepadanya lebi
“Hah. Tanner?” desis Joanna yang tidak yakin akan pendengarannya. “Lionel James Tanner adalah putra Franklin Tanner?”Namun, semua keraguan dan rasa penasaran itu hilang begitu melihat sosok laki-laki yang sedari kemarin telah menolongnya sedang berdiri di atas panggung. Wajah Joanna menjadi pias dan tanpa sadar ia telah menahan napas.‘Jadi, selama ini hidupku masih saja berhubungan dengan Tanner? Argh,’ erang Joanna hanya dalam hati.Saat Elise menepuk bahu Joanna, dia menghembuskan napas yang sedari ditahannya.“Kamu kenapa, Anna? Capek berdiri? Mau pergi dari sini?” Elise merasa temannya terlihat tidak baik-baik saja. Bibirnya yang kehilangan warna darah membuatnya khawatir.“Ah, aku tidak apa-apa. Aku hanya kaget dengan pimpinan kita yang baru. Itu saja- ya itu saja,” balas Joanna lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri. Ia tersenyum canggung.Elise pun memilih untuk tetap di samping temannya itu, dan mulai memperhatikan sambutan yang disampaikan oleh pimpinan baru mereka. Sement
“Buka pintunya!” teriak Joanna kali ini lebih keras.Wanita itu semakin panik, sementara Lionel terkejut melihat seorang bocah laki-laki memanggil Joanna dengan sebutan ibu dan membuat wanita itu gelisah. Akhirnya ia membuka pintu sesuai permintaan Joanna. Lionel melihat sekretarisnya menghampiri bocah kecil itu dan cepat mengajaknya masuk ke dalam. Saking paniknya Joanna, pria itu jadi tidak fokus melihat wajah si bocah.Karena pintu rumah sekretarisnya tidak terbuka lagi, Lionel memutuskan untuk pergi dari sana. Entah bagaimana caranya dia sampai di hotelnya dengan selamat, saking terkejutnya dia dengan kenyataan bahwa Joanna sudah memiliki anak.Sementara itu, Joanna meminta kedua putranya untuk berkumpul di ruang tamu. Dia khawatir apabila Lionel sempat melihat putranya. Kedua putranya yang berusia 6 tahun itu menurut dan menunggu di ruang tamu sementara ibunya selesai mandi.“Dengar, kalian berdua, lain kali jika sudah malam jangan keluar rumah sembarangan seperti tadi,” tegur Jo
“Apa??” Lionel terkejut dengan permintaan ayahnya.“Iya, Tuan. Menikah dengan wanita yang fotonya ada di dalam amplop ini, atau sisa warisan ayah anda akan disumbangkan kepada yayasan yang sudah dipilih. Waktu yang diberikan ayah anda adalah satu tahun sejak anda menerima foto tersebut. Hanya itu yang bisa saya sampaikan. Saya permisi,” pamit pengacara itu setelah menyerahkan amplop tersebut.Lionel masih termenung dan tidak bergerak dari posisinya. Saat Jeff menghampirinya, baru dia berdiri dan menyimpan amplop itu di laci kedua ruang kerja ayahnya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dijadikan syarat oleh ayahnya.“Maaf, Tuan, mengganggu istirahat anda, tetapi ini laporan yang harus anda periksa dan tanda tangani untuk kerja sama dengan Soft Game Inc karena sudah tertahan selama tiga hari kemarin.” Jeff meletakkan dokumen tersebut di meja kerja. Dia meninggalkan tuannya sendirian karena dia masih berkabung."Baiklah, terima kasih, Jeff. Untuk sementara, kamu gantikan aku berada
“Gak mungkin! Ini gak mungkin.” Lionel tidak terima dengan isi surat itu. Lionel yakin jika dirinya tidak mungkin memiliki anak karena dia selalu bermain aman. Namun, foto-foto itu mengaburkan keyakinannya. Dia mengirim pesan kepada Jeff untuk menjemputnya besok di rumah ayahnya. Ya, pria itu sekarang sudah menempati rumah ayahnya karena diminta oleh pengacara ayahnya.**Di kediaman lain, kedua putra Joanna sedang mengerjakan tugas sekolah malam itu. Mereka tampak serius karena seharian ini mereka bermain di taman bermain dekat rumah mereka. Joanna menatap sendu kedua putranya dari kursi makan tempatnya duduk. Dia merasa bersalah kepada keduanya karena telah membuat mereka tidak memiliki figur ayah. Namun, wanita itu juga tidak ingin kedua putranya mengalami penolakan sepertinya jika ayah mereka tahu. Dulu pernah, saat mereka di usia 4 tahun, Galaxy bertanya mengapa tidak pernah terlihat sosok ayah. Ketika ditanya alasan, bocah kecil itu menjawab dengan polosnya bahwa dia ingin di
“Berikan datanya padaku, Jeff!” seru Lionel menutup panggilan itu.Lalu dia memeriksa tempat-tempat yang sudah dikirim oleh Jeff. Lokasi tersebut berada di lokasi yang berbeda dengan jarak yang berbeda pula. Lionel memilih tempat yang paling dekat dulu dan yang paling jauh dia minta asistennya untuk memeriksa di sana.Tanpa kata, pria itu melangkah dengan kakinya yang panjang untuk menuju tempat itu karena matahari belum berada di atas kepalanya.**Galaxy keluar dari halaman sekolahnya setelah bel berbunyi menandakan istirahat. Dia selalu bermain bersama dengan teman-temannya. Untuk Galen, dia tipe anak yang lebih pendiam dan belajar di perpustakaan. Jadi, anak kedua Joanna memilih untuk bermain dengan yang lain daripada saudaranya sendiri.Saking kencangnya Galaxy berlari, dia terjatuh karena tersandung saat keluar gerbang sekolah bersama teman-temannya.“Kamu baik-baik aja, Nak?” tanya seorang pria yang membantunya
“Whiterloom? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.” Lionel menggumam selama mengendarai untuk menuju ke kantor. Dua hari sudah pria itu absen dari kantor hanya untuk memenuhi permintaan ayahnya yang sebenarnya tidak masuk akal. Jika memang Lionel memiliki anak maka dia bisa memberikan biaya hidup untuk putranya asalkan tidak perlu menikah. Tiba di kantor, dia langsung menuju ke ruangannya dan memanggil Jeff untuk bertanya mengenai sesuatu. Pikirannya hanya terfokus pada satu nama saat ini. “Ya, Tuan?” “Jeff, bantu aku meningat nama Whiterloom? Sepertinya aku familiar, tetapi aku tidak bisa berpikir saat ini.” Jeff mengerutkan dahinya dan mencoba mengingat lalu dia tersenyum. “Tuan, itu adalah nama milik Joanna Whiterloom.” Lionel tercengang mendengar hal itu. ** Suasana hati Joanna sangat gelisah. Ada yang mengganjal di dalam hatinya dan dia tidak mengerti akan ada kejadian apa. Namun, dia berusaha tetap berkonsentrasi terh
“Gak mungkin. Mommy bilang kalo daddy sudah meninggal,” gumam Galen lirih. Saat Joanna selesai menghidangkan makan malam untuk mereka bertiga, kedua putranya diam dan tidak ada obrolan di antara mereka. Padahal biasanya mereka selalu bercanda dan itu aneh bagi ibunya. Namun, Joanna pikir akan bertanya setelah mereka makan malam agar bisa berdebat dalam keadaan tenang. Berbagai macam pertanyaan mampir di otaknya membuat dia tidak siap dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh kedua putranya. Apalagi kemarin Galaxy sudah menyinggung masalah ayah mereka. Pastinya putra bungsunya sudah bercerita ke saudaranya karena mereka tidak pernah menyimpan rahasia satu sama lain. “Mommy, ada yang ingin kita tanyain,” ucap Galen mencegah Joanna pergi dari meja makan usai mereka makan. Joanna menjadi gugup karena jika Galen yang sudah seperti itu dia tidak akan bisa menghindar. Jangan-jangan Galaxy sudah bercerita tentang obrolan mereka semalam. Di