LauraAku sedang memberi Suzy beberapa anjuran tentang peran seorang ibu, memberitahunya apa yang harus dan tidak boleh dia lakukan dan bagaimana cara mengasuh seorang bayi.“Kalau bisa, sewa profesional khusus untuk menemanimu selama beberapa minggu pertama. Semua pengasuhan itu amat sangat diperlukan,” kataku padanya. Aku menjadi teringat ketika aku baru menjadi seorang ibu dan tidak memiliki bantuan untuk membantuku mengasuh bayiku dan aku harus menjalani semuanya seorang diri. Aku tidak ingin Suzy melalui sedikit pun dari apa yang telah kulalui, jadi aku bersedia membantunya dalam semua hal ini.“Tama bilang dia akan menyewa pengasuh untuk membantuku. Dia juga bilang dia mau membelikan rumah supaya aku bisa tinggal bersama Emy,” katanya sambil memutar bola mata.Aku menelan ludah sambil membetulkan posisi dudukku, merasa sedikit tidak nyaman dengan berita itu. Aku yakin ada keterlibatan mantan suamiku di balik keseluruhan cerita ini. “Itu agak aneh,” komentarku.“Apakah menuru
Laura“Bolehkah aku menebak siapa yang sedang kamu pikirkan? Kamu sedang memikirkan pacarmu, ‘kan?” kata Suzy dengan senyuman mencurigakan.Memang benar bahwa pikiranku sedang ke mana-mana. “Pacar …. Aku bahkan tidak tahu apakah aku masih memiliki pacar, Suzy,” kataku padanya sambil menghela napas sedih.“Apa yang terjadi, Lau? Astaga. Apakah dia mengecewakanmu? Untunglah aku tidak pernah menyukai orang Jawa!” Dia tiba-tiba menyinggung seluruh suku hanya untuk menghiburku.Aku tertawa lemah dan menggelengkan kepalaku. “Dia tidak melakukan hal-hal seperti itu, Suzy. Gideon itu orang yang sangat baik. Dia hanya meneleponku pagi ini, dan yah, kurasa dia menjadi gelisah ketika aku memberitahunya mengenai Jason dalam hariku yang rumit kemarin,” kataku padanya, teringat bahwa Gideon telah mematikan teleponnya. Dia pasti merasa terganggu ketika mengetahui bahwa aku telah menghampiri Jason seperti itu.“Aku bisa memahami sudut pandangnya, tapi kemarin adalah pengecualian. Aku tidak menger
Laura“Aku akan memberimu sebuah tawaran sekarang,” kata Gideon. “Bagaimana kalau kamu ikut denganku dan tinggal bersamaku di Surabaya? Peluang-peluang baru akan terbuka untukmu di sana, ada keamanan yang terjamin untuk membesarkan seorang anak, dan yang terpenting, kamu akan terbebas dari godaan Jason Santoso.”Mulutku menganga lebar setelah dia mengucapkan kata-kata itu. Aku tertegun karena, dari awal, aku tidak pernah berpikir akan tinggal jauh dari Jakarta, apalagi di provinsi lain. Namun, seharusnya aku sudah menduganya karena aku berpacaran dengan pria yang berasal dari provinsi lain. Cepat atau lambat, dia akan membuat tawaran seperti ini.“Kenapa kamu terlihat sangat terkejut? Surabaya itu keren, tahu?” katanya sambil menatapku dengan senyuman kecil.“Astaga, kamu benar-benar cemburu, ya, Gideon? Kamu melakukan semua ini supaya Jason tidak bertemu denganku?” komentarku sambil mengerang.Dia tertawa. “Iya, kamu benar,” katanya sambil menatapku dengan tatapan jahil.“Oh, ya
LauraAku tertegun oleh ketidaksopanan perkataan pria itu. “Apa? Aku sedang berbicara dengan putriku, tolong berikan ponselnya kepada dia,” pintaku.“Pertama-tama, bicaralah denganku. Apakah kamu berencana memisahkanku dari putriku, hah?” tanyanya dengan nada menuduh. “Apakah kamu ingin tinggal di Surabaya bersama Nalendra, si b*jingan biasa-biasa saja itu, dan membawa putriku bersamamu? Sudah kuperingati kamu tidak akan bisa memisahkan aku dari putriku, Laura Tanusaputera!” ocehnya.Aku hampir kehabisan napas. “Bagaimana kamu bisa tahu itu?” gumamku. Belum dua jam berlalu sejak Gideon dan aku membicarakan hal ini dan dia sudah mengetahuinya? Ditambah, dengan cara yang salah.“Aku berusaha sebaik mungkin untuk mengetahuinya, tapi itu tidak penting lagi sekarang. Jika kamu ingin menghancurkan hidupmu di perusahaan si b*rengsek menyebalkan itu, maka pergilah, Laura. Lagi pula, kamu adalah wanita yang bebas, bukan? Namun, jangan bawa putriku dalam petualanganmu. Putriku hanya berumur
SuzyEsok harinya, ketika aku bisa meninggalkan rumah sakit dan pulang ke rumah, Tama membawa putriku dan aku ke rumah yang telah dia belikan untuk kami. Itu adalah tempat yang sangat nyaman dan terdapat taman indah dan angin yang sejuk. Rumah itu sudah cukup lengkap dan ruangannya sudah bagus untuk ditinggali. Dia juga memenuhi janjinya ketika dia bilang dia akan menyewa profesional untuk membantuku, jadi dia menyewa perawat, pengasuh, pembantu rumah tangga, dan bahkan sopir yang bisa mengantarku bepergian. Jadi, ketika aku meninggalkan rumah sakit, aku tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa selain mengasuh putriku dan menjaga kesehatanku.Ketika Clara dipulangkan dari rumah sakit, aku mengundangnya untuk tinggal bersamaku, terutama karena flat tempatnya tinggal di Tangerang Selatan sudah disewakan untuk orang lain. Aku membuka pintu untuknya begitu dia tiba di rumah baruku.“Selamat datang di rumah baruku!” kataku padanya dengan semangat.“Wah, Suzy, tempat ini indah—Besar sekali! K
SuzySekarang Clara dan aku sedang duduk di ruang tengah. Putriku sedang tertidur di pangkuanku seraya aku menidurkannya kembali, menjaganya dengan hati-hati karena dia masih sangat lemah karena dia hanya berumur satu minggu.Clara sedang merokok di dekatku seraya kami merokok dan membicarakan omong kosong. “Namun, apakah benar kalian benar-benar tidak pernah tidur bersama lagi? Apakah benar kamu hanya pernah tidur bersama dia sekali saja? Si miliarder itu terus bilang tidak, tapi kamu tahu kita tidak bisa memercayai laki-laki,” katanya, masih jahil.“Namun, dia benar. Setidaknya, mengenai hal itu dia benar,” jawabku.”Kenapa? Aku tidak paham kenapa kalian berdua sangat ragu-ragu. Wah, bukankah mustahil tidak ada ketegangan seksual di antara kalian? Wah, tidak terjadi apa-apa?” desaknya, terlihat geram.”Apakah ada ketegangan seksual di antara Tama dan aku? Entahlah. Aku selalu marah padanya, jadi aku tidak tahu,” jawabku sambil meminum jusku.“Wah, Suzy. Apakah kamu ingin dia be
SuzyBeberapa hari kemudian, di siang yang hangat, aku mendapatkan kunjungan dari Laura bersama putrinya. Aku benar-benar harus bersiap untuk menyambut mereka karena aku ingin dia mendapatkan kesan bahwa kehidupanku yang baru di rumah baruku berjalan dengan baik. Setelah dia banyak membantuku, dia pantas melihatku dalam keadaan yang baik dan stabil yang akan membuatnya merasa bangga terhadapku.”Wah, tempat ini bagus sekali,” katanya setelah memelukku dan memberiku selamat lagi atas kelahiran putriku.”Terima kasih, Lau. Aku senang kamu menyukainya,” jawabku, benar-benar senang mendengar pujiannya.”Bolehkah aku melihat bayimu, Suzy?” tanya Anna dengan penasaran seolah-olah dia belum pernah melihat bayiku.Aku berjongkok supaya bisa berbicara dengannya. “Tentu saja kamu boleh melihatnya, sayang. Dia adalah sepupu kecilmu. Kamu harus menjaganya dan menghujaninya dengan banyak kasih sayang,” kataku padanya dengan senyuman yang lembut dan manis.”Hore! Ini luar biasa,” katanya denga
SuzyMalam itu hujan turun dan tiba-tiba aku melihat Tama memarkirkan mobilnya di depan rumahku. Dia turun dari mobil dan berlari ke pintu depan rumahku. Aku beranjak membukakan pintu untuknya.”Astaga! Aku terjebak hujan dalam perjalanan kemari,” katanya sambil melepaskan jaketnya dan menggantungkannya di gantungan di sampingnya di pintu masuk rumahku.”Kukira kamu tidak akan datang lagi,” kataku padanya. Dia telah meneleponku sebelumnya dan memberitahuku bahwa dia akan datang untuk menemui Emy hari ini, jadi aku tidak merasa aneh ketika dia datang.”Aku terpaksa lembur. Kukira aku bisa tiba di sini tanpa terjebak hujan,” jelasnya sambil melambaikan tangannya. “Omong-omong, di mana Emy? Aku ingin menciumnya,” katanya, sudah beranjak menuju tangga.”Kurasa kamu sebaiknya mengeringkan dirimu dulu. Seharusnya kamu memarkirkan mobilmu lebih dekat. Biar kuambilkan handuk,” kataku. Aku pun beranjak ke kamar mandi terdekat dan mengambil handuk.“Maaf,” jawabnya, meraih handuknya, lalu
Suzy Allen Musim kemarau Jakarta menyebar ke mana-mana, tapi cuacanya tidak dingin maupun panas. Aku sedang memandang pemandangan yang tidak menarik melalui jendela ruang tunggu penjara kota itu. Bahkan, pemandangan di luar hanyalah sebuah titik buta. Benakku melayang begitu jauh selagi aku merokok dengan gugup. Terlalu banyak hal yang dipertaruhkan bagiku untuk bahkan melemaskan otot-ototku.Berminggu-minggu telah berlalu sejak aku meninggalkan putriku pada Tama dan istrinya. Sejak saat itu, aku belum bisa tidur dengan damai. Mimpi buruk mengerikan tentang Emy menghantuiku setiap malam. Rasanya seolah-olah anak itu sudah mati dan menghantuiku dalam sosok hantu jahat.Dia selalu menyalahkan aku karena telah membuatnya sakit dan meninggalkannya. Dia mengharapkan hal-hal buruk untukku dan berharap aku akan menderita. Itu sangat menggangguku sehingga aku harus hidup dengan obat-obatan. Gadis yang telah kulahirkan adalah mimpi terburukku.“Nona Allen.” Aku mendengar seseorang memanggi
LauraSepanjang perjalanan pulang, Anna menceritakan pada kami apa yang terjadi selama tujuh hari terakhir. Dia tinggal di rumah Keluarga Kusuma dan tampaknya bersenang-senang dengan anak-anak mereka.“Itu menyenangkan sekali! Abel dan aku bermain dengan bayi-bayi sebelum tidur. Mereka menggemaskan sekali! Hansel itu bayi yang menggemaskan dan Emy suka tidur,” katanya dengan bersemangat.“Untunglah kamu bersenang-senang di sana, sayangku.” Aku membetulkan rambutnya sambil tersenyum.“Em, tampaknya Keluarga Kusuma hampir mencuri putri kami dari kami. Karena kamu senang tinggal di rumah Keluarga Kusuma, apakah kamu tidak keberatan menghabiskan waktu bersama kami sekarang, tuan putri?” tanya Jason dengan cemburu.“Tentu saja aku akan tinggal denganmu, dasar konyol.” Gadis itu memeluk lengan ayahnya. “Aku amat sangat merindukan kalian.”“Keluarga Kusuma memang luar biasa, tapi Anna tidak akan menukar kita untuk siapa pun. Kamu tidak perlu cemburu. Benar, ‘kan, sayang?” kataku dengan
Laura“Mama Papa! Kalian sudah kembali!” panggil Anna pada kami seraya dia berlari menghampiri kami di bandara. Jason dan aku baru saja tiba dan hal pertama yang kami dapatkan adalah pelukan yang dalam dan hangat dari putri kami.“Astaga, sayang. Kami sangat merindukanmu,” kataku seraya aku mengusap punggungnya. Dengan lengan kecilnya melingkari leherku dan lengannya yang lain melingkari leher ayahnya, kami berdua harus berlutut supaya bisa memeluknya dengan benar.“Untunglah kalian sudah kembali. Fia bilang kalian berdua perlu berlibur, tapi kalian akan pulang nanti,” katanya sambil memandang kami dengan senyuman lebar. Dia sangat menggemaskan.“Iya, Fia benar, tapi kita sudah pulang,” kata Jason sambil menepuk kepala putrinya. “Bagaimana kabarmu? Apakah kamu bersikap dengan baik di rumah Keluarga Kusuma?”“Iya, aku bersikap dengan baik. Aku hanya kehilangan satu gigi,” jawabnya sambil menunjuk giginya yang tanggal.“Oh, itu normal, sayang. Anak-anak seumuranmu pasti akan kehila
LauraJason dan aku sedang tinggal di pulau cinta yang mana segala hal begitu sempurna bagi jiwa kami. Tempat itu luar biasa dan menyegarkan, tapi karena kebahagiaan tidak selalu bertahan selamanya, ketika kami terbangun pagi itu, kami tahu hari ini adalah hari ketujuh. Kami melakukan rutinitas kecil kami yang kami lakukan satu pekan ini sambil berpura-pura seolah-olah tenggat waktunya tidak ada di ambang pintu.Jason sedang berada di area kolam sekarang, hanya duduk di kursi santai, memandang pemandangan pagi dengan raut wajah murung. Aku menghampirinya dengan dua gelas anggur dan duduk di sampingnya, menyerahkan anggur itu padanya.Dia tersenyum padaku, menerima gelasnya. “Terima kasih.”Aku menyesap anggur itu sambil menikmati pemandangan. “Di sini indah sekali. Rasanya seperti disihir,” komentarku sambil tersenyum. Tempat itu benar-benar tidak dihuni karena, selama kami tinggal di sini selama berhari-hari, kami tidak melihat satu pun manusia ataupun hewan besar. Itu pasti adala
LauraDia dan aku sedang memandang satu sama lain dengan dalam sambil membelai satu sama lain. “Kapan kamu menyadari bahwa kamu mencintaiku? Kapan itu terjadi?” tanyaku, ingin mengetahui sesuatu yang sangat intim pada saat itu yang sangat penting bagiku.Aku telah menghabiskan seluruh waktuku, menunggunya untuk akhirnya mencintaiku karena dia tidak menikahiku karena cinta, tapi Jason tidak pernah mengatakan padaku bahwa dia mencintaiku ketika dia dan aku masih menikah. Namun, sekarang, berjarak lima tahun, dia bilang dia mencintaiku setiap kali ada kesempatan. Itu membuatku penasaran kapan dia akhirnya menyadari bahwa dia mencintaiku.Dia melemparkan kepalanya sedikit dan tertawa terbahak-bahak. “Apakah kamu benar-benar ingin mengetahuinya?”Aku mengangguk. “Aku hanya ingin tahu kapan kamu mulai mencintaiku.”Dia sedang membelai wajahku sekarang. “Kenyataannya adalah aku selalu mencintaimu sedari dulu, Laura. Namun, aku harus kehilangan dirimu dulu untuk menyadarinya,” katanya, ma
LauraSiang itu, Jason dan aku bermain di air laut yang dingin seakan-akan kami adalah dua anak-anak tanpa kekhawatiran sedikit pun. Saat-saat yang bisa kumiliki dengannya sangat berharga. Tawa muncul dengan begitu mudah dan sentuhan dilakukan tanpa rasa takut. Aku terus-menerus mengingat saat-saat ketika cintaku padanya bersemi untuk pertama kalinya, di umur yang naif, ketika yang kuinginkan hanyalah dia.Jason meletakkanku di punggungnya dan berenang denganku bergantung ke lehernya, menggunakan tubuhnya sebagai pelampung. Terkadang dia akan menjatuhkan aku ke air dan aku akan melempar air padanya. Kami terus berenang di sana hingga kaki dan tangan kami tidak kuat lagi dan telapak tangan kami menjadi keriput karena terlalu banyak kontak dengan air.Ketika kami meninggalkan laut, hari sudah hampir malam. Dia dan aku berjalan kembali ke rumah pantai, berpelukan karena kami tidak ingin terpisah.“Aku benar-benar harus lebih sering melakukan ini,” komentarku seraya dia dan aku beranja
LauraKILAS BALIKBeberapa saat kemudian, aku berjalan menyusuri taman rumah besar Santoso di Bekasi dengan Rosa di sampingku. Kami sedang membicarakan kebodohan wanita selagi dia dan aku membentuk ikatan karena dia adalah ibu Jason dan aku akan menjadi istri Jason. Kami perlu terbiasa dengan satu sama lain dan itu tidak sulit bagiku.“Hm, jadi maksudmu kamu bertemu dengannya di kampus dan memiliki romansa klise sebelum dia memintamu menikah dengannya?” tanyanya, setengah mengejek.“Iya, kami bertemu di kampus, tapi tentang klise itu, kurasa kamu tahu bahwa sebenarnya tidak begitu, Rosa,” jawabku sambil tertawa kecil.Dia memutar bola matanya, masih bercanda. “Tentu saja aku tahu. Jason itu tidak normal. Aku mengenal anak laki-laki yang kulahirkan.” Dia menggelengkan kepalanya seakan-akan dia mengetahui semua eksploitasi putranya dan tidak merendahkan.“Itu jadi membuatku yakin lagi. Untunglah kamu sadar terhadap situasinya,” komentarku sambil tersenyum kecil dan kemudian memanda
LauraKILAS BALIKJadi, Jason membawaku ke Bekasi, tempatku bertemu dengan keluarganya. Seperti yang diduga, ibunya adalah wanita yang manis, sangat penyayang dan perhatian sehingga aku ingin menjadi dekat dengannya. Dia tidak membuatku merasa aneh atau seperti ikan yang berada di luar air. Malah sebaliknya, aku merasa disambut dan dihargai oleh kedua wanita di dalam hidup Jason, yaitu ibunya dan neneknya.“Hidangan ini luar biasa, Rosa. Selamat,” kataku, memuji makanannya dengan senyuman manis. Ibu mertuaku telah mempersiapkan hidangan indah yang dimasak sendiri dengan penuh cinta dan perhatian karena dia ingin menyenangkan aku. Itu berarti segalanya bagiku.“Aduh, terima kasih banyak, cantikku. Untunglah kamu menyukainya,” katanya sambil tersenyum konyol mendengar pujian itu. “Jason pilih-pilih makanan, jadi dia jarang memuji masakanku. Untunglah setidaknya kamu berbeda dengannya.” Dia tertawa, dengan pelan menarik telinga putranya dan membuatnya mengernyit.“Duh, Rosa,” kata Ka
LauraKILAS BALIK“Karena kamu sudah berjanji pada ibuku, apakah kamu masih berpikir untuk menolak ajakanku?” tanya Jason, memasukkan ponselnya kembali ke dalam sakunya.Aku menghela napas pasrah sambil tersenyum. “Sebenarnya, akan menyenangkan bertemu dengannya,” jawabku, benar-benar menginginkan itu. Jason telah mengejutkanku dengan menelepon ibunya dengan sangat tiba-tiba, tapi aku tidak dapat menjelaskan bagaimana berbicara dengan Rosa telah membuatku merasa lebih tenang. Tampaknya dia adalah wanita periang yang tidak akan bersikap arogan padaku atau merendahkan aku karena aku berasal dari realitas yang berbeda dari mereka. Jadi, aku ingin bertemu dengannya dan melaksanakan pernikahannya.“Hm, kalau begitu sebaiknya kita segera mengemasi barang-barangmu, benar? Di mana kamarmu?” tanyanya, sudah beranjak menyusuri lorong rumah kecil bibiku.“Ya ampun … di sana,” kataku sambil menunjuk ke arah yang benar.“Ruangan tuan putri, ya,” komentarnya sambil terkekeh ketika dia melihat