LauraâBolehkah aku menebak siapa yang sedang kamu pikirkan? Kamu sedang memikirkan pacarmu, âkan?â kata Suzy dengan senyuman mencurigakan.Memang benar bahwa pikiranku sedang ke mana-mana. âPacar âĶ. Aku bahkan tidak tahu apakah aku masih memiliki pacar, Suzy,â kataku padanya sambil menghela napas sedih.âApa yang terjadi, Lau? Astaga. Apakah dia mengecewakanmu? Untunglah aku tidak pernah menyukai orang Jawa!â Dia tiba-tiba menyinggung seluruh suku hanya untuk menghiburku.Aku tertawa lemah dan menggelengkan kepalaku. âDia tidak melakukan hal-hal seperti itu, Suzy. Gideon itu orang yang sangat baik. Dia hanya meneleponku pagi ini, dan yah, kurasa dia menjadi gelisah ketika aku memberitahunya mengenai Jason dalam hariku yang rumit kemarin,â kataku padanya, teringat bahwa Gideon telah mematikan teleponnya. Dia pasti merasa terganggu ketika mengetahui bahwa aku telah menghampiri Jason seperti itu.âAku bisa memahami sudut pandangnya, tapi kemarin adalah pengecualian. Aku tidak menger
LauraâAku akan memberimu sebuah tawaran sekarang,â kata Gideon. âBagaimana kalau kamu ikut denganku dan tinggal bersamaku di Surabaya? Peluang-peluang baru akan terbuka untukmu di sana, ada keamanan yang terjamin untuk membesarkan seorang anak, dan yang terpenting, kamu akan terbebas dari godaan Jason Santoso.âMulutku menganga lebar setelah dia mengucapkan kata-kata itu. Aku tertegun karena, dari awal, aku tidak pernah berpikir akan tinggal jauh dari Jakarta, apalagi di provinsi lain. Namun, seharusnya aku sudah menduganya karena aku berpacaran dengan pria yang berasal dari provinsi lain. Cepat atau lambat, dia akan membuat tawaran seperti ini.âKenapa kamu terlihat sangat terkejut? Surabaya itu keren, tahu?â katanya sambil menatapku dengan senyuman kecil.âAstaga, kamu benar-benar cemburu, ya, Gideon? Kamu melakukan semua ini supaya Jason tidak bertemu denganku?â komentarku sambil mengerang.Dia tertawa. âIya, kamu benar,â katanya sambil menatapku dengan tatapan jahil.âOh, ya
LauraAku tertegun oleh ketidaksopanan perkataan pria itu. âApa? Aku sedang berbicara dengan putriku, tolong berikan ponselnya kepada dia,â pintaku.âPertama-tama, bicaralah denganku. Apakah kamu berencana memisahkanku dari putriku, hah?â tanyanya dengan nada menuduh. âApakah kamu ingin tinggal di Surabaya bersama Nalendra, si b*jingan biasa-biasa saja itu, dan membawa putriku bersamamu? Sudah kuperingati kamu tidak akan bisa memisahkan aku dari putriku, Laura Tanusaputera!â ocehnya.Aku hampir kehabisan napas. âBagaimana kamu bisa tahu itu?â gumamku. Belum dua jam berlalu sejak Gideon dan aku membicarakan hal ini dan dia sudah mengetahuinya? Ditambah, dengan cara yang salah.âAku berusaha sebaik mungkin untuk mengetahuinya, tapi itu tidak penting lagi sekarang. Jika kamu ingin menghancurkan hidupmu di perusahaan si b*rengsek menyebalkan itu, maka pergilah, Laura. Lagi pula, kamu adalah wanita yang bebas, bukan? Namun, jangan bawa putriku dalam petualanganmu. Putriku hanya berumur
SuzyEsok harinya, ketika aku bisa meninggalkan rumah sakit dan pulang ke rumah, Tama membawa putriku dan aku ke rumah yang telah dia belikan untuk kami. Itu adalah tempat yang sangat nyaman dan terdapat taman indah dan angin yang sejuk. Rumah itu sudah cukup lengkap dan ruangannya sudah bagus untuk ditinggali. Dia juga memenuhi janjinya ketika dia bilang dia akan menyewa profesional untuk membantuku, jadi dia menyewa perawat, pengasuh, pembantu rumah tangga, dan bahkan sopir yang bisa mengantarku bepergian. Jadi, ketika aku meninggalkan rumah sakit, aku tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa selain mengasuh putriku dan menjaga kesehatanku.Ketika Clara dipulangkan dari rumah sakit, aku mengundangnya untuk tinggal bersamaku, terutama karena flat tempatnya tinggal di Tangerang Selatan sudah disewakan untuk orang lain. Aku membuka pintu untuknya begitu dia tiba di rumah baruku.âSelamat datang di rumah baruku!â kataku padanya dengan semangat.âWah, Suzy, tempat ini indahâBesar sekali! K
SuzySekarang Clara dan aku sedang duduk di ruang tengah. Putriku sedang tertidur di pangkuanku seraya aku menidurkannya kembali, menjaganya dengan hati-hati karena dia masih sangat lemah karena dia hanya berumur satu minggu.Clara sedang merokok di dekatku seraya kami merokok dan membicarakan omong kosong. âNamun, apakah benar kalian benar-benar tidak pernah tidur bersama lagi? Apakah benar kamu hanya pernah tidur bersama dia sekali saja? Si miliarder itu terus bilang tidak, tapi kamu tahu kita tidak bisa memercayai laki-laki,â katanya, masih jahil.âNamun, dia benar. Setidaknya, mengenai hal itu dia benar,â jawabku.âKenapa? Aku tidak paham kenapa kalian berdua sangat ragu-ragu. Wah, bukankah mustahil tidak ada ketegangan seksual di antara kalian? Wah, tidak terjadi apa-apa?â desaknya, terlihat geram.âApakah ada ketegangan seksual di antara Tama dan aku? Entahlah. Aku selalu marah padanya, jadi aku tidak tahu,â jawabku sambil meminum jusku.âWah, Suzy. Apakah kamu ingin dia be
SuzyBeberapa hari kemudian, di siang yang hangat, aku mendapatkan kunjungan dari Laura bersama putrinya. Aku benar-benar harus bersiap untuk menyambut mereka karena aku ingin dia mendapatkan kesan bahwa kehidupanku yang baru di rumah baruku berjalan dengan baik. Setelah dia banyak membantuku, dia pantas melihatku dalam keadaan yang baik dan stabil yang akan membuatnya merasa bangga terhadapku.âWah, tempat ini bagus sekali,â katanya setelah memelukku dan memberiku selamat lagi atas kelahiran putriku.âTerima kasih, Lau. Aku senang kamu menyukainya,â jawabku, benar-benar senang mendengar pujiannya.âBolehkah aku melihat bayimu, Suzy?â tanya Anna dengan penasaran seolah-olah dia belum pernah melihat bayiku.Aku berjongkok supaya bisa berbicara dengannya. âTentu saja kamu boleh melihatnya, sayang. Dia adalah sepupu kecilmu. Kamu harus menjaganya dan menghujaninya dengan banyak kasih sayang,â kataku padanya dengan senyuman yang lembut dan manis.âHore! Ini luar biasa,â katanya denga
SuzyMalam itu hujan turun dan tiba-tiba aku melihat Tama memarkirkan mobilnya di depan rumahku. Dia turun dari mobil dan berlari ke pintu depan rumahku. Aku beranjak membukakan pintu untuknya.âAstaga! Aku terjebak hujan dalam perjalanan kemari,â katanya sambil melepaskan jaketnya dan menggantungkannya di gantungan di sampingnya di pintu masuk rumahku.âKukira kamu tidak akan datang lagi,â kataku padanya. Dia telah meneleponku sebelumnya dan memberitahuku bahwa dia akan datang untuk menemui Emy hari ini, jadi aku tidak merasa aneh ketika dia datang.âAku terpaksa lembur. Kukira aku bisa tiba di sini tanpa terjebak hujan,â jelasnya sambil melambaikan tangannya. âOmong-omong, di mana Emy? Aku ingin menciumnya,â katanya, sudah beranjak menuju tangga.âKurasa kamu sebaiknya mengeringkan dirimu dulu. Seharusnya kamu memarkirkan mobilmu lebih dekat. Biar kuambilkan handuk,â kataku. Aku pun beranjak ke kamar mandi terdekat dan mengambil handuk.âMaaf,â jawabnya, meraih handuknya, lalu
Jason âJason Santoso! Lama tidak bertemu, bung,â kata Joshua Cahyono dengan sungguh-sungguh ketika dia melihatku menghampiri ruangan tempat dia berada. Aku datang ke klub privat ini karena dia mengundangku untuk menghabiskan waktu di sana karena dia sedang mampir ke Jakarta. Dia ingin mengadakan pesta karena dia akan menikah, tapi pertama-tama, dia ingin bertemu teman-temannya.Aku tertawa dan beranjak untuk memeluknya. âSenang bertemu denganmu lagi, Josh,â jawabku, senang bertemu dengannya. Joshua Cahyono adalah miliarder yang memiliki salah satu distributor anggur terbaik di seluruh negara. Dia adalah salah satu teman dekat ayahku. âKuharap kamu tidak membawa Satria bersamamu,â komentarku, sudah melihat-lihat ke ruangan yang terang dengan permainan, musik yang bagus, dan minuman untuk menghabiskan waktu dan mengobrol. Jika ayahku ada di sana, dia pasti akan menghancurkan suasana hatiku. Aku, yang suasana hatinya tidak baik akhir-akhir ini, tidak ingin memperburuk suasana hatiku.
AnnaAku sedang bersandar di toilet kamar kecil itu, memuntahkan semua yang telah kumakan hari itu. Aku mual dan seluruh tubuhku gemetar, merasa sangat buruk. Aku seharusnya benar-benar tidak minum alkohol sebanyak itu.Lalu, aku mendengar ketukan di pintu bilik. âAn, apakah kamu butuh bantuan?â Itu adalah Panca. Dia berada di sisi lain pintu, mengkhawatirkan aku.âTunggu sebentar. Aku akan keluar,â kataku dengan suara yang tercekat. Aku menyiram toiletnya dan hampir pingsan di lantai. Saat itu sudah pagi. Panca dan aku sedang berada di dalam klub malam, mencoba bersenang-senang. Aku telah memintanya melakukan itu karena aku ingin melupakan masalah-masalah si*lanku, tapi rupanya aku tidak cukup kuat untuk minum alkohol sebanyak itu dalam sekali minum.âKalau kamu butuh aku, teriak saja,â kata Panca lagi. Dia mengkhawatirkan aku.Aku menghela napas berat dan meninggalkan bilik, beranjak ke wastafel untuk mencuci wajahku. âIni adalah kamar kecil wanita. Kamu tidak boleh ada di sini,
LauraAku duduk di ranjangku sambil memandang ponsel di tanganku. Aku sedang menelepon Anna lagi, setelah ratusan panggilan yang kucoba lakukan. Dia menolak menjawab semua panggilan teleponku. Ponsel dia di luar jangkauan, tapi aku tetap menelepon karena jika tidak, aku akan merasa benar-benar tidak berguna.Aku belum melakukan apa-apa sejak Anna pergi. Berhari-hari telah berlalu dan Anna belum pulang. Kami bahkan tidak bisa menemukan dia. Meskipun kami memiliki kuasa dan pengaruh yang besar, itu semua terlihat tidak berguna ketika berurusan dengan menemukan seseorang yang tidak ingin ditemukan. Tampaknya, Anna berusaha keras sekali untuk tidak ditemukan.Aku meletakkan ponselku di pojokan ranjangku dan menghela napas dengan bahu yang merosot ke depan, merasa sangat kehilangan arah. Ini tampaknya terlalu kejam. Cara putriku bertingkah tidak normal, setidaknya tidak bagi anak perempuan yang jatuh cinta dan pada umumnya membuat keputusan buruk atas nama cinta. Anna mungkin mencintai a
AnnaPanca dan aku harus meninggalkan hotel itu karena orang-orang yang dikirimkan ayahku sudah hampir sampai di pintu kami dengan niat untuk menangkap kami.âBagaimana mereka bisa menemukan kita?â tanya Panca, gundah, seraya dia dan aku berlari pergi dari penginapan itu.Aku juga sangat kebingungan. Aku yakin kami tidak meninggalkan apa-apa. Kami berlari dan bersembunyi di balik sebuah gang, melihat bawahan-bawahan ayahku berlari ke arah yang berlawanan tanpa mengetahui bahwa kami ada di balik pojokan itu.âApakan mereka akan kembali?â tanyaku, melihat orang-orang itu menghilang.âJika mereka berhasil menemukan kita di sini, aku yakin mereka akan menemukan kita lagi,â ujar Panca. âSepertinya ada yang kita lewatkan âĶ.â Dia berpikir, lalu dia menoleh ke arahku dan mulai meraba-rabaku.âHei! Apa yang kamu lakukan?â tanyaku, terkejut dengan cara dia merogoh-rogoh tubuhku.âPasti ada GPS pada dirimu. Itu akan menjelaskan segalanya,â katanya, meraih tasku, membuka ritsletingnya, dan
AnnaPanca dan aku berakhir harus pergi ke sebuah penginapan karena saat itu sudah larut malam dan orang-orang yang dikerahkan ayahku tersebar ke seluruh penjuru kota. Kami harus tetap bersembunyi dan menunggu orang-orang itu pergi supaya mereka bisa memberikan kami minuman agar kami bisa melanjutkan perjalanan kami.Ruangan itu biasa saja dengan dekor kasar dan dua kasur di tengah. Karena uang kami menipis, kami tidak bisa pergi ke tempat yang lebih baik. Bukan hanya itu, jika kami melakukan itu, kami bisa menarik perhatian. Begitu kami tiba di sana, Panca langsung mengintip melalui gorden jendela.âBisakah kamu melihat mereka?â tanyaku, masih ketakutan. Ingatan tentang apa yang terjadi di taman masih segar di dalam diriku.âSayangnya tidak,â jawab Panca sambil masih melihat-lihat. âKita berhasil melarikan diri dari mereka. Namun, kita sebaiknya pergi dari kota ini sesegera mungkin.âAku menghela napas sambil mengangguk dan duduk dengan berat di ranjang, merasa lelah dan kehabisa
AnnaâNamaku tidak penting,â jawabnya, dengan ketenangan yang membuatku curiga. âAyahmu menyuruhku untuk menjemputmu. Waktunya pulang.âJantungku berdegup di dalam tulang rusukku. Bagaimana bisa ayahku menemukanku? Panca dan aku telah sangat berhati-hati hingga sekarang, kami tidak meninggalkan banyak petunjuk yang akan membuat dia atau siapa pun menemukan kami dengan mudah, tapi pria yang dikirimkan oleh ayahku ini mengatakan bahwa dia ada di sana untuk menjemputku pulang.âDengar, pasti kamu salah orang, oke? Aku bukan orang yang kamu cari,â kataku pada pria itu, tetap waspada.âAyolah, Nona Santoso,â jawab pria itu. âIkutlah bersamaku. Keluargamu membutuhkanmu.â Dia mengulurkan tangannya dan mencoba menggenggam lenganku, tapi aku dengan cepat menghindarinya, menyembunyikan lenganku di balik tubuhku.âSudah kubilang kamu salah orang. Aku bukan orang yang kamu cari,â kataku lagi, dengan cepat melihat ke arah Panca pergi. Aku telah meminta minum di waktu yang tidak tepat.âUntung
AnnaTamannya terang, disinari oleh ribuan lampu berwarna-warni. Aku melihat-lihat ke sekitar, terkagum oleh tempat itu. Aku tidak pernah pergi ke taman hiburan di malam hari dan suasana yang semarak membuatku seperti sedang berada di dalam film. Panca terlihat sama gembiranya seperti diriku, dengan mata yang berbinar dan senyuman lebar di wajahnya.âJadi, apa rencananya?â tanyanya, menawarkan lengannya untukku seperti seorang tuan.âBianglala,â jawabku dengan cepat. âAku ingin melihat semuanya dari atas!âPanca tertawa dan membuat gestur dramatis dengan tangannya. âSesuai keinginan Anda, Nona An!â candanya. Kami pun beranjak ke arah bianglala.Di samping kami, taman itu sangat ramai. Anak-anak tertawa dan berlari di mana-mana. Seorang penjual berondong jagung, mengenakan topi yang besar dan penuh warna, berteriak untuk menarik lebih banyak pembeli. âBerondong jagung panas, berondong jagung manis, berondong jagung asin! Ayo, ayo, jangan lewatkan!âAku menatap Panca dan tertawa. â
LaylaâAku sedang membicarakan dirimu, Layla,â katanya. âKembalilah padaku.âAku terkekeh skeptis. âApa yang kamu lakukan sekarang? Kenapa kamu mengatakan ini? Apakah kamu benar-benar ingin aku memercayai itu?â tanyaku, skeptis terhadap perkataannya.Maksudku, pernikahan kami sudah berjalan selama bertahun-tahun dan sepanjang waktu itu, aku melakukan segala hal yang bisa kulakukan untuk membuat dia menyadari bahwa ini adalah hal yang penting bagi kami berdua, untuk membuat dia sadar betapa aku mencintainya dan betapa aku bersedia untuk membuat dia bahagia, tapi dia tidak pernah mendengarkan aku. Kebalikannya, malah. Gideon membenciku dan memperlakukan aku seolah-olah dia membenciku.Aku harus menelan banyak hal dalam pernikahan itu untuk tetap berada di sisinya dan berjuang untuk kami berdua. Akan tetapi, begitu aku telah memutuskan untuk akhirnya melihat diriku sendiri dan meninggalkan hubungan yang tidak sehat itu, dia muncul dan mengatakan bahwa dia menginginkan aku kembali. Apa
LaylaKetika bel pintuku berbunyi dan aku pergi menjawabnya, aku mengernyit ketika Gideon Nalendra ada di pintuku. âKamu? Apa yang kamu inginkan di sini?â tanyaku, lebih terkejut dibandingkan tertarik. Sejak aku bercerai dengannya, dia tidak pernah mendatangiku secara langsung, dia selalu mengirimkan seseorang untuk menjemput putranya dan kemudian mengembalikan dia dengan aman setelah beberapa hari, tapi dia tidak pernah datang secara langsung sebelumnya.âEm, hai, Layla,â gumamnya, masih berdiri di pintu apartemenku.âPapa!â Itu adalah Wira kecil yang berlari begitu dia melihat ayahnya di pintu.âHei, petarung kecil!â seru Gideon, berjongkok untuk menggendong putranya dan memeluknya.âAku senang sekali bertemu dengan Papa!â ucap anak itu dengan bahagia, memeluk ayahnya. Meninggalkan Surabaya adalah hal yang sulit, terutama karena anak itu sangat menempel dengan ayahnya, tapi dia masih terlalu muda untuk berada jauh dari ibunya bagiku untuk meninggalkan dia bersama Gideon, bukanny
AnnaRasanya seakan-akan dunia di sekitar kami menghilang. Panca dan aku sedang menjalani hari yang sempurna, yang mana segala hal tampak memungkinkan, yang mana tidak ada kekhawatiran, hanya kebahagiaan. Musik pop tahun 2000-an terputar dengan lembut melalui pengeras suara toko dan rasanya seperti musik pengiring untuk kisah kami yang mulai tertulis sendiri.Panca menggenggam tanganku dan menarikku ke area aksesori dengan senyuman konyolnya. âLihat ini!â Dia mengambil sepasang kacamata besar dengan lensa bundar dan bingkai berwarna neon. Dia memasang itu di wajahnya dan membuat pose yang dilebih-lebihkan seolah-olah dia adalah seorang model papan atas. âSempurna untuk tampilan futuristik, âkan?âAku tertawa dan mengambil kacamata lain, hanya saja kacamata itu memiliki bingkai berbentuk hati. Aku memakainya di wajahku dan menatap Panca sambil tersenyum. âSekarang iya! Kita siap untuk mendominasi dunia!âDia tertawa dan mencium pipiku. âTentunya dunia tidak akan sama jika kita memak