LauraMarkas Lukman benar-benar terlihat seperti tempat kriminal yang bahkan terlibat dengan mafia. Aku berani bertaruh obat-obatan ilegal sedang dikemas dan banyak uang tunai sedang dihitung dan disimpan di koper, yang jelas akan digunakan untuk pertukaran rahasia. Para pria berwajah suram yang bekerja di sana menatapku curiga ketika aku berjalan melewati mereka, mengikuti wanita itu dan orang-orang bersenjata, mengantarku ke bos mereka.Aku langsung mengenali Lukman ketika aku melihatnya. Dia memiliki karisma yang kuat dan penampilan seperti pria nakal. Dia sedang berdiri dengan beberapa pria bersenjata lainnya di belakang konter. Musik agresif bisa terdengar dari stereo di ruangan yang lebih terlihat seperti bunker yang pernah digunakan di masa-masa perang dan setelahnya ditinggalkan dan sekarang dipakai oleh geng kriminal ini. Tempat ini cerah, tapi penerangannya terasa kasar.Mereka semua memandangku sekarang dan aku sejujurnya merasa seperti seekor binatang yang akan segera di
LauraPada saat itu, ketika salah satu dindingnya meledak, semua orang di dalam ruangan itu terpental dari posisi mereka. Aku terdiam sesaat. Apakah aku sudah mati? Ataukah aku kehilangan salah satu anggota tubuhku? Apa yang telah terjadi? Apakah para polisi yang meledakkan temboknya? Mereka tidak memiliki jalan lain untuk masuk ke sini?Ada dengungan di dalam telingaku setelah suara ledakan yang keras sekali. Mungkin saja aku menjadi tuli setelahnya, tapi aku mendengar suara orang-orang di sana. Awalnya, rasanya seperti aku berada di bawah air, tapi suaranya makin keras dan jelas ketika indra-indraku mulai pulih kembali.Orang-orang berteriak keheranan, beberapa orang kesakitan, dan yang lainnya terkejut. Ada orang-orang yang terkubur sementara yang lainnya mencoba menarik mereka keluar dari runtuhan itu. Namun, suara tembakan mulai terdengar.Merasa tertekan, aku mencari-cari Clara dengan mataku dan melihatnya terbaring di lantai, terbatuk-batuk karena debu dari reruntuhan dindin
Laura“Sekarang giliranmu. Berikan tanganmu,” kata Jason sambil mengulurkan tangannya padaku untuk mengeluarkan aku dari bunker berbahaya, tempat baku tembak sedang terjadi antara para polisi dan penjahat yang telah mengancam akan membunuh adikku dan temannya.Ada garis ketegangan di antara mata Jason dan rahangnya terkatup. Dia tidak suka aku bersikeras menyuruhnya mengeluarkan Clara terlebih dulu, tapi aku tidak memberinya kesempatan selain menyelamatkan gadis itu terlebih dulu.Jadi, sekarang aku mengangkat tanganku ke arahnya supaya dia bisa membawaku pergi dari sana, tapi sebelum dia bisa menggenggam tanganku, tubuhku terpukul dengan keras dan terbanting ke lantai. Aku terengah-engah dengan berat ketika aku merasa paru-paruku kehabisan udara. Rasa sakit di bagian tubuhku yang terbentur mengenai lantai menyebar ke seluruh tubuhku. Sebelum aku mengetahuinya, seorang pria mencengkeram leherku dengan erat dengan tatapan membunuh di matanya.“Kamu yang menelepon polisi, ‘kan, dasar
TamaAku memperhatikan Laura meninggalkan rumah sakit bersama Jason dan putrinya. Pundak wanita itu tegang karena dia sangat mengkhawatirkan adiknya, tapi itu adalah hal yang wajar. Hari ini bukanlah hari yang baik baginya karena segala hal yang sedang dia lalui. Hari ini benar-benar tidak berjalan dengan baik bagi kami semua, setidaknya bagiku. Perdebatan dengan Fia membuatku hancur. Aku tidak egois. Aku tahu Fia juga sedang kesulitan, tapi momen itu sangat sensitif bagi kami semua. Seorang bayi baru saja lahir, ditambah, Suzy terancam akan mati. Fia harus menerimanya, menenangkan diri, dan membiarkan segala halnya begitu saja.Aku menghela napas dan bangkit untuk mengambil minum. Aku berencana tinggal di rumah sakit setiap malam jika diperlukan hingga mereka memulangkan putriku dan Suzy sudah terbebas dari bahaya. Aku melakukannya bukan karena aku menyukai Suzy, tapi karena dia pantas mendapatkannya. Aku berterima kasih padanya karena telah melahirkan putriku ke dunia ini.Aku tid
SuzyKetika aku terbangun, rasanya seperti aku baru saja bangun dari mimpi buruk. Hal pertama yang kulakukan adalah mengusap perutku dan aku terkejut ketika aku menyadari bahwa perutku kosong. Apa? Apa artinya itu? Apakah aku telah kehilangan bayiku? Aku ingat Graham menendangku dan mendorongku di tangga, tidak peduli jika aku sedang hamil atau tidak.“Tidak …. Putriku,” tangisku, meraba-raba perutku dengan ketakutan. “Kumohon, putriku ….”Alarm pun berbunyi. Aku bahkan tidak bisa bangun karena aku merasa sangat lemah. Kemudian, tim medis memasuki ruangan itu.“Tenanglah, Nona Allen. Putri Anda aman dan sehat. Anda telah melahirkannya,” kata mereka padaku, membuatku terkesiap terkejut.“Apa? Putriku sudah lahir?” tanyaku terkejut.“Iya. Dia sudah menunggu Anda. Jadi, Anda harus menenangkan diri dan bekerja sama supaya Anda bisa segera pulih. Putri Anda sedang menunggu Anda,” kata mereka padaku.Aku menangis, tapi sekarang karena merasa lega. “Putriku sudah lahir …. Dia baik-baik
SuzyAnehnya, Tama terus menemaniku lebih lama dari yang kukira. Dia terus memberitahuku berita-berita baru, hal-hal yang telah terjadi ketika aku tidak sadarkan diri. Baru beberapa jam berlalu sejak aku kehilangan kesadaranku, tapi tampaknya seluruh dunia telah hancur. Aku diberi tahu bahwa berkat bantuan Jason, Laura berhasil menyelamatkan putrinya karena Jason dengan pintar memasang GPS pada kalung Anna dan terus melacak langkahnya untuk memastikan keamanan gadis itu karena mereka menghadapi banyak ketegangan dengan ancaman dari Kinan.Aku juga diberi tahu bahwa Jason bahkan menemaninya dalam misi berbahaya Laura, yang mana Laura harus pergi ke markas Lukman untuk menyelamatkan nyawaku dan temanku. Entah dari mana, apakah Jason telah menjadi orang yang baik ataukah dia hanya melakukannya untuk meyakinkan Laura untuk kembali padanya? Jelas sekali bahwa dia belum menyerah terhadap Laura, jika dia memang akan menyerah terhadapnya.Yang lebih membuatku terkejut adalah pasangan yang t
LauraAku baru saja berbicara dengan Suzy. Aku masih memegangi ponselku dan senyuman konyol tersungging di wajahku. Aku sangat bahagia semua hal berakhir dengan baik dan Suzy telah terbangun hingga aku mau tidak mau tersenyum. Hari itu terasa seperti wahana halilintar bagiku, dengan begitu banyak ketegangan dan aksi yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Segala halnya sangat sulit untuk ditangani, tapi setidaknya semuanya berakhir dengan baik. Setidaknya, aku berharap semuanya berakhir dengan baik.“Jadi, mengenai wanita yang meneror putrimu …,” kata Detektif Gunadi, yang memimpin penggerebekan markas Lukman, seraya dia menghampiri mobil ambulans tempat Clara dan aku sedang menerima perawatan. Pria itu masih tertutupi oleh debu dari puing-puing bunker akibat ledakan salah satu dindingnya, tapi dia tidak terlihat terluka atau terguncang. Lagi pula, itu adalah pekerjaannya dan dia baru saja mencapai kesuksesan yang luar biasa hari ini karena Lukman dan bawahannya telah menyulitk
LauraJason membawaku ke rumahnya dan tidak ada yang dapat kukeluhkan karena aku ingin memeluk putriku dan menghabiskan sisa malam ini bersamanya. Jason membawaku ke tempat Anna sedang tertidur dan aku hampir mati ketika aku melihatnya berbaring di ranjang dan memeluk bantal. Aku menghampirinya dan berlutut, memeluk dan menciumnya.“Aku sangat mencintaimu, sayang …. Aku sangat merindukanmu,” tangisku. Tiba-tiba, seluruh diriku hancur karena apa yang terjadi padaku hari ini. Aku merasa sangat lemah dan ketakutan. Demikian pula, aku telah melalui banyak hal.“Apakah kamu mau mandi dulu? Aku telah mengatur airnya dengan temperatur yang kamu suka,” kata Jason padaku sambil menghampiriku dengan lembut.Aku menatapnya, sedikit ketakutan, dan mengusap air mataku, mencoba membetulkan posturku. “Terima kasih. Aku akan mandi,” kataku sambil bangkit dari lantai dan beranjak ke kamar mandi kamar itu. Akan tetapi, aku memberi tahu Jason dulu. “Temani dia, oke? Jangan tinggalkan dia sendirian.”
Laura“Mama Papa! Kalian sudah kembali!” panggil Anna pada kami seraya dia berlari menghampiri kami di bandara. Jason dan aku baru saja tiba dan hal pertama yang kami dapatkan adalah pelukan yang dalam dan hangat dari putri kami.“Astaga, sayang. Kami sangat merindukanmu,” kataku seraya aku mengusap punggungnya. Dengan lengan kecilnya melingkari leherku dan lengannya yang lain melingkari leher ayahnya, kami berdua harus berlutut supaya bisa memeluknya dengan benar.“Untunglah kalian sudah kembali. Fia bilang kalian berdua perlu berlibur, tapi kalian akan pulang nanti,” katanya sambil memandang kami dengan senyuman lebar. Dia sangat menggemaskan.“Iya, Fia benar, tapi kita sudah pulang,” kata Jason sambil menepuk kepala putrinya. “Bagaimana kabarmu? Apakah kamu bersikap dengan baik di rumah Keluarga Kusuma?”“Iya, aku bersikap dengan baik. Aku hanya kehilangan satu gigi,” jawabnya sambil menunjuk giginya yang tanggal.“Oh, itu normal, sayang. Anak-anak seumuranmu pasti akan kehila
LauraJason dan aku sedang tinggal di pulau cinta yang mana segala hal begitu sempurna bagi jiwa kami. Tempat itu luar biasa dan menyegarkan, tapi karena kebahagiaan tidak selalu bertahan selamanya, ketika kami terbangun pagi itu, kami tahu hari ini adalah hari ketujuh. Kami melakukan rutinitas kecil kami yang kami lakukan satu pekan ini sambil berpura-pura seolah-olah tenggat waktunya tidak ada di ambang pintu.Jason sedang berada di area kolam sekarang, hanya duduk di kursi santai, memandang pemandangan pagi dengan raut wajah murung. Aku menghampirinya dengan dua gelas anggur dan duduk di sampingnya, menyerahkan anggur itu padanya.Dia tersenyum padaku, menerima gelasnya. “Terima kasih.”Aku menyesap anggur itu sambil menikmati pemandangan. “Di sini indah sekali. Rasanya seperti disihir,” komentarku sambil tersenyum. Tempat itu benar-benar tidak dihuni karena, selama kami tinggal di sini selama berhari-hari, kami tidak melihat satu pun manusia ataupun hewan besar. Itu pasti adala
LauraDia dan aku sedang memandang satu sama lain dengan dalam sambil membelai satu sama lain. “Kapan kamu menyadari bahwa kamu mencintaiku? Kapan itu terjadi?” tanyaku, ingin mengetahui sesuatu yang sangat intim pada saat itu yang sangat penting bagiku.Aku telah menghabiskan seluruh waktuku, menunggunya untuk akhirnya mencintaiku karena dia tidak menikahiku karena cinta, tapi Jason tidak pernah mengatakan padaku bahwa dia mencintaiku ketika dia dan aku masih menikah. Namun, sekarang, berjarak lima tahun, dia bilang dia mencintaiku setiap kali ada kesempatan. Itu membuatku penasaran kapan dia akhirnya menyadari bahwa dia mencintaiku.Dia melemparkan kepalanya sedikit dan tertawa terbahak-bahak. “Apakah kamu benar-benar ingin mengetahuinya?”Aku mengangguk. “Aku hanya ingin tahu kapan kamu mulai mencintaiku.”Dia sedang membelai wajahku sekarang. “Kenyataannya adalah aku selalu mencintaimu sedari dulu, Laura. Namun, aku harus kehilangan dirimu dulu untuk menyadarinya,” katanya, ma
LauraSiang itu, Jason dan aku bermain di air laut yang dingin seakan-akan kami adalah dua anak-anak tanpa kekhawatiran sedikit pun. Saat-saat yang bisa kumiliki dengannya sangat berharga. Tawa muncul dengan begitu mudah dan sentuhan dilakukan tanpa rasa takut. Aku terus-menerus mengingat saat-saat ketika cintaku padanya bersemi untuk pertama kalinya, di umur yang naif, ketika yang kuinginkan hanyalah dia.Jason meletakkanku di punggungnya dan berenang denganku bergantung ke lehernya, menggunakan tubuhnya sebagai pelampung. Terkadang dia akan menjatuhkan aku ke air dan aku akan melempar air padanya. Kami terus berenang di sana hingga kaki dan tangan kami tidak kuat lagi dan telapak tangan kami menjadi keriput karena terlalu banyak kontak dengan air.Ketika kami meninggalkan laut, hari sudah hampir malam. Dia dan aku berjalan kembali ke rumah pantai, berpelukan karena kami tidak ingin terpisah.“Aku benar-benar harus lebih sering melakukan ini,” komentarku seraya dia dan aku beranja
LauraKILAS BALIKBeberapa saat kemudian, aku berjalan menyusuri taman rumah besar Santoso di Bekasi dengan Rosa di sampingku. Kami sedang membicarakan kebodohan wanita selagi dia dan aku membentuk ikatan karena dia adalah ibu Jason dan aku akan menjadi istri Jason. Kami perlu terbiasa dengan satu sama lain dan itu tidak sulit bagiku.“Hm, jadi maksudmu kamu bertemu dengannya di kampus dan memiliki romansa klise sebelum dia memintamu menikah dengannya?” tanyanya, setengah mengejek.“Iya, kami bertemu di kampus, tapi tentang klise itu, kurasa kamu tahu bahwa sebenarnya tidak begitu, Rosa,” jawabku sambil tertawa kecil.Dia memutar bola matanya, masih bercanda. “Tentu saja aku tahu. Jason itu tidak normal. Aku mengenal anak laki-laki yang kulahirkan.” Dia menggelengkan kepalanya seakan-akan dia mengetahui semua eksploitasi putranya dan tidak merendahkan.“Itu jadi membuatku yakin lagi. Untunglah kamu sadar terhadap situasinya,” komentarku sambil tersenyum kecil dan kemudian memanda
LauraKILAS BALIKJadi, Jason membawaku ke Bekasi, tempatku bertemu dengan keluarganya. Seperti yang diduga, ibunya adalah wanita yang manis, sangat penyayang dan perhatian sehingga aku ingin menjadi dekat dengannya. Dia tidak membuatku merasa aneh atau seperti ikan yang berada di luar air. Malah sebaliknya, aku merasa disambut dan dihargai oleh kedua wanita di dalam hidup Jason, yaitu ibunya dan neneknya.“Hidangan ini luar biasa, Rosa. Selamat,” kataku, memuji makanannya dengan senyuman manis. Ibu mertuaku telah mempersiapkan hidangan indah yang dimasak sendiri dengan penuh cinta dan perhatian karena dia ingin menyenangkan aku. Itu berarti segalanya bagiku.“Aduh, terima kasih banyak, cantikku. Untunglah kamu menyukainya,” katanya sambil tersenyum konyol mendengar pujian itu. “Jason pilih-pilih makanan, jadi dia jarang memuji masakanku. Untunglah setidaknya kamu berbeda dengannya.” Dia tertawa, dengan pelan menarik telinga putranya dan membuatnya mengernyit.“Duh, Rosa,” kata Ka
LauraKILAS BALIK“Karena kamu sudah berjanji pada ibuku, apakah kamu masih berpikir untuk menolak ajakanku?” tanya Jason, memasukkan ponselnya kembali ke dalam sakunya.Aku menghela napas pasrah sambil tersenyum. “Sebenarnya, akan menyenangkan bertemu dengannya,” jawabku, benar-benar menginginkan itu. Jason telah mengejutkanku dengan menelepon ibunya dengan sangat tiba-tiba, tapi aku tidak dapat menjelaskan bagaimana berbicara dengan Rosa telah membuatku merasa lebih tenang. Tampaknya dia adalah wanita periang yang tidak akan bersikap arogan padaku atau merendahkan aku karena aku berasal dari realitas yang berbeda dari mereka. Jadi, aku ingin bertemu dengannya dan melaksanakan pernikahannya.“Hm, kalau begitu sebaiknya kita segera mengemasi barang-barangmu, benar? Di mana kamarmu?” tanyanya, sudah beranjak menyusuri lorong rumah kecil bibiku.“Ya ampun … di sana,” kataku sambil menunjuk ke arah yang benar.“Ruangan tuan putri, ya,” komentarnya sambil terkekeh ketika dia melihat
LauraKILAS BALIKKetika aku membuka pintu siang itu, mataku membelalak terkejut melihat Jason tepat di hadapanku. “Jason? Kamu di sini? Bagaimana kamu bisa datang ke tempat ini?” tanyaku, masih tertegun.Saat itu, sudah beberapa hari berlalu sejak dia memakaikan cincin perjanjian di jariku dengan cara yang sangat aneh. Cincin itu masih berada di jariku dan aku terus memperhatikannya, mengamatinya untuk meyakinkan bahwa itu nyata dan aku benar-benar merupakan tunangan Jason Santoso dan bukan sedang bermimpi gila.Namun, Jason sedang berdiri di depan pintu rumah bibiku, mengenakan celana jin biru tua, kaus polo putih, dan jaket kulit hitam yang aku yakin lebih mahal dari rumah yang sedang kutinggali. “Aku datang dengan mobil,” jawabnya dengan tenang, menunjuk ke tangga, yang berarti dia telah memarkirkan mobilnya di bawah sana, di samping gedung tempat rumah bibiku.“Oh, begitu ….” Aku menghela napas, tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku tidak tahu dia mengetahui tempat tinggal
LauraBeberapa saat kemudian, Jason dan aku bergandengan tangan sambil menyusuri pasir putih pantai di bawah cahaya terik seraya angin sejuk dari laut yang berwarna hijau toska datang pada kami, bermain-main dengan rambutku dan sedikit mengangkat rok pantaiku.“Matahari, pantai, wanitaku di sisiku … ah! Aku bisa dengan mudah terbiasa dengan ini semua, Lau,” komentar Jason sambil mengangkat kepalanya sedikit, menghirup udara yang menyegarkan. Dia begitu tidak tertahankan, dengan pakaian ringan dan kacamata hitam di matanya. Dia terlihat seperti salah satu pria tampan di film-film. “Kita bisa tinggal di sini selamanya. Bagaimana menurutmu?” Dia tersenyum padaku.Aku terkekeh. “Harus kuakui, itu cukup menggoda,” jawabku, merapikan rambut cokelatku yang bergelombang. “Omong-omong, tempat ini tepatnya ada di mana?” tanyaku. Apakah kami masih di Indonesia? Ataukah teman-teman kami mengirim kami ke suatu pulau tropis di negara lain?“Yang pasti, kita ada di selatan. Ini pasti pulau pribad