SuzyMengabaikan semua peringatan yang dikirimkan oleh instringku, aku tetap diam di sana, berjongkok di antara semak-semak. Sudah lewat beberapa saat sejak wanita elegan itu memasuki rumah kayu itu dan semuanya sehening kematian. Karena Richard telah menutup semua jendela, aku tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam, tapi tentunya itu bukanlah hal yang bagus.Pria ini benar-benar sudah kehilangan akalnya dan dia pasti tidak akan segan untuk membunuh wanita itu dan anaknya. Ketakutan, aku meraih ponselku, mengetikkan nomor polisi, tapi berhenti sebelum menelepon mereka. Aku harus berpikir dengan cermat. Apa yang sedang kulakukan? Menelepon polisi mungkin adalah hal yang benar sekarang, lagi pula, kedua orang itu sedang dalam bahaya, tapi bagaimana aku bisa menelepon polisi jika akulah orang yang menculik anak itu? Aku malah akan berakhir ditangkap oleh polisi karena telah melakukannya.Aku menangis dan menutup mataku rapat-rapat, bernafas dengan mulutku. Aku tidak ingin
”Suzy? Apa yang sedang kamu lakukan?” tanyanya dengan agresif, sudah mengacungkan pistolnya ke arahku. Aku telah tertangkap, sekarang aku akan dibunuh.“Kamu memiliki banyak sekali kesempatan untuk kabur, Suzy, dasar bodoh,” umpatku pada diri sendiri di dalam benakku. “Sekarang kamu akan mati seperti orang bodoh!”“Apa maksudmu? Apa yang kulakukan? Aku datang untuk memastikan bahwa kamu telah melakukan tugasmu dengan benar, Richard,” jawabku, mencoba membuat suaraku stabil dan mengangkat daguku. Semua orang berkata bahwa aku pandai dan tahu cara untuk membujuk seseorang dan bahkan membuat mereka memercayai sebuah kebohongan. Aku harus mempelajari itu jika aku ingin bertahan hidup. Berpura-pura sakit perut supaya tidak perlu mengulangi hari kemarin di panti asuhan atau menjilat kaki ibu atasan supaya aku tidak berakhir dengan tugas-tugas buruk adalah caraku untuk bertahan hidup, jadi aku menggunakan seluruh kemampuanku supaya aku bisa bertahan hidup.Richard mengerutkan dahinya, sedi
LauraAku harus melepaskan diriku dari ikatan ini. Aku harus mencari cara untuk menyelamatkan putriku. Itulah ketika aku mendengar suara-suara orang berdebat dengan lantang di ruangan tempat anakku berada dan suara tembakan membuatku terbeku.“Anna? Astaga, anakku!” teriakku terkejut.Mataku membelalak seraya aku berteriak dan memanggil-manggil putriku. Aku mendengar suara tembakan itu dan tidak ada lagi suara yang terdengar dari sana. Apa yang telah terjadi pada putriku?“Anna! Anna, kumohon… Ya ampun, putriku. Kumohon, selamatkan putriku,” pintaku, menarik tanganku sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari ikatan, tidak peduli jika tanganku terluka. Aku benar-benar panik dan hanya bisa membayangkan putriku terbaring di lantai, berdarah dan meninggal karena tembakan itu. Dia telah membunuh anakku. Richard telah membunuh anakku. Aku melihatnya masuk ke ruangan melalui koridor dan aku bangkit, ingin mencekik lehernya dengan tanganku sendiri, tapi tali yang mengikatku mencegahku untuk
”Ibuku tidak suka memotong rambutnya,” kata Anna dan secara refleks aku melindunginya dengan badanku. Richard dan komplotannya tertawa.“Sepertinya ibumu terbiasa potong rambut di salon mewah itu yang mana harga sekali potong di sana bisa cukup untuk menghidupi semua tunawisma di Jakarta,” kata wanita itu dan aku bisa mendengar nada mengkritik di perkataannya. “Namun, jangan khawatir, oke?” katanya, memiringkan wajahnya ke arahku. Dia tersenyum masam. “Aku akan memotong rambutmu dengan benar dan aku akan mengecatnya pirang supaya kamu akan tersamarkan dengan baik.”“Aku yakin kamu akan terlihat seksi jika rambutmu pirang, sayang,” kata Richard padaku dan aku hampir memuntahkan isi perutku. Kedua orang itu terlihat gila dan aneh.Aku tetap terdiam, tidak enggan untuk membiarkan wanita itu memotong rambutku. Lagi pula, itu hanyalah potongan rambut. Aku harus terus mencari cara untuk membebaskan diri dari pertunjukkan mengerikan ini bersama putriku. Bukan hanya itu, tapi aku benar-bena
LauraKetika aku terbangun, hal pertama yang kusadari adalah rasa sakit yang menusuk di kepalaku. Aku menyadari bahwa aku kembali terikat ke kursi, tapi sekarang ikatannya begitu kencang sehinga aku bahkan tidak bisa bergerak sedikit pun. Aku mengerang kesakitan, pelan-pelan mengangkat kepalaku dan melihat Richard terduduk di hadapanku. Ada darah di baju dan tangannya dan dia sedang terduduk seolah dia baru saja membunuh seseorang.“Apa…Apa yang terjadi?” tanyaku, masih linglung. Kepalaku sakit luar biasa, seolah sebuah kereta telah melewati kepalaku, jadi aku hanya bisa mengingat samar-samar apa yang telah terjadi. Seorang wanita yang merupakan komplotan Richard ingin membantu anakku dan aku melarikan dari dari tahanan, tapi aku tidak bisa ikut bersama mereka. Aku mengingatnya.Aku mulai gemetaran di kursiku seraya ingatanku mulai kembali bersama dengan rasa cemas, takut, dan panik. Apakah wanita itu tidak berhasil melarikan diri bersama putriku? Apakah Richard berhasil menyusul me
”Oh, sayang, maafkan aku,” katanya, memelukku dan mencium pipiku. “Namun, kamu bukan satu-satunya yang bisa disalahkan atas kematian putrimu. Maksudku, bagaimana bisa kamu memercayai wanita jalang seperti Suzy padahal dialah yang menculik Anna untukku demi seonggok uang? Wanita itu adalah pencari kesempatan. Dia tahu bahwa Anna adalah orang yang sangat berharga untukku, jadi dia menculiknya lagi untuk mendapatkan lebih banyak uang. Apa artinya 750 juta rupiah jika aku bisa memberinya belasan miliar rupiah untuk nyawa anak kita? Lagi pula, aku selalu bersedia untuk melakukan apa pun untuk memastikan keamanan dan kenyamananmu dan Anna. Kamulah yang bodoh karena telah memercayainya dan sekarang anak kita telah tiada. Ini semua salahmu, sayangku,” katanya, memelukku dan mengelus tubuhku yang terikat.Aku sangat terguncang sampai aku tidak mampu memikirkan tindakannya yang menjijikkan. Aku bahkan tidak memiliki tenaga untuk menyalahkannya karena telah mengambil hal terpenting dalam hidupku
SuzyAku tidak pernah memiliki seorang ibu. Tentunya, para biarawati yang merawat anak-anak di panti asuhan tempatku dibesarkan bukanlah contoh seorang ibu. Aku harus berusaha untuk tetap hidup setiap harinya dan bahkan di ingatan terindahku di masa kanak-kanak tidak akan pernah menggantikan ketiadaan sosok ibu di hidupku. Aku hidup dengan berpura-pura bahwa aku tidak memedulikannya dan tidak mengindahkannya, tapi sejujurnya, aku akan melakukan apa pun untuk memiliki seorang ibu yang mencintaiku seperti Laura mencintai Anna.Kita baru hendak melarikan diri melalui jendela, tapi dia tahu bahwa jika dia ikut melarikan diri, itu akan menjadi akhir dari hidup putrinya. “Kumohon, pergilah,” pintanya, menatapku dengan penuh kesedihan seolah dia sedang meminta sejuta hal padaku dan melepaskan tanganku dari pundaknya, mendorongku menjauh, dan menutup jendela di hadapanku.Aku ingin berdebat dan memintanya untuk mengubah pikirannya, tapi kami tidak memiliki waktu dan aku harus bertindak deng
Aku akhirnya bisa bernafas lega walaupun bahuku berdenyut kesakitan. Aku menyadari bahwa ban belakang mobilku kempes, mungkin Richard sialan itu telah menembak bannya juga, tapi aku tidak bisa berhenti sekarang sampai aku yakin bahwa dia tidak mengikuti kami.“Anna? Anna, sayang,” panggilku padanya yang masih terbaring dengan tidak berdaya di kursi penumpang. Aku bahkan belum memasangkan sabuk pengaman padanya karena aku terburu-buru untuk kabur dari Richard. Aku menjulurkan tanganku dan membetulkan posisi duduknya, lalu aku memasangkan sabuk pengaman padanya dengan kesusahan karena aku harus mengendalikan setir mobil dengan tanganku yang kesakitan. Rasanya sakit sekali, seperti bahuku sedang terbakar.“Kamu harus hidup, aku tidak bisa hidup dengan rasa bersalah ini, tolonglah,” kataku, melihat gadis itu yang masih memejamkan matanya dan terdiam, dengan kepalanya jatuh ke depan tanpa keseimbangan apa pun. Aku meluruskan kepalanya dan menepuk pundaknya sambil melaju dalam kecepatan pe
Suzy“Hei, ada pengunjung untukmu hari ini,” kata penjaga penjara ketika dia tiba di selku.Aku sedang berada di pojokan tempat tidur susun, memainkan rambutku, mencoba mengabaikan suara-suara menyebalkan dari teman-teman satu selku, para j*lang menyebalkan itu. Aku membenci mereka, mereka menjijikkan dan tidak mau membiarkan aku sendirian. Bukan hanya itu, aku tidak sabar untuk keluar dari tempat menjijikkan ini.“Ada yang datang untuk bertemu denganku?” tanyaku, sudah bangkit dan menghampiri kepala penjaga penjara itu. “Siapa dia?”Untuk sesaat, kukira Laura-lah yang kembali untuk mempermalukanku seperti yang dia lakukan terakhir kali, tapi sudah bertahun-tahun berlalu sejak dia datang untuk melakukannya. Sejak saat itu, aku tidak pernah menerima kunjungan dari siapa pun karena semua orang telah mengkhianatiku, termasuk Clara. Orang yang kupercayai dan telah banyak kubantu telah mengkhianatiku dan merencanakan hal-hal jahat untuk mengalahkanku karena dia iri padaku ketika aku mas
Jason“Apakah kamu percaya kali ini kalian berdua akan berhasil?” tanya Tama. “Sejujurnya, ketakutan terbesarku adalah kamu datang ke rumahmu lagi dan minta bercerai dengan tiba-tiba, meninggalkan semua orang dengan mulut yang menganga dan kepala mereka yang meledak.” Dia membuat gestur lucu seraya dia berbicara, mengacu hari penentuan saat aku minta bercerai dengan Laura dulu.Hari ini, kami menertawakannya seakan-akan itu adalah ingatan dari sebuah momen yang terlihat lebih memalukan bagiku. “Aku benar-benar b*jingan pada saat itu, si*lan! Aku bahkan merasa geram hanya memikirkan bahwa aku benar-benar telah melakukannya.”“Benar-benar krisis usia 30, ya?” komentar Tama.“Terlalu kekanak-kanakan untuk seusiaku,” jawabku sambil bersandar kembali di kursiku.Pada saat itu, senyumanku pudar seraya aku mengingat masa laluku itu. Aku benar-benar tidak bangga dengan apa yang telah kulakukan. Padahal, ada banyak cara bagiku untuk melakukannya dengan lebih manusiawi. Meskipun aku tidak i
JasonSekrup pada botol sampanye mengeluarkan bunyi “pluk” dan kemudian sampanyenya terbuka, membuat tangan Tama sepenuhnya tertutupi oleh busa.“Hore! Itu dia, kawan,” serunya seraya dia mulai menuangkan minumannya ke gelas kami.“Sempurna,” komentarku sambil tertawa.“Luar biasa! Jangan minum terlalu banyak, oke? Kamu tidak boleh mabuk sebelum diperbolehkan. Kamu tidak mau menerima ‘tidak’ sebagai jawaban di altar hanya karena kamu mabuk, ‘kan?” katanya, membuatku dan teman-temanku tertawa.“Jangan membawa sial!” bantahku. Teman-temanku dan aku berada di ruangan privat di gedung perayaan pernikahanku. Kami sedang merayakannya sebelum perayaannya dimulai. Kami bersulang dan minum-minum sambil mereka memelukku dan memberiku selamat.“Aku tidak membawa sial, berhentilah menjadi orang b*rengsek. Laura tidak akan pernah menolakmu. Kamu tahu apa yang kubicarakan, ‘kan?” kata Tama sambil menepuk pundakku. “Wanita itu tergila-gila olehmu!”“Hmpf,” gerutuku setuju. “Aku tahu itu,” jawa
Tiga tahun kemudianLauraAku sedang memandang diriku sendiri di cermin saat aku selesai menambahkan sesuatu pada riasan wajahku, beberapa sentuhan diriku sendiri yang kami selalu berakhir lakukan bahkan setelah penata rias profesional melakukan pekerjaannya di wajah kami.Hari ini adalah hari yang sangat spesial. Itu adalah hari yang mana Jason dan aku akan menikah untuk kedua kalinya. Iya, butuh bertahun-tahun sejak kami kembali menjadi pasangan agar pernikahannya terjadi lagi. Pada awalnya, aku tidak terburu-buru untuk menikahi Jason karena pernikahan kami pada pendeta hanya dilakukan untuk mengonfirmasi cinta kami. Pernikahan kami yang sebenarnya terjadi setiap hari ketika aku terbangun di sampingnya dan kami memiliki pertukaran rasa hormat dan kedekatan pada satu sama lain setiap harinya.Jason telah banyak mengejutkanku selama beberapa tahun belakangan. Dia telah meningkat banyak dari sudut pandangku. Selama bertahun-tahun kami bersama setelah menjadi pasangan lagi, dia telah
Laura“Itu adalah masalahmu, Laura. Kamu berpikir aku bukan orang yang lebih baik, tapi aku tidak masalah dengan diriku yang saat ini, oke? Aku sangat bahagia dengan kehidupan yang kujalani dan keputusan-keputusan yang kubuat,” katanya, ingin bersikap kurang ajar.Apakah dia bahagia dengan keputusan yang dia buat yang membawanya ke dalam penjara?“Kalau begitu, bolehkah aku memberi tahu polisi kalau kamu mengirimkan Lukman untuk membunuh Graham di penjara? Dengan begitu, hukumanmu akan jauh lebih parah dan kamu akan menghabiskan sebagian besar hidupmu di penjara. Kalau begitu, apakah kamu masih bisa mengatakan bahwa kamu senang dengan keputusan yang kamu buat?” tanyaku padanya, melihatnya membelalakkan mata dengan terkejut.“Apa? Apa yang kamu bicarakan?” Dia terlihat terkejut saat dia mengatakan kata-kata itu.“Kamu tahu betul apa yang kubicarakan, Suzy. Jangan berpura-pura bodoh,” jawabku padanya dengan tanpa ampun hari ini. “Kamu menyewa Lukman untuk menyingkirkan Graham ketika
LauraSuzy mengenakan pakaian oranye ketika dia menerima kunjunganku di penjara. Dia terlihat berbeda, dengan beberapa lebam di wajahnya, seakan-akan dia terlibat pertengkaran, sesuatu yang tidak kuragukan karena dia adalah orang yang agresif dan sulit untuk ditangani. Wajar saja dia terus-menerus terlibat dalam pertengkaran dengan orang-orang di satu sel yang sama dengannya.Dia sedang memandangku dengan rendah. Meskipun dia tampak benar-benar kelelahan dalam seragam penjaranya, dia duduk di hadapanku di balik kaca kedap suara yang memisahkan kami.Dia menggenggam interkomnya dan kemudian berkata, “Apa yang kamu lakukan di sini? Apakah barangkali kamu datang kemari untuk memamerkan kebahagiaanmu padaku? Betapa bahagia dan kaya rayanya kamu? Kamu pasti menikmati hal itu, ‘kan? Aku ada di dalam tempat sampah ini dan kamu di luar sana menikmati kehidupanmu yang baik.” Dia tertawa cekikikan dengan aneh.Ada begitu banyak kegetiran dalam kata-katanya hingga itu membuatku takut. Sulit u
LauraSore itu, aku meninggalkan anak-anakku dengan ayah mereka dan pergi ke penjara tempat Suzy ditahan. Aku sudah ingin mengunjunginya dari beberapa waktu lalu. Itu adalah sore yang indah, dedaunan di pohon-pohon mulai berubah menjadi cokelat.Sejujurnya, aku merasa senang dengan kehidupan yang kujalani dalam beberapa bulan belakangan. Jason dan aku lebih memahami satu sama lain dan berusaha membuat cinta kami berhasil setiap harinya. Anak-anak kami pun makin bersinar. Si kembar sudah berusia tiga bulan, tumbuh menjadi makin kuat dan sehat. Bisnis berjalan dengan lancar. Ibuku kian pulih dari traumanya setiap hari tanpa banyak hambatan. Ada malam-malam ketika dia terbangun di pagi buta ketakutan, berteriak, dan memanggil-manggil Ernest karena mimpi buruk yang dia miliki membuatnya menerima masa lalu dengan mengerikan dan menakutkan.Di malam-malam seperti itu, aku berlari ke kamarnya untuk memeluknya dan menenangkannya, memberitahunya bahwa semuanya baik-baik saja dan bahwa monste
LauraAku menggenggam tangannya dan dengan lembut mendekat ke tempat tidur bayi. “Tidak apa-apa, Ma. Kamu tidak perlu takut,” ujarku menyemangatinya.Dia tersenyum padaku dan menatap para bayi dengan senyuman manis di wajahnya, tapi kemudian senyumannya hancur dan ekspresi terkejut terpampang di wajahnya. “Ernest?”Dia menatapku. “Kenapa bayi-bayimu terlihat seperti suamiku?” Dia terlihat tertekan dan bingung.Aku mengedipkan mata, terkejut oleh perkataannya. “Apa maksudmu?”“Aku membicarakan bayi-bayimu. Mereka mirip sekali dengan Ernest. Kamu terus mengatakan kalau kamu adalah putriku. Jadi, itu benar?” tanyanya dengan alis yang berkerut.Aku mengusap tangannya berantisipasi. Apakah dia akan mendapatkan kembali ingatannya sekarang? “Vivian?”“Dia sudah mati, ya? Brian berhasil menjauhkan aku darinya, ya?” tanyanya dengan sedih, mengingat bagaimana Brian Tanusaputera telah berdosa padanya.“Ini semua sudah tidak penting lagi, Ma. Yang penting adalah kamu ada di sini bersamaku
Laura“Bayi-bayinya lahir dengan sehat seperti yang diduga. Perjalanan kita yang panjang berakhir hari ini,” kata Dokter Joanna, memberi selamat pada Jason dan aku yang menghadiri kelahiran mereka.“Kami juga berterima kasih padamu, Joanna, karena telah banyak membantu,” ujar Jason. Dia memelukku dari belakang selagi dia dan aku memandang bayi-bayi kami, sekarang sudah bersih dan diselimuti dengan baik, tertidur di tempat tidur mereka seperti dua malaikat kecil.“Sama-sama, saya hanya melakukan pekerjaan saya,” jawab wanita itu sambil tersenyum.“Mereka mirip sekali,” komentarku, masih terkagum oleh penampilan mereka. Mereka adalah bayi yang baru lahir, tapi aku sudah dapat melihat betapa miripnya mereka dengan satu sama lain.“Yah, kemungkinan besar mereka membawa genom yang sama karena mereka kembar identik,” jelas sang dokter, membuat Jason dan aku mengangguk setuju. “Sekarang, kita hanya perlu mengetahui siapa yang akan menjadi Daniel dan siapa yang akan menjadi Stefan,” katan