Laura“Dari kamera pengawas, Nona Anna pergi ke arah gimnasium, lalu tidak ada lagi yang melihatnya,” kata kepala sekolah Anna. Aku baru saja menelepon mereka untuk melihat apakah putriku ada di sana, tapi aku mendapatkan respons negatif. “Kami bertanggung jawab atas putrimu. Jika dia telah menghilang, kami akan melakukan cara kami untuk menemukannya. Seharusnya itu bukan sesuatu yang sangat serius. Terkadang anak-anak menghilang tiba-tiba, dia mungkin sedang bermain di halaman,” tambahnya.“Ah, sebenarnya, aku hanya menelepon untuk memastikan sesuatu. Aku telah menyuruh seseorang untuk menjemputnya lebih cepat hari ini, dia akan tiba kemari sebentar lagi,” kataku dalam suara yang tenang supaya wanita itu percaya padaku. Aku tahu jika aku tidak mengatakan itu, dia akan menelepon Jason dan putriku akan ada dalam bahaya yang lebih parah dari sebelumnya. Walaupun aku sangat ingin berteriak meminta tolong, aku tidak bisa melakukan apa-apa sampai anakku aman.“Oh, kalau begitu baguslah.
LauraRuangan itu adalah tempat yang gelap dan redup, furniturnya kuno, dan ada artefak berburu di dinding: pajangan kepala rusa di dinding dan senapan berburu panjang lama yang kuharap hanyalah dekorasi. Anna duduk di meja dengan ekspresi ketakutan dan kebingungan. Ketika dia melihat aku, dia memanggilku dan berlari menghampiriku untuk memelukku.“Mama, aku sangat merindukanmu,” tangisnya dalam pelukanku.“Maafkan aku, sayang. Mama sudah tiba sekarang,” kataku, menepuk punggungnya, mataku tertutup seraya emosi membanjiri hatiku. Aku akhirnya kembali bersama dengan anakku, walaupun dia belum sepenuhnya aman. “Tidak apa-apa, putri kecilku. Mama akan menjagamu,” ujarku, mencium dahinya.“Kurasa reuni antara ibu dan anak ini benar-benar menyenangkan, kalian berdua terlihat menggemaskan bersama,” komentar Richard dengan senyuman yang manis dan lembut, senyuman sama yang selalu dia berikan padaku dan Anna yang memberikan kami rasa nyaman dan aman. Senyumannya sama, hanya saja baru hari
Aku terkesiap, mendengar Anna gemetar ketakutan di hadapanku, menyayat hatiku. “Lihatlah kekacauan yang telah kamu buat, Laura. Astaga,” katanya, mengambil lap dan mengelap anggur yang tumpah di atas meja. “Apakah aku akan selalu membereskan semua kekacauanmu? Kenapa kamu tidak bisa menjaga dirimu sendiri?” komentarnya, lalu dia menatap Anna. “Ayolah, berhenti menangis dan makan kalkunnya. Ayah Ricky telah menyiapkan semua ini untukmu, seperti biasanya. Sekarang berhenti menangis, tuan putri, dan makanlah sebelum makanannya dingin,” katanya pada Anna, mengusap kepalanya dengan lembut, yang untuk pertama kalinya tindakan itu membuatku merasa jijik.Bagaimana aku tidak bisa menyadari niatan sebenarnya pria gila ini? Anna menggenggam pisau dan garpunya dan mulai melahap. “Bagus,” katanya, menikmati melihat Anna makan. Lalu, dia menoleh padaku. “Kamu juga makanlah,” perintahnya.“Aku tidak lapar,” jawabku, suaraku gemetaran.“Lalu? Apakah kamu akan menolak memakan hidangan yang telah ku
SuzyAku belum pulang ke rumah malam itu.Seraya aku tergopoh-gopoh kembali ke mobil dengan dua tas berat yang berisi uang, aku berdiri di sana, memperhatikan Richard mengendarai mobil mahalnya dengan anak yang malang itu dari belakang. Aku sempat berpikir bahwa saat itu akan lebih bijak jika aku kembali ke apartemenku, mengemas barang-barangku, dan meninggalkan kota itu, tapi aku tetap diam di sana seraya tanganku mencengkeram setir mobil dan jantungku berdegup dengan kencang. Ini mungkin satu-satunya kesempatan agar gadis itu bisa selamat.Jadi, dengan berhati-hati, aku menyalakan mobilku dan melaju dengan hati-hati ke jalanan, mengikuti mobil Richard, sangat berhati-hati supaya dia tidak menyadari bahwa aku sedang mengikutinya. Aku merasa bahwa aku mungkin sedang melakukan hal bodoh dan pria itu tidak akan memaafkanku jika dia menyadari keberadaanku, tapi aku harus melakukan sesuatu, setidaknya mengetahui ke mana dia membawa anak itu, lalu pergi untuk mencari bantuan. Aku tidak t
”Temanmu Clara meneleponku. Apakah benar bahwa kamu hamil?” tanya seseorang dengan cemas.“Clara meneleponmu?” tanyaku balik, terkejut. Kenapa dia menelepon Tama dan memberi tahu itu padanya?“Dia bilang kamu membutuhkan uang dan bersedia untuk menjual anak ini padaku dengan jumlah uang yang besar,” katanya, membuatku menghela nafas dan memutar bola mataku. Clara telah membicarakan itu sebelumnya ketika aku memberitahunya bahwa aku sedang mengandung anak Tama.“Dia itu kaya, kawan. Kamu bisa menghasilkan uang yang banyak jika kamu melahirkan anaknya,” katanya, mencoba menghalangi rencanaku.“Dari helaan nafasmu, ternyata benar?” tebaknya.“Iya, Tama. Aku sedang mengandung anakmu,” ungkapku, menghela nafas dan melihat ke sekitarku.“Astaga, jadi benar…” Dia tergagap, mungkin karena dia lega bahwa ternyata selama ini dia tidak mandul.“Dengar, sekarang bukan waktu yang tempat untuk membicarakan hal ini,” kataku, tapi dia memotongku.“Aku akan memberimu semua uang yang kamu mau. S
Laura“Jika kamu ingin memukul seseorang, pukul aku, jangan pukul dia,” tantangku padanya dengan mata yang penuh kemurkaan, masih memegang lengannya. Aku tidak akan membiarkan seorang pun melukai anakku, tidak ketika aku masih bernafas.“Dasar jalang!” teriaknya padaku dan dia menampar wajahku, begitu keras sampai aku terjatuh ke lantai. Aku berteriak kesakitan, merasa wajahku terbakar. Putriku menangis ketakutan, yang membuatku makin kesakitan. “Kamu pikir kamu bisa menghentikan aku, dasar jalang menjijikkan?” teriaknya padaku, menghampiriku dan menggenggam lenganku, menarikku ke kursi di dekat sana. Dia lalu melemparku ke kursi itu, mengambil tali, dan menjepitku dengan erat.“Tidak, kumohon, jangan lukai Mama,” pinta Anna seraya dia berlari dan memegang lengan Richard, mencoba membuatnya menjauh dariku.“Diamlah, bocah,” perintahnya, mendorong anakku. “Kalian berdua pikir kalian bisa menantangku? Aku tahu benar bagaimana caranya untuk menghentikan kalian,” katanya setelah mengik
”Aku bisa memberimu apa pun yang kamu mau, tapi tolong kembalikan putriku,” pintaku lagi. Aku benar-benar tidak tahan mendengar anakku menangis.Dia mendecakkan lidahnya seolah itu tidak ada hubungannya dengannya. “Dia adalah anak yang nakal, sebentar lagi dia akan berhenti menangis dan beranjak tidur,” katanya, tidak menyetujui permintaanku. “Lagi pula, kamu tidak berhak meminta apa pun. Kamu berutang nyawamu padaku, kamu tahu itu,” tambahnya.“Apa yang kamu bicarakan?” tanyaku.Dia terkekeh-kekeh. “Menurutmu, tanpa aku kamu bisa memiliki kehidupan yang sukses?” tanyanya seperti sedang mengejek.“Aku benar-benar menghargai sepenting apa kehadiranmu di hidupku, tapi bukan berarti tanpamu aku tidak bisa sukses. Kamu membantuku ketika aku sangat membutuhkannya dan aku selamanya akan bersyukur karena hal itu, tapi usaha dan tekadkulah yang membawaku sampai ke titik ini. Jika bukan di Hextec, aku akan sukses di tempat lain,” jawabku dengan penuh pendirian, merasa dia aneh karena berpik
Jason“Apa? Suzy hamil?” tanyaku terkejut setelah mendengar pengakuan dari Tama. Aku masih di ruang kerjaku sambil menyelesaikan agenda terakhirku untuk hari ini. Aku berpikir untuk menelepon Laura dan mengundangnya dan Anna untuk makan malam hari ini, itu adalah ide yang bagus, walaupun Laura sepertinya akan menolaknya.Ketika aku membeli Hextec, aku benar-benar mengira bahwa dia akan merasa senang, tapi sebaliknya, dia malah membencinya dan bahkan berhenti menghubungiku. Laura berkata bahwa aku sudah ikut campur dalam masalah mereka, ingin menjadi penyelamatnya dengan membeli Hextec untuknya, tapi aku hanya melihat keuntungan baginya jika aku membeli perusahaan itu. Sekarang dia bisa menyebut dirinya sendiri sebagai pemilik Hextec dan bertindak tanpa ragu untuk kemajuan yang bisa dia hasilkan di masa depan dan aku rela untuk membantunya dalam perjalanan ini.Namun, berbanding terbalik dengan harapanku, aku malah harus menghadapi Laura yang marah di rumah yang menceramahiku dengan
Laura“Seperti yang kubilang, dan aku akan mengatakannya lagi, Gideon pasti melebih-lebihkan perkataannya. Kamu mungkin hanya akan stres dengan sia-sia, Fia,” kataku, terus mencoba menenangkan situasinya.Namun, dia menggelengkan kepalanya, menolak perkataanku. “Tidak, kumohon. Hentikan, Lau. Aku tahu kamu hanya mengatakan ini supaya aku tidak memikirkan kemungkinan terburuk, tapi mari kita hadapi saja. Kamu pun, yang telah bercerai dengan Jason selama lima tahun, menangis cemburu dan sangat sedih ketika kamu mendengar apa yang sedang dia lakukan. Sekarang, bayangkan bagaimana denganku! Biarkan aku marah dengan tenang,” jawabnya.Dia pun menatap jalanan dengan kebingungan. “Ke mana mereka?” tanyanya, tidak lagi melihat mobil Cassie pada saat itu.“Mereka belok ke kiri.” Aku menunjuk ke arah kiri dan dia mengangguk, mengambil jalan di sebelah kiri dan kembali mengikuti mereka, tetap tegas dengan keputusannya.“Omong-omong, seperti yang kukatakan, jadi hari ini dia ingin bersikap se
Laura Aku tetap diam di sana selama beberapa saat, mencoba menenangkan diriku sendiri dan tidak berfokus pada apa yang sedang terjadi. Aku seharusnya tidak memedulikan apa yang Jason lakukan atau dengan siapa dia bersenang-senang. Itu seharusnya tidak memengaruhiku. Dia hanya menjalankan hidupnya sebagai pria dewasa yang bebas. Jika dia ingin bermain-main dengan orang lain, terserah dia. Aku paham bahwa rasanya sakit sekali, tapi pada saat itu aku seharusnya sudah terbiasa. Aku seharusnya tidak menangis dan bertindak seperti orang bodoh hanya karena aku tahu bahwa tidak ada alasan bagiku untuk bersikap seperti itu.Namun, sayangnya, Fia menghampiriku dengan khawatir. “Lau? Apa yang terjadi, sayang? Kenapa kamu menangis?” tanyanya sambil menyentuh sikuku dengan lembut, ingin menenangkanku.Aku hampir menangis lebih kencang lagi ketika aku mendengar suaranya. Aku terisak, menerima serbet yang diberikan Fia, lalu mengelap air mataku dengan hati-hati supaya riasan wajahku tidak rusak.
Laura“Aku sedang memikirkan tentang menghabiskan bulan madu di tempat yang cerah dengan pantai dan air yang jernih, jadi aku bisa memamerkan penampilan segarku di pantai pada suamiku,” kata sang pengantin dengan senyum nakal, membuat kami tertawa.“Astaga, benar! Aku mendukungnya,” jawab Fia setuju. “Jangan pergi ke tempat yang dingin. Tama dan aku pergi ke tempat dingin untuk bercinta dan bersenang-senang, tapi kami hanya pulang dengan kaki yang bengkak dan kapalan karena kami harus berpakaian dengan hangat. Sulit untuk bercinta sambil memakai pakaian, oke?” Dia membicarakan pengalaman bulan madunya yang tidak mengenakkan. Setelahnya, kami tertawa.“Itu pasti terasa seperti mimpi buruk,” komentar teman sang pengantin, membuat Fia mengangguk.“Benar,” jawabnya bercanda. Kami hanya sedang menghabiskan waktu dengan mengobrol dan membicarakan pria sambil merencanakan pernikahan yang sempurna untuk sang pengantin. Rasanya menyenangkan berada di sana. Cassandra, sang pengantin, ingin m
Jason“Dia akan ikut aku,” jawab Nalendra terhadap ratapan Tama. “Dia hanya bersama denganmu karena dia berpura-pura keren. Kamu tahu betul bagaimana para wanita bersikap. Mereka akan bilang tidak ketika lubuk hati mereka ingin berkata iya.”“Kamu percaya diri juga, ya? Berhati-hatilah supaya kepercayaanmu tidak berubah menjadi siksaan,” kataku padanya. Laura memiliki kekurangan yang sangat mengkhawatirkan. Dia biasanya tidak menyerang. Bahkan ketika dia melihat tanda-tanda berbahaya, dia lebih memilih untuk menyembunyikannya dan berpura-pura bahwa segalanya baik-baik saja dan dia dapat menanganinya. Itulah bagaimana dia terus menikah denganku selama lima tahun dan dia akan tetap menikah denganku selama lima tahun selanjutnya jika aku tidak mengakhiri hubungan yang tidak sehat itu.Mungkin saja orang bodoh di hadapanku ini terus menguji batas Laura dalam waktu yang lama dan Laura hanya memilih untuk mengabaikannya karena dia tidak ingin berada di situasi yang tidak nyaman.Gideon t
JasonDi dalam klub malam itu, tempat itu jauh lebih ramai daripada di dalam limosin. Sang pengantin pria sedang mengadakan pesta lajangnya dengan caranya sendiri. Lagi pula, sudah lebih dari satu dekade dia menjalankan hidupnya tanpa berkomitmen kepada siapa pun. Karena sekarang hanya tersisa beberapa jam lagi sebelum dia menjadi suami seseorang, hal itu patut dirayakan. Ruangan tempat kami berada hanya diperuntukkan untuk para naratama untuk teman-teman Joshua dan orang-orang yang diperbolehkan masuk. Lagi pula, akan terlalu bahaya jika membiarkan orang-orang dengan uang sebanyak itu membaur dengan kerumunan orang biasa, terutama ketika sebagian besar dari mereka sudah sangat mabuk.Di suatu titik, Tama menghampiri sofa tempatku terduduk, masih mencekoki dirinya sendiri dengan minuman. Dia menghempaskan dirinya di sampingku di sofa itu dengan helaan napas panjang dan segelas minuman di kedua tangannya. “Sial, kamu benar ketika kamu bilang teman-teman ayahmu tidak bisa santai. Merek
Jason“Oh, ya ampun! Haruskah kita pergi menggunakan limo?” seru Tama yang terpana ketika kami berdiri di depan rumah Joshua. Sebuah limosin panjang hitam sedang menanti kami. Kami semua telah memutuskan untuk mendengarkan Andri, salah satu teman si pengantin pria, dan kami memutuskan untuk menghabiskan pesta lajangnya di tempat yang lebih menyenangkan.“Apakah kalian menyukainya? Yah, kalau begitu, masuklah. Ayo. Aku jamin kalian akan lebih menyukai hadiah kecil di dalamnya,” kata Andri dengan nakal sambil menarik kami ke dalam limosin.Dari luar, musik elektronik itu terdengar kecil dan teredam seakan-akan suara itu berasal dari tempat yang jauh, tapi di dalam sana, suaranya begitu keras hingga hampir meledakkan gendang telingaku. Lampu LED terpantul di interior mobil mewah itu. Ada makanan manis, minuman, dan obat-obatan terlarang untuk dinikmati siapa pun yang menginginkannya. Bagian dalam limosin itu begitu luas sehingga seseorang bisa menari-nari di lantai. Di limo itu bahkan
LauraCassandra Maharani, tunangan Josh, pergi bersama kami dan temannya menuju kamarnya, tempat para tamu lainnya seharusnya berada. Fia dan aku mengikutinya dalam diam, mendengarkan gadis itu mengatakan betapa dia sangat bersemangat karena besok adalah hari pernikahannya. Flatnya kecil, tapi dijaga dengan baik dan wangi, menunjukkan bahwa gadis itu bersih dan pandai merawat dirinya sendiri. Ketika dia tiba di kamarnya, kami mendapati beberapa wanita lainnya di sana—beberapa wanita yang lebih muda adalah teman-teman Cassie juga, satu wanita tua yang dia perkenalkan sebagai ibunya, dan, mengecewakan bagiku, Niken Aditama—dokter dan pacar Jason—juga ada di sana.“Senang bertemu denganmu, Laura,” katanya padaku, sambil melambaikan tangannya dengan senyum yang sedikit angkuh. Sebenarnya, aku tidak yakin apakah dia dan Jason benar-benar berpacaran, tapi jika dia ada di pesta lajang tunangan Joshua, yang merupakan perkumpulan yang sangat privat, jelas sekali bahwa dia ada di sana sebagai
Laura“Apakah kamu yakin tunangan Josh tinggal di gedung ini?” tanyaku pada Fia setelah kami turun dari mobil dan memasuki bangunan sewa rendah di pinggiran Bekasi.“Alamat di undangannya bilang memang di sini,” jawabnya sambil melihat tempat itu.Aku membaca undangannya untuk memeriksanya, lalu menaikkan sebelah alisku. “Yah, tampaknya kita memang berada di tempat yang benar,” komentarku sambil meletakkan catatan itu di tasku.“Kamu kenal dia, ‘kan?” tanya Fia padaku.Aku mengangguk. “Aku sudah pernah bertemu dengannya sekali. Joshua waktu itu mengundang Gideon dan aku untuk makan siang bersama. Sejujurnya, aku bahkan sebelumnya tidak tahu dia mengenal Gideon.” Dunia di antara para miliarder kecil sekali, jadi pada akhirnya mereka semua bertemu satu sama lain.“Em, keren. Menurutmu dia orang yang seperti apa?” tanya temanku sambil menatap struktur bangunan itu. Kami sedang berjalan ke arah lift. Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku sedikit takut oleh tatapan sekumpulan wanita di
JasonKetika Tama dan aku tiba di apartemen Joshua, kami langsung menyadari bahwa dia sudah sedikit mabuk dan gila meskipun pesta lajangnya baru saja dimulai.“Jason Santoso, kamu datang! Ini membuatku luar biasa bahagia,” kata pria itu dengan suara yang lantang seraya dia membuka pintu, memelukku, dan menepuk-nepuk punggungku dengan keras sambil tertawa dengan gembira. Kebahagiaannya tercampur dengan minuman, membuatnya lebih bahagia daripada yang seharusnya.“Tentu saja aku datang. Aku tidak akan melewatkan acara yang amat sangat penting ini,” jawabku, memeluknya juga.“Ini luar biasa,” gumamnya sambil menarikku ke sebuah pojokan di lorong masuk rumahnya. “Dengar …. Kamu harus tahu bahwa ayahmu ada di sini. Aku tahu kamu dan dia tidak akrab dan aku mengerti, tapi dia adalah salah satu sahabatku.” Dia terlihat merasa bersalah ketika dia mengatakannya.Aku menggelengkan kepalaku. “Tentu saja aku mengerti. Kamu tidak perlu minta maaf. Ini adalah pesta lajangmu, hari untuk mengesamp