“Maaf, aku sudah menjadi teman yang buruk, harusnya aku menjaga Jach,” lirih Leary dipenuhi kekecewaaan terhadap dirinya sendiri. Leary kecewa karena dia tidak bisa menjaga teman satu-satunya dari orang yang sudah berbuat jahat, Leary ingin menjaga Jach, namun dia takut kepada Kate dan Jena. “Kau tidak perlu menjagaku karena aku kuat,” jawab Jach menghibur. Leary mengusap dadanya pelan, anak itu mencoba menghilangkan kekecewaan di dalam hatinya dan berhenti bersedih karena Jach ingin dirinya baik-baik saja. “Aku juga akan berusaha menjadi anak yang kuat agar Jach tidak perlu melindungiku.” Samar Jach tersenyum. “Bagaimana denganmu sendiri? Kau baik-baik saja?” “Aku baik-baik saja. Sebaiknya Jach pergi ke pasar sendirian, aku harus membersihkan rumah sebelum ibu pulang,” jawab Leary dengan senyuman yang dipaksakan. Jach terdiam, anak itu berdiri dalam kebimbangan melihat karung arang dan paprika yang belum di antar, jika Jach datang telat, pemilik toko akan mengomelinya. “Aku ak
“Ibu..” panggil Leary dengan tawa penuh kebahagiaan. Tubuh Olivia menegang, tangannya yang gemetar memegang erat sisi kursi roda untuk melepas emosional di dalam hatinya yang kini berkecamuk dipenuhi oleh kelegaan dan rasa bersalah. Olivia merasa lega karena dia bisa kembali pulang dengan segenggam harapan yang lebih pasti, disisi lain dia merasa bersalah karena pulang dalam keadaan terluka. Pupil mata Olivia gemetar, perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya berubah menjadi kemarahan, darah di nadinya memanas melihat putri kesayangannya berpakaian kotor lusuh dan rambut indahnya rusak acak-acakan. Apa yang sebenarnya terjadi? Seharusnya ada seseorang yang menjaga Leary meski mereka berada di posisi yang cukup jauh. “Ibu!” suara tawa Leary terdengar kian jelas, tangan mungilnya terbuka lebar, anak itu melompat ke dalam pelukan Olivia dipenuhi oleh kerinduan. “Aku senang Ibu pulang,” ucap Leary dengan pelukan yang erat. Olivia tertunduk membalas pelukan Leary dengan penuh keh
Olivia duduk di kursi rotan menikmati segelas teh sambil beristirahat, banyak cerita yang dia dengar dari mulut Leary mengenai apa saja yang telah terjadi selama Olivia pergi dari rumah. Olivia merasa sangat bersyukur karena kedatangan Morgan tepat waktu, kini Olivia tinggal bertemu Morgan untuk yang terakhir kalinya sambil menyerahkan apa yang sudah dia janjikan pada Elisio Hemilton. Bibir pucat Olivia sedikit terbuka, wanita itu menghela napasnya dengan berat melihat Leay yang kini sedang sibuk menikmati sepotong kue sambil membuka setiap lembar buku dongengnya untuk melihat setiap gambar yang ada. Sudah saatnya Leary belajar membaca., Olivia harus segera mengajarinya. “Ibu,” panggil Leary. “Ada apa?” tanya Olivia dengan suara yang kian serak. Dada Olivia kembali sesak sejak semalam, dia harus menahan rasa sakitnya meski sudah meminum obat. Leary melirik kue cokelatnya yang masih tersisa banyak, tiba-tiba dia teringat dengan Jach yang belum datang ke rumah. “Apa boleh aku mem
Leary duduk di atas batu dengan sebuah kue dipangkuannya, Leary tidak berhenti melihat ke arah jalan, dia berharap Jach segera pulang juga. Langit sore sudah berlalu, matahari sebentar lagi akan terbenam. Jach sudah pergi cukup lama, seharusnya kini dia sudah kembali. Apa jangan-jangan Jach sudah kembali ke rumah dan lupa dengan janjinya untuk menemui Leary? Tapi Jach sudah berjanji, mana mungkin Jach mengingkari janjinya. “Ke mana sebenarny Jach?” tanya Leary pada kesunyian. Ada perasaan khawatir yang mengganggu perasaan Leary, dia takut terjadi sesuatu kepada Jach. Baru saja Leary memikirkan Jach, di bawah langit yang mulai gelap, Leary melihat Jach yang kini berjalan pelan menuju ke arahnya. “Jach!” panggil Leary dengan mata berbinar, anak itu berlari menyusul Jach yang masih berjalan jauh. Kesenangan di mata Leary mendadak hilang seiring dengan keberadaan Jach yang semakin dekat dan Leary dapat melihatnya dengan jelas. Kening Leary mengerut samar melihat pakaian Jach terli
“Anda dan Leary adalah orang yang memperlakukan saya dengan baik setelah nenek saya, terima kasih,” ucap Jach. Olivia tersenyum. “Aku juga senang kau bisa berteman dengan Leary, dia terlihat sangat menyukaimu, selama ini Leary tidak begitu benar-benar memiliki seorang teman,” kata Olivia lagi usai mengobat Jach. “Saya juga senang berteman dengan putri Anda.” “Aku turut berduka cita atas meninggalnya nenekmu.” Jach meremas kuat lengannya mencoba menahan segumpal emosi kesedihan yang belum dia ungkapkan sejak kematian Ogze. Mata Jach yang dipenuhi kesedihan terlukis oleh banyak cahaya api yang tengah berkobar di depannya. Jach kehilangan satu-satunya orang terakhir yang dia harapkan bisa menjadi penjaganya, namun ternyata Tuhan berkehendak lain, Ogze diambil terlalu cepat. Olivia bisa menyadari jika apa yang dilihatnya bukan hanya kesedihan semata, ada luka yang jauh lebih dalam di dalam diri Jach. “Dengan siapa sekarang kau tinggal?” tanya Olivia pelan. “Saya tinggal sendirian,
Beberapa gulungan kertas sudah berada di tangan Morgan, Olivia sudah memberikan banyak informasi penting yang telah dia janjikan berasama Ellisio.Kini keduanya duduk saling berhadapan, berbicara untuk yang terakhir kalinya sebelum Olivia benar-benar dilarang bertemu dengan orang luar.Waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam, Morgan sengaja datang di malam hari karena beberapa alasan.“Aku masih berharap banyak bahwa kau, aku dan kakakku bisa duduk bersama menikmati secangkir teh sambil melihat matahari terbenam. Sepertinya kini situasi semakin sulit untukmu,” ucap Morgan tampak masih tidak percaya dengan keputusan yang telah Olivia ambil.“Sampaikan permintaan maafku kepada Ellisio.”“Aku dan Ellisio bisa membantumu jika kau ingin melakukan pemberontakan pada Oxfo,” tawar Morgan terdengar serius.Dengan lemah Olivia menggeleng tidak setuju. “Sekarang sudah bukan lagi waktunya untukku menghabiskan waktu dengan melakukan pertarungan. Aku tidak ingin mati dengan meninggalkan beban
Dua bulan kemudian.. November, 1997 Setelah kepergian Jach, dan setelah kepulangan Olivia di tugas terakhirnya di malam itu, semua kehidupan Leary dan Olivia berubah, mereka menjalani waktunya dalam ketenangan tanpa ada tamu yang datang dan mengancam sesuatu. Olivia menghabiskan waktunya di rumah bersama Leary, di waktu luang dia menulis banyak rahasia yang dia simpan selama ini, di sela-sela itu, Olivia mengajari Leary banyak hal, dan seiring dengan berjalannya waktu pada akhirnya Olivia tidak bisa menghindari keadaannya yang semakin memburuk. Kondisi tubuh Olivia semakin lemah.. Berat badan Olivia semakin hari semakin menyusut, ada banyak cekungan tajam di wajahnya, wajahnya berubah pucat, dan tangannya terlihat kurus kering tidak bertenaga. Efek samping dari penyakitkan membuat Olivia semakin mudah lelah karena kesulitan bernapas, Olivia mulai tidak mampu mengerjakan pekerjaan rumah yang berat, tidak jarang Olivia mengalami demam, beruntungnya Leary menjadi jarang merengek at
“Berikan uangnya,” pinta Delano dengan tangan terbuka. Wajah Willis memucat kaget, wanita itu bertanya-tanya di dalam hatinya, dari mana Delano mengetahui Willis baru mendapatkan uang? Apakah guild itu bekerja sama dengan rentenir yang sudah menghutangkan banyak uang pada mantan suami Willis? “Kenapa kau diam saja? Apa kau bisu? Aku bilang berikan uang itu,” ucap Delano kian mendekat, mengikis jarak di antaranya dengan Willis. “Apa maksudmu? Aku tidak tahu apapun,” jawab Willis berusaha untuk bersikap setenang mungkin. “Jangan berpura-pura, aku tahu kau sudah mendapatkan banyak uang, kau pikir aku bodoh?” Willis mundur perlahan, wanita itu terintimidasi dengan desakan Delano dan tatapannya yang tajam berbahaya. “Ini bukan uangku, ini uang temanku, kau tidak berhak mendapatkannya,” jawab Willis apa adanya. “Aku tidak peduli, uang siapapun yang ada di tanganmu, itu tanggung jawabmu, namun aku berhak mengambilnya,” geram Delano tampak jengkel. “Tidak bisa!” Jawab Willis dengan ter
Langit terlihat memerah, dalam waktu beberapa menit lagi akan benar-benar tenggelam. Leary duduk di rerumputan melihat banyaknya daun semanggi yang tumbuh subur.Gadis kecil itu terlihat merenung teringat Petri yang pernah dia beri daun semanggi.Petri, entah mengapa Leary ingin lebih dekat dengannya dan terus memikirkannya. Leary gelisah melihat Petri yang terlihat bersedih.“Apa yang kau lakukan di sini? Masuklah,” titah Chaning yang datang menyusul, sekilas pria itu melihat jauh keberadaan Ferez yang masih menunggangi kudanya di pacuan.Wajah Leary terangkat, menatap lekat Chaning yang kini disinari sinar matahari sore. Pria itu terlihat kuat, indah dan hangat, sehangat matahari sore.Leary tidak bersuara, namun anak itu terus menatap Chaning dalam diam, Leary bergumul dalam pikirannya mencoba untuk merangkai sesuatu untuk diungkapkan.“Kenapa?” tanya Chaning yang menyadari sesuatu.Leary segera berdiri. “Paman, apa boleh saya berteman baik dengan Petri?” tanya Leary terdengar seper
Ferez berjalan sendirian keluar dari kantin sekolah, beberapa saat yang lalu dia sempat pergi ke kelas Leary untuk memastikan keadaannya karena ingin tahu keadaannya. Ferez tidak menemukan keberadaannya, dia sempat berpikir Leary pergi ke kantin sekolah, namun ternyata Leary juga tidak ada.Cukup jauh Ferez melangkah akhirnya dia sampai di taman sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuknya mencari Leary karena kini perhatiannya langsung tertuju pada gadis kecil itu yang kini tersenyum melambaikan tangannya pada Petri yang beranjak pergi meninggalkannya.Ferez juga melihat Duke yang kini tengah berdiri di bawah pohon, Ferez tidak habis pikir dengan keputusan ayahnya yang mengirim Duke dibandingkan pengawal lainnya. Padahal Duke memiliki fisik yang mencolok dibandingkan dengan Romero.Tanpa pikir panjang Ferez segera pergi menghampiri Leary.“Ferez,” sapa Leary dengan senyuman lebar terlihat senang.“Bagaimana kelas pertamamu?” tanya Ferez seraya duduk, namun tatapannya yang tajam it
“Apa boleh saya duduk di sini?” tanya Leary memberanikan diri.Sekali lagi Petri menarik napasnya dalam-dalam, dan berkata, “Duduklah.”Leary memutuskan untuk duduk di samping Petri, sementara Duke berdiri menunggu di bawah pohon sambil berbicara dengan seorang anak laki-laki yang meminta tolong kepadanya karena bolanya menyangkut di dahan pohon.Leary dan Petri duduk berdampingan, keduanya terlihat terjebak dalam kecanggungan meski hatinya saling memiliki rasa penasaran dan bertanya-tanya ingin tahu kabar masing-masing.Petri melirik Leary yang kini membuka bekal makanannya di atas pangkuannya. “Kau mulai sekolah hari ini?”Leary mengangguk dengan senyuman.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Petri lagi.“Luar biasa, saya sangat senang.”Petri ikut tersenyum meski jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sedikit iri karena tidak bisa pergi bersama ke sekolah dengan adiknya, malahan kini mereka berdua tampak seperti dua orang asing yang sedang mengobrol.Leary mengambil roti isi yang dibuat o
Noah menopang dagunya memperhatikan gurunya tengah berbicara di depan, perhatiannya sempat teralihkan pada Petri yang tengah membaca buku. Sejak kejadian hari itu, Petri menjadi jarang sekolah, dia harus menanggung banyak tanggung jawab dan lebih mementingkan untuk belajar khusus bisnis dibandingkan dengan sekolah umum untuk anak-anak seusianya.Keadaan Darrel tidak kunjung membaik dan dia terus mendapatkan perhatian khusus, bisa dikatakan mungkin kini keadaan jauh lebih buruk. Beruntung Adelle sering datang membantu Petri dikala dia kesulitan. Kini kediaman keluarga McCwin sudah kosong tidak berpenghuni, Petri lebih memilih tinggal bersama Andrew yang sampai saat ini masih setia kepadanya meski sudah mengundurkan diri.Karena kejadian di hari itu, Petri sempat tidak sekolah selama satu bulan, dia harus mendapatkan banyak bimbingan agar bisa melewati masa traumanya.Kini, Petri yang cerdas dan selalu kompetitif dalam belajar sudah berubah, dia lebih banyak diam dan menyendiri, menja
Chaning dan Liebert duduk dalam ketegangan, kehadiran kedua pria itu membuat seseorang guru yang mengurus administrasi pendaftaran sekolah sempat dibuat diam dan tersenyum canggung.Hari kemarin seseorang bertubuh tinggi besar dangan wajah bertato yang datang memberikan semua berkas keperluan, dan kini yang datang menjadi wali adalah dua pria bertubuh besar.Chaning dan Liebert berpenampilan rapi, namun aura mematikan mereka tetap saja tidak bisa dihindarkan. Terlebih, sebelumnya Russel pernah bertemu dengan Chaning yang pernah mendaftarkan Ferez.Nama Benvolio sangat begitu jarang digunakan, dan nama itu dikenal sebagai nama klan besar keluarga mafia.“Kita pernah bertemu sebelumnya, Anda orang tuanya Ferez?” ucap Russel berbasa-basi, padahal sebelumnya dia sudah dihubungi secara khusus oleh petinggi sekolah bahwa akan ada tamu penting yang akan medaftar anaknya sekolah.Chaning mengangguk samar.Russel berdeham pelan sambil menyeka keringat dingin di keningnya. “Jadi, anak atas nama
“Aku paman kandungnya, aku akan menjadi walinya,” Liebert angkat bicara ditengah-tengah sarapan pagi yang akan dimulai.Pagi ini Chaning dan Liebert tengah berdiskusi mengenai sekolah pertama Leary, nampaknya diskusi itu sedikit terganggu karena Chaning dan Liebert sama-sama ingin menjadi wali Leary.Chaning menengok seketika, pria itu mendorong piring makanan untuk Ferez. “Apa kau sudah lupa? Sekarang aku menjadi ayah angkatnya secara sah, secara garis besar aku lebih berhak menjadi walinya.”Kening Liebert mengerut samar, pria itu tampak tidak setuju dengan apa yang telah Chaning katakan kepadanya. “Ayah angkat di atas kertas, Leary masih memanggilmu paman.”“Memangnya kenapa? Saat kecil, Ferez juga memanggilku Chaning dibandingkan dengan sebutan ayah. Lagi pula, Leary lebih dekat denganku.”Liebert tersenyum miring, pria langsung bersedekap sombong. “Oh ya? Jika kalian sangat dekat, apa kau tahu keahilannya?”“Apa maksudmu? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan denganmu,” debat C
Empat bulan kemudian..Leary terbaring dalam kegelisahan, gadis kecil itu terlihat beberapa kali melihat baju seragam sekolahnya yang digantung di depan lemari. Besok adalah hari pertama dia akan sekolah, Leary sangat gugup dan berdebar hebat tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok.Keadaan Leary sudah pulih sejak tiga bulan yang lalu, namun karena dia masih kesulitan berbicara dan takut dengan orang asing, butuh waktu lama untuknya bisa pulih seperti sekarang.Kini, Leary telah kembali menjadi anak yang penuh semangat dan selalu ceria. Sejak tinggal di rumah Chaning, secara perlahan Leary mendapatkan lebih banyak keberaniannya berkat dorongan semua orang.Chaning maupun Liebert, mereka berdua memang tidak begitu bisa bersikap manis dan lembut seperti orang lain. Namun, mereka berdua mampu memberikan banyak kenyamanan dan rasa aman untuk Leary, mereka berdua selalu menumbuhkan rasa percaya diri Leary agar dia berhenti berpikiran buruk lagi dengan orang-orang yang ada di se
Desa Bibury, tempat yang telah Leary tinggalkan, tempat kenangan terakhir Olivia hidup, kini berada di depan mata. Leary berdiri terpaku, berdiri di tengah-tengah rumah kecil sederhana dan kumuh. Pandangannya mengedar melihat ke penjuru tempat, merasakan kembali kenangan indah dirinya bersama ibunya dulu.Leary mengusap dadanya, merasakan sesuatu perasaan yang kosong kini terasa kembali penuh hanya dengan membayangkan wajah Olivia, mencium sisa-sisa aromanya yang masih tertinggal.Di tempat ini, Leary melewati masa indah terakhirnya bersama ibunya. Leary melangkah pelan dalam tuntunan Chaning, mendekati sebuah tungku perapian. Di tempat itu, Olivia menghembuskan napas terakhirnya dalam pelukan Leary. Leary masih ingat, dia memeluk tubuh Olivia yang semula hangat berubah dingin, Leary yang sudah berjanji untuk menjadi anak yang kuat menahan air matanya hingga hembusan napas terakhir Olivia, hingga detak jantung terakhirnya, Leary menangis tanpa suara agar Olivia tidak mendengarnya.
Leary terduduk di kursi rodanya dengan sebuah pakaian yang tebal, gadis kecil itu tidak berhenti memandangi Liebert yang sejak tadi menyisir rambutnya, membantu mengenakan pakaian tebal hingga membantu mempersiapkan kepergian mereka karena pulang dari rumah sakit.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak terduga Petri berdiri di ambang pintu. Ini untuk pertama kalinya Petri keluar usai kejadian itu, kini konisi Petri sudah mulai stabil berkat bantuan dokter. Petri berdiri tertunduk terlihat ragu untuk menatap.“Apa aku dibolehkan masuk?” Tanya Petri terdengar pelan nyaris tidak terdengar.Liebert sempat terdiam, pria itu lebih dulu melihat reaksi Leary. Jika Leary ketakutan, maka Liebert akan menolak.Melihat Leary yang terlihat tenang, Liebert akhirnya segera berdiri. “Masuklah,” jawab Liebert memberi izin.Petri mencoba memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Liebert, orang sudah menembak kaki ayahnya dengan kejam. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian di dalam ha