“Ibu..” panggil Leary dengan tawa penuh kebahagiaan. Tubuh Olivia menegang, tangannya yang gemetar memegang erat sisi kursi roda untuk melepas emosional di dalam hatinya yang kini berkecamuk dipenuhi oleh kelegaan dan rasa bersalah. Olivia merasa lega karena dia bisa kembali pulang dengan segenggam harapan yang lebih pasti, disisi lain dia merasa bersalah karena pulang dalam keadaan terluka. Pupil mata Olivia gemetar, perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya berubah menjadi kemarahan, darah di nadinya memanas melihat putri kesayangannya berpakaian kotor lusuh dan rambut indahnya rusak acak-acakan. Apa yang sebenarnya terjadi? Seharusnya ada seseorang yang menjaga Leary meski mereka berada di posisi yang cukup jauh. “Ibu!” suara tawa Leary terdengar kian jelas, tangan mungilnya terbuka lebar, anak itu melompat ke dalam pelukan Olivia dipenuhi oleh kerinduan. “Aku senang Ibu pulang,” ucap Leary dengan pelukan yang erat. Olivia tertunduk membalas pelukan Leary dengan penuh keh
Olivia duduk di kursi rotan menikmati segelas teh sambil beristirahat, banyak cerita yang dia dengar dari mulut Leary mengenai apa saja yang telah terjadi selama Olivia pergi dari rumah. Olivia merasa sangat bersyukur karena kedatangan Morgan tepat waktu, kini Olivia tinggal bertemu Morgan untuk yang terakhir kalinya sambil menyerahkan apa yang sudah dia janjikan pada Elisio Hemilton. Bibir pucat Olivia sedikit terbuka, wanita itu menghela napasnya dengan berat melihat Leay yang kini sedang sibuk menikmati sepotong kue sambil membuka setiap lembar buku dongengnya untuk melihat setiap gambar yang ada. Sudah saatnya Leary belajar membaca., Olivia harus segera mengajarinya. “Ibu,” panggil Leary. “Ada apa?” tanya Olivia dengan suara yang kian serak. Dada Olivia kembali sesak sejak semalam, dia harus menahan rasa sakitnya meski sudah meminum obat. Leary melirik kue cokelatnya yang masih tersisa banyak, tiba-tiba dia teringat dengan Jach yang belum datang ke rumah. “Apa boleh aku mem
Leary duduk di atas batu dengan sebuah kue dipangkuannya, Leary tidak berhenti melihat ke arah jalan, dia berharap Jach segera pulang juga. Langit sore sudah berlalu, matahari sebentar lagi akan terbenam. Jach sudah pergi cukup lama, seharusnya kini dia sudah kembali. Apa jangan-jangan Jach sudah kembali ke rumah dan lupa dengan janjinya untuk menemui Leary? Tapi Jach sudah berjanji, mana mungkin Jach mengingkari janjinya. “Ke mana sebenarny Jach?” tanya Leary pada kesunyian. Ada perasaan khawatir yang mengganggu perasaan Leary, dia takut terjadi sesuatu kepada Jach. Baru saja Leary memikirkan Jach, di bawah langit yang mulai gelap, Leary melihat Jach yang kini berjalan pelan menuju ke arahnya. “Jach!” panggil Leary dengan mata berbinar, anak itu berlari menyusul Jach yang masih berjalan jauh. Kesenangan di mata Leary mendadak hilang seiring dengan keberadaan Jach yang semakin dekat dan Leary dapat melihatnya dengan jelas. Kening Leary mengerut samar melihat pakaian Jach terli
“Anda dan Leary adalah orang yang memperlakukan saya dengan baik setelah nenek saya, terima kasih,” ucap Jach. Olivia tersenyum. “Aku juga senang kau bisa berteman dengan Leary, dia terlihat sangat menyukaimu, selama ini Leary tidak begitu benar-benar memiliki seorang teman,” kata Olivia lagi usai mengobat Jach. “Saya juga senang berteman dengan putri Anda.” “Aku turut berduka cita atas meninggalnya nenekmu.” Jach meremas kuat lengannya mencoba menahan segumpal emosi kesedihan yang belum dia ungkapkan sejak kematian Ogze. Mata Jach yang dipenuhi kesedihan terlukis oleh banyak cahaya api yang tengah berkobar di depannya. Jach kehilangan satu-satunya orang terakhir yang dia harapkan bisa menjadi penjaganya, namun ternyata Tuhan berkehendak lain, Ogze diambil terlalu cepat. Olivia bisa menyadari jika apa yang dilihatnya bukan hanya kesedihan semata, ada luka yang jauh lebih dalam di dalam diri Jach. “Dengan siapa sekarang kau tinggal?” tanya Olivia pelan. “Saya tinggal sendirian,
Beberapa gulungan kertas sudah berada di tangan Morgan, Olivia sudah memberikan banyak informasi penting yang telah dia janjikan berasama Ellisio.Kini keduanya duduk saling berhadapan, berbicara untuk yang terakhir kalinya sebelum Olivia benar-benar dilarang bertemu dengan orang luar.Waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam, Morgan sengaja datang di malam hari karena beberapa alasan.“Aku masih berharap banyak bahwa kau, aku dan kakakku bisa duduk bersama menikmati secangkir teh sambil melihat matahari terbenam. Sepertinya kini situasi semakin sulit untukmu,” ucap Morgan tampak masih tidak percaya dengan keputusan yang telah Olivia ambil.“Sampaikan permintaan maafku kepada Ellisio.”“Aku dan Ellisio bisa membantumu jika kau ingin melakukan pemberontakan pada Oxfo,” tawar Morgan terdengar serius.Dengan lemah Olivia menggeleng tidak setuju. “Sekarang sudah bukan lagi waktunya untukku menghabiskan waktu dengan melakukan pertarungan. Aku tidak ingin mati dengan meninggalkan beban
Dua bulan kemudian.. November, 1997 Setelah kepergian Jach, dan setelah kepulangan Olivia di tugas terakhirnya di malam itu, semua kehidupan Leary dan Olivia berubah, mereka menjalani waktunya dalam ketenangan tanpa ada tamu yang datang dan mengancam sesuatu. Olivia menghabiskan waktunya di rumah bersama Leary, di waktu luang dia menulis banyak rahasia yang dia simpan selama ini, di sela-sela itu, Olivia mengajari Leary banyak hal, dan seiring dengan berjalannya waktu pada akhirnya Olivia tidak bisa menghindari keadaannya yang semakin memburuk. Kondisi tubuh Olivia semakin lemah.. Berat badan Olivia semakin hari semakin menyusut, ada banyak cekungan tajam di wajahnya, wajahnya berubah pucat, dan tangannya terlihat kurus kering tidak bertenaga. Efek samping dari penyakitkan membuat Olivia semakin mudah lelah karena kesulitan bernapas, Olivia mulai tidak mampu mengerjakan pekerjaan rumah yang berat, tidak jarang Olivia mengalami demam, beruntungnya Leary menjadi jarang merengek at
“Berikan uangnya,” pinta Delano dengan tangan terbuka. Wajah Willis memucat kaget, wanita itu bertanya-tanya di dalam hatinya, dari mana Delano mengetahui Willis baru mendapatkan uang? Apakah guild itu bekerja sama dengan rentenir yang sudah menghutangkan banyak uang pada mantan suami Willis? “Kenapa kau diam saja? Apa kau bisu? Aku bilang berikan uang itu,” ucap Delano kian mendekat, mengikis jarak di antaranya dengan Willis. “Apa maksudmu? Aku tidak tahu apapun,” jawab Willis berusaha untuk bersikap setenang mungkin. “Jangan berpura-pura, aku tahu kau sudah mendapatkan banyak uang, kau pikir aku bodoh?” Willis mundur perlahan, wanita itu terintimidasi dengan desakan Delano dan tatapannya yang tajam berbahaya. “Ini bukan uangku, ini uang temanku, kau tidak berhak mendapatkannya,” jawab Willis apa adanya. “Aku tidak peduli, uang siapapun yang ada di tanganmu, itu tanggung jawabmu, namun aku berhak mengambilnya,” geram Delano tampak jengkel. “Tidak bisa!” Jawab Willis dengan ter
“Selama anakmu ada di sana, aku akan berusaha mencari uang untuk menggantikan kerugianmu!” Olivia membuang mukanya seketika, wanita itu masih sangat jengkel dan marah karena kelalaian Willis, Olivia kehilangan banyak uang yang dia rencanakan untuk bisa membuat Leary sekolah. Kesialan Olivia benar-benar tidak berakhir. Olivia tahu jika tidak ada gunanya terus marah, tapi apa tanggung jawab Willis sebanding dengan semua senjata dan uang Olivia yang hilang? Olivia tidak bisa membiarkan Leary terus menerus berada di rumah dan menyaksikan dirinya sakit. Akhir-akir ini dada Olivia semakin sakit tidak terkendali. Akhir-akhir ini juga Leary menjadi murung karena khawatir melihatnya sakit. Olivia tidak ingin Leary semakin bersedih melihat kondisinya yang semakin memburuk sepanjang waktu. Olivia ingin jika Leary berhenti memikirkannya dengan diberi banyak kesibukan. Leary tidak boleh melihat semua rasa sakit yang diderita tubuhnya, dia harus terus melangkah jauh tanpa kesedihan meski bila