“Anda dan Leary adalah orang yang memperlakukan saya dengan baik setelah nenek saya, terima kasih,” ucap Jach. Olivia tersenyum. “Aku juga senang kau bisa berteman dengan Leary, dia terlihat sangat menyukaimu, selama ini Leary tidak begitu benar-benar memiliki seorang teman,” kata Olivia lagi usai mengobat Jach. “Saya juga senang berteman dengan putri Anda.” “Aku turut berduka cita atas meninggalnya nenekmu.” Jach meremas kuat lengannya mencoba menahan segumpal emosi kesedihan yang belum dia ungkapkan sejak kematian Ogze. Mata Jach yang dipenuhi kesedihan terlukis oleh banyak cahaya api yang tengah berkobar di depannya. Jach kehilangan satu-satunya orang terakhir yang dia harapkan bisa menjadi penjaganya, namun ternyata Tuhan berkehendak lain, Ogze diambil terlalu cepat. Olivia bisa menyadari jika apa yang dilihatnya bukan hanya kesedihan semata, ada luka yang jauh lebih dalam di dalam diri Jach. “Dengan siapa sekarang kau tinggal?” tanya Olivia pelan. “Saya tinggal sendirian,
Beberapa gulungan kertas sudah berada di tangan Morgan, Olivia sudah memberikan banyak informasi penting yang telah dia janjikan berasama Ellisio.Kini keduanya duduk saling berhadapan, berbicara untuk yang terakhir kalinya sebelum Olivia benar-benar dilarang bertemu dengan orang luar.Waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam, Morgan sengaja datang di malam hari karena beberapa alasan.“Aku masih berharap banyak bahwa kau, aku dan kakakku bisa duduk bersama menikmati secangkir teh sambil melihat matahari terbenam. Sepertinya kini situasi semakin sulit untukmu,” ucap Morgan tampak masih tidak percaya dengan keputusan yang telah Olivia ambil.“Sampaikan permintaan maafku kepada Ellisio.”“Aku dan Ellisio bisa membantumu jika kau ingin melakukan pemberontakan pada Oxfo,” tawar Morgan terdengar serius.Dengan lemah Olivia menggeleng tidak setuju. “Sekarang sudah bukan lagi waktunya untukku menghabiskan waktu dengan melakukan pertarungan. Aku tidak ingin mati dengan meninggalkan beban
Dua bulan kemudian.. November, 1997 Setelah kepergian Jach, dan setelah kepulangan Olivia di tugas terakhirnya di malam itu, semua kehidupan Leary dan Olivia berubah, mereka menjalani waktunya dalam ketenangan tanpa ada tamu yang datang dan mengancam sesuatu. Olivia menghabiskan waktunya di rumah bersama Leary, di waktu luang dia menulis banyak rahasia yang dia simpan selama ini, di sela-sela itu, Olivia mengajari Leary banyak hal, dan seiring dengan berjalannya waktu pada akhirnya Olivia tidak bisa menghindari keadaannya yang semakin memburuk. Kondisi tubuh Olivia semakin lemah.. Berat badan Olivia semakin hari semakin menyusut, ada banyak cekungan tajam di wajahnya, wajahnya berubah pucat, dan tangannya terlihat kurus kering tidak bertenaga. Efek samping dari penyakitkan membuat Olivia semakin mudah lelah karena kesulitan bernapas, Olivia mulai tidak mampu mengerjakan pekerjaan rumah yang berat, tidak jarang Olivia mengalami demam, beruntungnya Leary menjadi jarang merengek at
“Berikan uangnya,” pinta Delano dengan tangan terbuka. Wajah Willis memucat kaget, wanita itu bertanya-tanya di dalam hatinya, dari mana Delano mengetahui Willis baru mendapatkan uang? Apakah guild itu bekerja sama dengan rentenir yang sudah menghutangkan banyak uang pada mantan suami Willis? “Kenapa kau diam saja? Apa kau bisu? Aku bilang berikan uang itu,” ucap Delano kian mendekat, mengikis jarak di antaranya dengan Willis. “Apa maksudmu? Aku tidak tahu apapun,” jawab Willis berusaha untuk bersikap setenang mungkin. “Jangan berpura-pura, aku tahu kau sudah mendapatkan banyak uang, kau pikir aku bodoh?” Willis mundur perlahan, wanita itu terintimidasi dengan desakan Delano dan tatapannya yang tajam berbahaya. “Ini bukan uangku, ini uang temanku, kau tidak berhak mendapatkannya,” jawab Willis apa adanya. “Aku tidak peduli, uang siapapun yang ada di tanganmu, itu tanggung jawabmu, namun aku berhak mengambilnya,” geram Delano tampak jengkel. “Tidak bisa!” Jawab Willis dengan ter
“Selama anakmu ada di sana, aku akan berusaha mencari uang untuk menggantikan kerugianmu!” Olivia membuang mukanya seketika, wanita itu masih sangat jengkel dan marah karena kelalaian Willis, Olivia kehilangan banyak uang yang dia rencanakan untuk bisa membuat Leary sekolah. Kesialan Olivia benar-benar tidak berakhir. Olivia tahu jika tidak ada gunanya terus marah, tapi apa tanggung jawab Willis sebanding dengan semua senjata dan uang Olivia yang hilang? Olivia tidak bisa membiarkan Leary terus menerus berada di rumah dan menyaksikan dirinya sakit. Akhir-akir ini dada Olivia semakin sakit tidak terkendali. Akhir-akhir ini juga Leary menjadi murung karena khawatir melihatnya sakit. Olivia tidak ingin Leary semakin bersedih melihat kondisinya yang semakin memburuk sepanjang waktu. Olivia ingin jika Leary berhenti memikirkannya dengan diberi banyak kesibukan. Leary tidak boleh melihat semua rasa sakit yang diderita tubuhnya, dia harus terus melangkah jauh tanpa kesedihan meski bila
“Apakah di sana aku akan mendapatkan uang?” bisik Leary bertanya. Olivia sempat dibuat terdiam, dengan penuh kehati-hatian wanita itu menjawab, “Kenapa kau menanyakan uang Nak?” Wajah Leary kembali terangkat, anak itu menatap lekat Olivia dengan tangan terkepal kuat di atas meja. “Jika aku mendapatkan uang, aku ingin membelikan obat untuk Ibu, agar Ibu bisa sembuh. Aku ingin kita pergi berkuda lagi, aku senang bermain bersama Ibu.” Olivia tercekat kaget, bibirnya menekan kuat menahan desakan air mata kesedihannya mendengar jawaban Leary yang penuh kebijaksanaan. “Nak, sudah pernah bilang padamu jika ibu masih memiliki cukup uang, ibu menawarkanmu berada di toko bibi Willis karena di sana ada banyak buku dongeng yang bagus dan taman bermain, di sana kau tidak akan kesepian.” “Tapi Ibu akan kesepian jika kutinggal sendiri,” jawab Leary lagi masih tidak berpikir egois dan mendahulukan keadaan Olivia. Mata Olivia bergetar kian panas, ucapan Leary sangat menghangatkan hatinya dan mem
Tetesan darah segar terjatuh menodai kertas dan bergabung dengan tinta balpoin yang merangkai beberapa patah kata. Olivia menegakan kepalanya dan menutup hidungnya dengan cepat, kepalanya berdenyut sakit dan pandangannya sedikit mengabur. Suara napas Olivia mulai terdengar. Dokter mengatakan jika masalah Olivia ada pada satu paru-parunya yang tidak befungsi lagi, namun semenjak mendapatkan obat pelumpuhan dari Oxfo, Olivia merasakan ada sesuatu yang pada tubuhnya. Olivia curiga jika Oxfo mencoba memasukan zat yang mempercepat kematiannya setelah mendapatkan informasi dari Olivia. Dia semakin lemah dan mudah sakit, Olivia terus menerus membutuhkan obat untuk bertahan dan beberapa inhaler yang membantu pernapasannya dalam beberapa saat. Dengan tangan yang gemetar Olivia memutar kursi rodanya agar bisa pergi ke dapur dan membersihkan wajahnya yang dihiasi darah. Sepanjang hari ini Olivia tidak berhenti memikirkan Leary sambil menulis beberapa catatan penting yang harus dia berikan
Gigitan demi gigitan kentang mulai masuk ke dalam mulut, rasa bosan membuat Leary ingin mencoba ke taman bermain, tapi rasa takut yang lebih besar membuat Leary harus menahan diri dan menunggu Willis pulang. Beruntung saja Willis yang sudah pergi telah kembali, wanita itu terlihat tersenyum lebar penuh kesenangan karena baru selesai di ajak jalan-jalan oleh seorang laki-laki. “Bagaimana dengan tokoku?” tanya Willis. Leary terperanjat. “Ada seseorang yang mengambil buku pesanannya, namanya nyonya Lesley, buku yang di ambil panduan musik opera.” Kening Willis mengerut samar, mencoba mengingat apakah ada seseorang yang memesan buku musik opera bernama Lesley. Mata Willis mulai menyipit curiga, dia tahu siapa Lesley, wanita yang penah bertengkar dengannya karena suami Lesley tidur dengan Willis. Tapi, Lesley tidak pernah memesan buku, jangankan untuk bicara, untuk saling melihat saja mereka sudah saling membenci. Tapi benar, Lesley datang ke tokonya? “Apa aku salah dengar?” tanya W