Ferez menarik ujung lengan coat yang kenakannya untuk melihat arah jarum jam yang terpasang di tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam. Sudah lebih dari sepuluh menit Ferez berdiri di samping sungai Thames, anak itu menunggu kedatangan Leary yang tidak dia ketahui apakah malam ini Leary akan keluar rumah atau tidak. Suasana malam ini masih ramai membuat Ferez sedikit meneliti ke sekitar dan berjalan-jalan mencari Leary. Sebuah keberuntungan datang pada Ferez karena dengan cepatnya dia melihat keberadaan anak kecil itu yang kini tengah duduk sendirian di depan sebuah toko Koran, memperhatikan para pekerja yang hilir mudik keluar masuk untuk mengambil Koran baru yang akan segera mereka edarkan di seluruh London. Ferez menyebrangi jalan, semakin dekat dia melihat Leary semakin jelas Ferez melihat anak itu tengah merenung. “Kau sedang apa?” tanya Ferez. Leary tersentak kaget, perlahan kepalanya terangkat dan melihat Ferez yang kini berdiri di hadapannya. Leary segera b
“Orang luar tidak sepantasnya mengomentari kehidupan keluargaku,” jawabnya dengan geraman. Burka menelan salivanya dengan kesulitan, wanita itu kembali tertunduk menatap lantai. “Maaf saya sudah lancang. Namun saya akan tetap mengatakannya, nona Leary berhak hidup dengan baik, jika Anda tidak menginginkannya, biar saya antar nona Leary ke tempat yang lebih baik. Saya percaya, jauh di lubuk hati Anda, Anda adalah orang yang baik dan peduli, karena saya harap Anda memikirkan saran saya.” “Atas dasar apa kau berbicara selancang itu padaku?” “Karena saya tahu alasan mengapa selama ini nyonya tidak pernah mau kembali ke sini.” Burka mengungkapkan isi hatinya lebih berani. “Selama nyonya hidup, Anda hanya mengiginkannya kembali, tapi tidak dengan nona Leary. Jika Anda benar-benar mencintai nyonya, Anda juga harus mencintai keluarga Anda. Maafkan atas kelancangan saya Tuan, saya mengatakan ini karena saya percaya dengan kemurahan hati Anda. Selamat malam.” Burka membungkuk dan segera und
“Karena Ferez sangat baik kepadaku, aku bersyukur bertemu Ferez.” Mendadak Ferez kehilangan selera makannya, anak itu termenung memikirkan perkataan Leary yang sudah membuat perasaannya tidak nyaman. Jika orang seperti dia di anggap baik, lantas seperti apa keluarganya?. Ferez menatap Leary dengan serius, pikirannya memaksa Ferez untuk melihat Leary seperti hewan peliharaan yang tengah dia beri makan dan sekadar menjadi teman bermainnya. Ferez tidak ingin terikat lebih jauh meski itu sebuah pertemanan dengan mahluk berjenis perempuan. “Ferez kenapa diam saja?” Ferez menggeleng samar mengembalikan kesadarannya lagi. “Ada apa denganmu?” Decih Ferez dengan kesal melihat wajah Leary di penuhi cream yang menempel. “Apa?” Tangan Ferez menjangkau wajah Leary dan mengusap pipinya. Tubuh Ferez menegang kaget, untuk pertama kalinya dia menyentuh pipi lembut Leary, pipi Leary sangat mirip dengan anak macan peliharaannya. Usapan Ferez berhenti, namun anak itu mencubitnya dengan keras dan
Suara riuh penuh antusias terdengar di penjuru tempat, Ferez menempelkan nomer urutnya yang kini sudah mendaftar untuk ikut memanah. Ferez ikut lomba ini hanya sekadar untuk bermain-main saja dengan Petri dan tidak mau susah-susah jika nanti ingin menemui Leary. Ferez melakukan ini karena dia tahu Petri tidak menyukainya, jika nanti Ferez akan pergi menemui Leary, Petri pasti akan melarangnya. Karena itulah, Ferez mengambil jalan sederhana ini untuk mempermudah hidupnya. Ferez segera memasuki lapangan, kepalanya menengadah seketika dan melihat ke sekitar, Ferez berharap jika ayahnya tidak datang. Sangat memalukan untuk Ferez jika ayahnya datang dan melihat, ini untuk pertama kalinya Ferez ikut kompetisi memanah. Bola mata Ferez berhenti bergerak, bibirnya mencebik kesal melihat Chaning melambaikan tangannya sambil memegang sebuah teropong. Chaning duduk di barisan tengah di temani oleh sang kepala sekolah. Alih-alih senang, Ferez berdecih kesal dan memaki didalam hati. Ferez seger
Riuh penonton masih terdengar, Chaning ikut bertepuk tangan bersama para penonton yang lainnya mengapresiasi kemenangan Ferez. Chaning tersenyum puas, ternyata ada gunanya dia sering mengajak Ferez pergi berburu di hutan. Tidak jauh dari Chaning, Darrel segera beranjak dari duduknya hendak pulang karena kompetisi yang sudah lakukan Petri sudah usai. Darrel tidak berniat menonton pertunjukan Ellis karena sebentar lagi dia harus melanjutkan pekerjaannya. Dalam langkahnya yang melewati beberapa anak tangga menuju pintu keluar, Darrel melihat kembali Petri yang kini duduk termenung di kursi sendirian terlihat kecewa dengan kekalahan yang di dapatkannya. Darrel tidak kecewa dengan kekalahan Petri. Sudah hal biasa dalam pertandingan ada yang menang dan ada yang kalah. Sudah saatnya pula Petri belajar berlapang dada ketika dia mengalami kekalahan karena tidak semua hal yang di rencanakan menghasilkan keberhasilan. Darrel melihat ke arah pintu dan segera pergi keluar tanpa berniat menemui
“Kemarin kau mau apa?” Chaning sedikit melunak. Leary sempat terdiam sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal, anak itu sedang berusaha keras mengingat apa yang ingin dia tanyakan kemarin. Sebelum menjawab pertanyaan Chaning, Leary sempat merangkak ke atas bangku dan duduk di sisi Chaning. “Kemarin saya mau bertanya apa yang di sukai ayah dari anaknya. Saya ingin membuat ayah saya tidak membenci saya lagi,” cerita Leary terdengar di penuhi banyak tekad. Sayangnya, cerita Leary tidak bisa Chaning pahami dan rasakan, alih-alih mendapatkan simpati Chaning, pria itu malah berpikir, benci atau tidaknya ayah Leary, itu bukan urusan Chaning. Tapi bagaimana cara Chaning untuk mengusir anak itu agar dia berhenti mengikuti dan mengganggunya? Haruskah aku membunuhnya? Lehernya sangat mudah di patahkan. Pikiran Chaning mulai di penuhi hal-hal kotor dan kejam lagi hanya karena tidak ingin di ganggu oleh Leary. “Namamu Leary kan?” tanya Chaning. Leary mengangguk berantusias. Tubuh Chaning
Petri berjalan menyusuri jalan, kekalahan yang dia dapat hari ini membuat Petri terjatuh ke dalam kesedihan yang mendalam. Selama ini Petri selalu berusaha untuk menjadi anak yang sempurna, cerdas, kuat dan bertanggung jawab, ha itu di karenakan Petri adalah tumpuan masa depan keluarga McCwin. Petri selalu berusaha membuat Darrel bangga dengan menjadi anak yang sempurna agar Darrel memperhatikan dirinya. Hari ini Petri mengalami kekalahan, betapa besar rasa kecewa yang dia rasakan di dadanya hingga membuat Petri di landa kekhawatiran jika Darrel juga kecewa padanya. Dalam keramaian di orang-orang di sekitarnya, Petri berjalan sendirian tanpa sopir yang menjemputnya karena mobilnya tengah dipakai Ellis untuk pergi belanja dengan teman-temannya. Mengenai Ellis, seperti biasa adiknya itu lebih sibuk menghabiskan waktu bersma teman-temanya meski dia tahu betul bahwa sekarang Petri tengah sedih. Terkadang Petri merasa kecewa dengan sikap Ellis, adiknya begitu selalu ingin menjadi nome
Dalam keheningan Petri terduduk di kursi belajarnya, anak itu menatap kegelapan dengan sendu. Perasaan kecewa atas kekalahannya dari Ferez masih membelenggu hati Petri hingga membuatnya gelisah. Sudah cukup lama Petri duduk di ruangan perpustakaan sekadar mengurung diri dan menenangkan diri. Selama dua jam duduk tidak ada satupun orang yang masuk, terutama Ellis yang tidak Petri lihat sejak perpisahan mereka di sekolah. Rasa sesak di dada mulai Petri rasakan, wajahnya memanas tidak membuatnya nyaman, Petri demam. *** “Kau mau ke mana?” Chaning bersandar di pagar tangga, melihat Ferez yang kini mengenakan coat hitam keluar dari kamarnya. “Ke luar sebentar,” jawab Ferez terdengar santai, anak itu melewati Chaning begitu saja dan melangkah menuruni beberapa anak tangga. “Ke mana?” tanya Chaning lagi. “Ayah tidak perlu tahu.” “Jika kau tidak memberitahu, pintu rumah ini akan tertutup rapat dan tidak mengizinkanmu masuk sampai besok pagi,” ancam Chaning tidak main-main. “Terserah,
Langit terlihat memerah, dalam waktu beberapa menit lagi akan benar-benar tenggelam. Leary duduk di rerumputan melihat banyaknya daun semanggi yang tumbuh subur.Gadis kecil itu terlihat merenung teringat Petri yang pernah dia beri daun semanggi.Petri, entah mengapa Leary ingin lebih dekat dengannya dan terus memikirkannya. Leary gelisah melihat Petri yang terlihat bersedih.“Apa yang kau lakukan di sini? Masuklah,” titah Chaning yang datang menyusul, sekilas pria itu melihat jauh keberadaan Ferez yang masih menunggangi kudanya di pacuan.Wajah Leary terangkat, menatap lekat Chaning yang kini disinari sinar matahari sore. Pria itu terlihat kuat, indah dan hangat, sehangat matahari sore.Leary tidak bersuara, namun anak itu terus menatap Chaning dalam diam, Leary bergumul dalam pikirannya mencoba untuk merangkai sesuatu untuk diungkapkan.“Kenapa?” tanya Chaning yang menyadari sesuatu.Leary segera berdiri. “Paman, apa boleh saya berteman baik dengan Petri?” tanya Leary terdengar seper
Ferez berjalan sendirian keluar dari kantin sekolah, beberapa saat yang lalu dia sempat pergi ke kelas Leary untuk memastikan keadaannya karena ingin tahu keadaannya. Ferez tidak menemukan keberadaannya, dia sempat berpikir Leary pergi ke kantin sekolah, namun ternyata Leary juga tidak ada.Cukup jauh Ferez melangkah akhirnya dia sampai di taman sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuknya mencari Leary karena kini perhatiannya langsung tertuju pada gadis kecil itu yang kini tersenyum melambaikan tangannya pada Petri yang beranjak pergi meninggalkannya.Ferez juga melihat Duke yang kini tengah berdiri di bawah pohon, Ferez tidak habis pikir dengan keputusan ayahnya yang mengirim Duke dibandingkan pengawal lainnya. Padahal Duke memiliki fisik yang mencolok dibandingkan dengan Romero.Tanpa pikir panjang Ferez segera pergi menghampiri Leary.“Ferez,” sapa Leary dengan senyuman lebar terlihat senang.“Bagaimana kelas pertamamu?” tanya Ferez seraya duduk, namun tatapannya yang tajam it
“Apa boleh saya duduk di sini?” tanya Leary memberanikan diri.Sekali lagi Petri menarik napasnya dalam-dalam, dan berkata, “Duduklah.”Leary memutuskan untuk duduk di samping Petri, sementara Duke berdiri menunggu di bawah pohon sambil berbicara dengan seorang anak laki-laki yang meminta tolong kepadanya karena bolanya menyangkut di dahan pohon.Leary dan Petri duduk berdampingan, keduanya terlihat terjebak dalam kecanggungan meski hatinya saling memiliki rasa penasaran dan bertanya-tanya ingin tahu kabar masing-masing.Petri melirik Leary yang kini membuka bekal makanannya di atas pangkuannya. “Kau mulai sekolah hari ini?”Leary mengangguk dengan senyuman.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Petri lagi.“Luar biasa, saya sangat senang.”Petri ikut tersenyum meski jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sedikit iri karena tidak bisa pergi bersama ke sekolah dengan adiknya, malahan kini mereka berdua tampak seperti dua orang asing yang sedang mengobrol.Leary mengambil roti isi yang dibuat o
Noah menopang dagunya memperhatikan gurunya tengah berbicara di depan, perhatiannya sempat teralihkan pada Petri yang tengah membaca buku. Sejak kejadian hari itu, Petri menjadi jarang sekolah, dia harus menanggung banyak tanggung jawab dan lebih mementingkan untuk belajar khusus bisnis dibandingkan dengan sekolah umum untuk anak-anak seusianya.Keadaan Darrel tidak kunjung membaik dan dia terus mendapatkan perhatian khusus, bisa dikatakan mungkin kini keadaan jauh lebih buruk. Beruntung Adelle sering datang membantu Petri dikala dia kesulitan. Kini kediaman keluarga McCwin sudah kosong tidak berpenghuni, Petri lebih memilih tinggal bersama Andrew yang sampai saat ini masih setia kepadanya meski sudah mengundurkan diri.Karena kejadian di hari itu, Petri sempat tidak sekolah selama satu bulan, dia harus mendapatkan banyak bimbingan agar bisa melewati masa traumanya.Kini, Petri yang cerdas dan selalu kompetitif dalam belajar sudah berubah, dia lebih banyak diam dan menyendiri, menja
Chaning dan Liebert duduk dalam ketegangan, kehadiran kedua pria itu membuat seseorang guru yang mengurus administrasi pendaftaran sekolah sempat dibuat diam dan tersenyum canggung.Hari kemarin seseorang bertubuh tinggi besar dangan wajah bertato yang datang memberikan semua berkas keperluan, dan kini yang datang menjadi wali adalah dua pria bertubuh besar.Chaning dan Liebert berpenampilan rapi, namun aura mematikan mereka tetap saja tidak bisa dihindarkan. Terlebih, sebelumnya Russel pernah bertemu dengan Chaning yang pernah mendaftarkan Ferez.Nama Benvolio sangat begitu jarang digunakan, dan nama itu dikenal sebagai nama klan besar keluarga mafia.“Kita pernah bertemu sebelumnya, Anda orang tuanya Ferez?” ucap Russel berbasa-basi, padahal sebelumnya dia sudah dihubungi secara khusus oleh petinggi sekolah bahwa akan ada tamu penting yang akan medaftar anaknya sekolah.Chaning mengangguk samar.Russel berdeham pelan sambil menyeka keringat dingin di keningnya. “Jadi, anak atas nama
“Aku paman kandungnya, aku akan menjadi walinya,” Liebert angkat bicara ditengah-tengah sarapan pagi yang akan dimulai.Pagi ini Chaning dan Liebert tengah berdiskusi mengenai sekolah pertama Leary, nampaknya diskusi itu sedikit terganggu karena Chaning dan Liebert sama-sama ingin menjadi wali Leary.Chaning menengok seketika, pria itu mendorong piring makanan untuk Ferez. “Apa kau sudah lupa? Sekarang aku menjadi ayah angkatnya secara sah, secara garis besar aku lebih berhak menjadi walinya.”Kening Liebert mengerut samar, pria itu tampak tidak setuju dengan apa yang telah Chaning katakan kepadanya. “Ayah angkat di atas kertas, Leary masih memanggilmu paman.”“Memangnya kenapa? Saat kecil, Ferez juga memanggilku Chaning dibandingkan dengan sebutan ayah. Lagi pula, Leary lebih dekat denganku.”Liebert tersenyum miring, pria langsung bersedekap sombong. “Oh ya? Jika kalian sangat dekat, apa kau tahu keahilannya?”“Apa maksudmu? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan denganmu,” debat C
Empat bulan kemudian..Leary terbaring dalam kegelisahan, gadis kecil itu terlihat beberapa kali melihat baju seragam sekolahnya yang digantung di depan lemari. Besok adalah hari pertama dia akan sekolah, Leary sangat gugup dan berdebar hebat tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok.Keadaan Leary sudah pulih sejak tiga bulan yang lalu, namun karena dia masih kesulitan berbicara dan takut dengan orang asing, butuh waktu lama untuknya bisa pulih seperti sekarang.Kini, Leary telah kembali menjadi anak yang penuh semangat dan selalu ceria. Sejak tinggal di rumah Chaning, secara perlahan Leary mendapatkan lebih banyak keberaniannya berkat dorongan semua orang.Chaning maupun Liebert, mereka berdua memang tidak begitu bisa bersikap manis dan lembut seperti orang lain. Namun, mereka berdua mampu memberikan banyak kenyamanan dan rasa aman untuk Leary, mereka berdua selalu menumbuhkan rasa percaya diri Leary agar dia berhenti berpikiran buruk lagi dengan orang-orang yang ada di se
Desa Bibury, tempat yang telah Leary tinggalkan, tempat kenangan terakhir Olivia hidup, kini berada di depan mata. Leary berdiri terpaku, berdiri di tengah-tengah rumah kecil sederhana dan kumuh. Pandangannya mengedar melihat ke penjuru tempat, merasakan kembali kenangan indah dirinya bersama ibunya dulu.Leary mengusap dadanya, merasakan sesuatu perasaan yang kosong kini terasa kembali penuh hanya dengan membayangkan wajah Olivia, mencium sisa-sisa aromanya yang masih tertinggal.Di tempat ini, Leary melewati masa indah terakhirnya bersama ibunya. Leary melangkah pelan dalam tuntunan Chaning, mendekati sebuah tungku perapian. Di tempat itu, Olivia menghembuskan napas terakhirnya dalam pelukan Leary. Leary masih ingat, dia memeluk tubuh Olivia yang semula hangat berubah dingin, Leary yang sudah berjanji untuk menjadi anak yang kuat menahan air matanya hingga hembusan napas terakhir Olivia, hingga detak jantung terakhirnya, Leary menangis tanpa suara agar Olivia tidak mendengarnya.
Leary terduduk di kursi rodanya dengan sebuah pakaian yang tebal, gadis kecil itu tidak berhenti memandangi Liebert yang sejak tadi menyisir rambutnya, membantu mengenakan pakaian tebal hingga membantu mempersiapkan kepergian mereka karena pulang dari rumah sakit.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak terduga Petri berdiri di ambang pintu. Ini untuk pertama kalinya Petri keluar usai kejadian itu, kini konisi Petri sudah mulai stabil berkat bantuan dokter. Petri berdiri tertunduk terlihat ragu untuk menatap.“Apa aku dibolehkan masuk?” Tanya Petri terdengar pelan nyaris tidak terdengar.Liebert sempat terdiam, pria itu lebih dulu melihat reaksi Leary. Jika Leary ketakutan, maka Liebert akan menolak.Melihat Leary yang terlihat tenang, Liebert akhirnya segera berdiri. “Masuklah,” jawab Liebert memberi izin.Petri mencoba memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Liebert, orang sudah menembak kaki ayahnya dengan kejam. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian di dalam ha