Suara riuh penuh antusias terdengar di penjuru tempat, Ferez menempelkan nomer urutnya yang kini sudah mendaftar untuk ikut memanah. Ferez ikut lomba ini hanya sekadar untuk bermain-main saja dengan Petri dan tidak mau susah-susah jika nanti ingin menemui Leary. Ferez melakukan ini karena dia tahu Petri tidak menyukainya, jika nanti Ferez akan pergi menemui Leary, Petri pasti akan melarangnya. Karena itulah, Ferez mengambil jalan sederhana ini untuk mempermudah hidupnya. Ferez segera memasuki lapangan, kepalanya menengadah seketika dan melihat ke sekitar, Ferez berharap jika ayahnya tidak datang. Sangat memalukan untuk Ferez jika ayahnya datang dan melihat, ini untuk pertama kalinya Ferez ikut kompetisi memanah. Bola mata Ferez berhenti bergerak, bibirnya mencebik kesal melihat Chaning melambaikan tangannya sambil memegang sebuah teropong. Chaning duduk di barisan tengah di temani oleh sang kepala sekolah. Alih-alih senang, Ferez berdecih kesal dan memaki didalam hati. Ferez seger
Riuh penonton masih terdengar, Chaning ikut bertepuk tangan bersama para penonton yang lainnya mengapresiasi kemenangan Ferez. Chaning tersenyum puas, ternyata ada gunanya dia sering mengajak Ferez pergi berburu di hutan. Tidak jauh dari Chaning, Darrel segera beranjak dari duduknya hendak pulang karena kompetisi yang sudah lakukan Petri sudah usai. Darrel tidak berniat menonton pertunjukan Ellis karena sebentar lagi dia harus melanjutkan pekerjaannya. Dalam langkahnya yang melewati beberapa anak tangga menuju pintu keluar, Darrel melihat kembali Petri yang kini duduk termenung di kursi sendirian terlihat kecewa dengan kekalahan yang di dapatkannya. Darrel tidak kecewa dengan kekalahan Petri. Sudah hal biasa dalam pertandingan ada yang menang dan ada yang kalah. Sudah saatnya pula Petri belajar berlapang dada ketika dia mengalami kekalahan karena tidak semua hal yang di rencanakan menghasilkan keberhasilan. Darrel melihat ke arah pintu dan segera pergi keluar tanpa berniat menemui
“Kemarin kau mau apa?” Chaning sedikit melunak. Leary sempat terdiam sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal, anak itu sedang berusaha keras mengingat apa yang ingin dia tanyakan kemarin. Sebelum menjawab pertanyaan Chaning, Leary sempat merangkak ke atas bangku dan duduk di sisi Chaning. “Kemarin saya mau bertanya apa yang di sukai ayah dari anaknya. Saya ingin membuat ayah saya tidak membenci saya lagi,” cerita Leary terdengar di penuhi banyak tekad. Sayangnya, cerita Leary tidak bisa Chaning pahami dan rasakan, alih-alih mendapatkan simpati Chaning, pria itu malah berpikir, benci atau tidaknya ayah Leary, itu bukan urusan Chaning. Tapi bagaimana cara Chaning untuk mengusir anak itu agar dia berhenti mengikuti dan mengganggunya? Haruskah aku membunuhnya? Lehernya sangat mudah di patahkan. Pikiran Chaning mulai di penuhi hal-hal kotor dan kejam lagi hanya karena tidak ingin di ganggu oleh Leary. “Namamu Leary kan?” tanya Chaning. Leary mengangguk berantusias. Tubuh Chaning
Petri berjalan menyusuri jalan, kekalahan yang dia dapat hari ini membuat Petri terjatuh ke dalam kesedihan yang mendalam. Selama ini Petri selalu berusaha untuk menjadi anak yang sempurna, cerdas, kuat dan bertanggung jawab, ha itu di karenakan Petri adalah tumpuan masa depan keluarga McCwin. Petri selalu berusaha membuat Darrel bangga dengan menjadi anak yang sempurna agar Darrel memperhatikan dirinya. Hari ini Petri mengalami kekalahan, betapa besar rasa kecewa yang dia rasakan di dadanya hingga membuat Petri di landa kekhawatiran jika Darrel juga kecewa padanya. Dalam keramaian di orang-orang di sekitarnya, Petri berjalan sendirian tanpa sopir yang menjemputnya karena mobilnya tengah dipakai Ellis untuk pergi belanja dengan teman-temannya. Mengenai Ellis, seperti biasa adiknya itu lebih sibuk menghabiskan waktu bersma teman-temanya meski dia tahu betul bahwa sekarang Petri tengah sedih. Terkadang Petri merasa kecewa dengan sikap Ellis, adiknya begitu selalu ingin menjadi nome
Dalam keheningan Petri terduduk di kursi belajarnya, anak itu menatap kegelapan dengan sendu. Perasaan kecewa atas kekalahannya dari Ferez masih membelenggu hati Petri hingga membuatnya gelisah. Sudah cukup lama Petri duduk di ruangan perpustakaan sekadar mengurung diri dan menenangkan diri. Selama dua jam duduk tidak ada satupun orang yang masuk, terutama Ellis yang tidak Petri lihat sejak perpisahan mereka di sekolah. Rasa sesak di dada mulai Petri rasakan, wajahnya memanas tidak membuatnya nyaman, Petri demam. *** “Kau mau ke mana?” Chaning bersandar di pagar tangga, melihat Ferez yang kini mengenakan coat hitam keluar dari kamarnya. “Ke luar sebentar,” jawab Ferez terdengar santai, anak itu melewati Chaning begitu saja dan melangkah menuruni beberapa anak tangga. “Ke mana?” tanya Chaning lagi. “Ayah tidak perlu tahu.” “Jika kau tidak memberitahu, pintu rumah ini akan tertutup rapat dan tidak mengizinkanmu masuk sampai besok pagi,” ancam Chaning tidak main-main. “Terserah,
Sudah hampir satu jam Ferez berada di pinggiran sungai Thames, entah sudah ke berapa kalinya dia menengok ke belakang menantikan kehadiran Leary. Sayangnya orang yang Ferez nantikan tidak menunjukan tanda-tanda dia akan datang, padahal Ferez ingin meneraktir Leary makanan lagi untuk merayakan kemenangannya. Cuaca kian dingin, langit yang gelap di hiasi gerimis membuat Ferez harus pergi beranjak dari tempatnya. Ferez pergi dari tempat itu menaiki taksi menuju wilayah Kensington untuk menemui teman satu-satunya yang sudah cukup lama tidak dia temui. Kedatangan Ferez di sambut oleh Noah Brown, seoarang anak laki-laki yang seusia Ferez. Mereka berdua sudah berteman sejak lama karena hubungan bisnis antara Chaning dan orang tua Noah. Koneksi yang di miliki keluarga Brown di jadikan sebuah jalan untuk Chaning memasukan beberapa barang seludupan untuk di jual kepada beberapa bangsawan melalui keluarg Brown. Tidak jarang Chaning juga menjadi penyokong kesuksesan bisnis keluarga Brown kare
Sore yang cerah telah berlalu, kini berganti malam yang dingin dan sepi. Leary kembali duduk di sisi ranjangnya sambil memperhatikan potret wajah Olivia saat bersamanya. Gumpalan rasa rindu yang menyiksa semakin membesar di hati Leary, rasa sedih harus Leary terima karena kerinduan itu. Leary ingin pulang dan tinggal di rumah lamanya, dia ingin di sana meski harus tinggal sendiri daripada harus berada di rumah indah dan banyak orang, namun keberadaannya di perlakukan seperti orang asing. Rasa sedih dan sesak membuat Leary diam-diam menangis dalam kesendirian, bayang-bayangan perkataan menyakitkan, tatapan kebencian yang mengasingkan keberadaannya dan tamparan Petri datang menyerang pikiran Leary dan mendesaknya untuk menangis. Leary tidak ingin mengeluh dan merengek meski hatinya begitu sakit. Namun di bandingkan dengan sakit hati, Leary lebih takut di tinggalkan seperti apayang sudah di lakukan bibi Willis kepada dirinya. Leary takut, jika keluarga McCwin membuang dan meninggalk
“Anu, saya-saya mengantarkan alat tulis Anda yang tertinggal di perpustakaan dan tidak sengaja melihat Anda sakit. Saya-saya,” Leary tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena napas yang tersenggal. “Saya tidak bermaksud lancang, saya akan membereskan semuanya.” Dengan tertatih dan kaki gemetar kesemutan, Leary bangkit mengambil baskom. “Saya permisi,” pamit Leary bergegas pergi dengan langkah terseok-seok hingga akhirnya tubuh kecilnya itu tersungkur di lantai dan membuat air di dalam baskom tumpah. Petri turun dari ranjangnya, namun Leary segera bangkit dan membungkuk. “Saya akan membereskannya, jangan pukul saya,” lirih Leary penuh dengan permohonan belas kasihan. Petri yang hendak membantu dibuat membatu di tempatnya, anak itu mengepalkan tangannya dengan begitu kuat. perkataan Leary menohok hati terdalamnya. “Tinggalkan saja itu, akan ada pelayan yang membereskan.” Perlahan Leary mengangkat wajahanya dan memberanikan diri untuk menatap mata Petri untuk memastikan kebenaran ba