Poppy mengerjap. Pikirannya yang kacau tiba-tiba menjadi kosong gara-gara wajah tampan itu begitu dekat dengannya. Bahkan Poppy bisa merasakan sisa aroma mint dari permen yang Regan makan setelah omakase tadi.
“E-eh, iya. Gak apa-apa.” Seperti robot, Poppy menjawab dengan kaku.
Regan tidak langsung menjauhkan wajahnya. Ia tetap menatap lurus Poppy dalam jarak sedekat itu, sehingga membuat wanita itu harus mengalihkan pandangannya. Sampai akhirnya, terdengar helaan napas dari Regan, dan pria itu kembali menegakkan tubuhnya.
“Saya ambil yang hitam aja, ya, Mbak,” ucap Regan kepada pramuniaga di sana.
“Baik, Pak.”
Sementara Regan membayar, Poppy memutar badannya dan melihat sekeiling. Ini memang bukan pertama kalinya Poppy memasuki toko sejenis ini, tetapi tetap saja ia merasa takjub. Satu barang di sini hampir setara dengan dua bulan pen
Pasti gara-gara yang tadi.Satu kesimpulan muncul di kepala Regan ketika melihat Poppy berjalan satu langkah di depannya. Ia bukan pria yang tidak peka. Memiliki beberapa pengalaman di masa lalu, membuat dia sadar apa yang terjadi kepada Poppy sekarang. Hanya saja, ia bingung harus memulai dari mana.“Poppy,” panggil Regan, membuat wanita yang tadi menatap layar ponselnya pun mengangkat kepala.“Kenapa?” tanya Poppy.“Maaf.”Alis Poppy berkerut.“Soal....” Regan berdeham sekali, berusaha untuk tidak terlihat gugup. “Soal di restoran tadi.”Regan bisa melihat sedikit perubahan dalam ekspresi Poppy. Wajah penasaran wanita itu mendadak jadi dingin. Namun, sepertinya Poppy tidak ingin Regan menyadarinya—walaupun sudah terlambat. Wanita itu menarik sudut bibirnya sedikit, berusaha untuk sedang ters
“Kamu begitu basah....”Aku menggigit bibir bawahku ketika mendengar suara seraknya. Entah itu pujian atau ejekan, aku tidak bisa membedakannya. Dia memang selalu menggunakan nada seperti itu ketika berbicara kepadaku... dan jangan lupakan senyum miring dengan kerlingan mata tajamnya.Ruangan bernuansa merah dengan aroma musk yang kuat membuat tubuhku semakin panas. Temaramnya lampu membuat pria di atasku itu terlihat semakin menggoda. Tubuhnya yang berkeringat bergerak seperti binatang liar di atasku. Bibirnya yang tebal tersenyum penuh sensual, memberikan siluet tegas di garis rahangnya.“Apa boleh aku menyentuhnya?” dia bertanya lagi, kali ini sambil membelaiku dari luar celana dalam. Sial! Kalau begitu, kenapa harus bertanya?Aku ingin mengumpat, tapi desahan di ujung lidahku menghentikannya. “K-kamu... ugh!”“Ssst...” Pria itu kembali merangkak ke atas, meskipun tangannya masih ada di bawah sana. Napasnya yang panas terasa menyentuh bibirku. “Aku sudah bilang, yang perlu kamu lak
Gerakan tangan Poppy yang baru saja menutup pintu ruang guru di belakangnya pun terhenti. Dahinya sedikit mengeryit. Wanita di seberang sana menyebutkan nama kakaknya yang merupakan seorang legal perusahaan besar. Apa... Dante tiba-tiba dituntut balik kliennya karena kalah di pengadilan?Asal tahu saja, walaupun Dante adalah kakak yang baik, ia tidak cukup yakin dengan kemampuannya sebagai orang legal.“Iya, benar?” walaupun itu kalimat pernyataan, entah kenapa Poppy malah terdengar seperti sedang bertanya.“Begini, Mbak Poppy. Saya disuruh untuk menghubungi Mbak Poppy oleh Dokter Regan karena... Bapak Dante pingsan—““HAH?!”Seperti kata pepatah, orang bodoh itu jarang sekali sakit. Itulah yang selalu terjadi kepada Dante. Kakaknya memang orang legal, tapi—sekali lagi—Poppy tidak pernah menyangka kalau itu adalah profesi kakaknya. Sekeras apa pun Dante bekerja, lembur berhari-hari, sampai rela ke luar kota, pria itu kuat bagaikan tembok bendungan.Namun... apa kata orang itu? Dante p
Poppy melangkah lebar di lorong rumah sakit menuju ruangan Dante. Ia memang berada di hubungan benci dan sayang dengan Dante. Kakaknya itu sangat menyebalkan, suka bertindak manja, dan selalu memperlakukan Poppy selayaknya anak kecil. Poppy sangat ingin mencekiknya sampai wajah Dante membiru, tapi di satu sisi, pria itu adalah satu-satunya keluarga yang tersisa.Orang tua Poppy meninggal karena kecelakaan ketika Poppy berusia 12 tahun. Sejak saat itu, Dante-lah yang berperan sebagai orang tua sekaligus kakak untuk Poppy. Jika diingat lagi, pasti berat bagi anak berusia 18 tahun untuk menjalani dua peran sekaligus di rumah. Hebatnya, Dante tidak pernah mengeluh—hanya terlalu protektif dan manja saja.“Kak Dante!” Poppy berteriak sambil membuka pintu ruang rawat itu. Ia sampai tidak mempedulikan ada dua pasien lain di sana.Poppy dengan segera ia menghampiri brankar kakaknya itu. “Kak Dante gak apa-apa? Mana yang sakit? Kok, bisa pingsan? Kak Dante pasti lupa minum vitamin, kan?!”“Popp
“Eh, eh, mau ke mana?” Dante menghentikan Poppy yang baru mau beranjak. “Kalau mau ngobrol, di sini aja.”“Pasien itu harus istirahat, jangan bawel.” Regan menarik tangan Poppy ke arahnya. “Dan inget, lo harus puasa abis ini, sebelum operasi besok pagi.”Gerutuan Dante tidak bisa Poppy dengar dengan jelas karena Regan sudah menariknya lebih dulu. Pikiran Poppy sudah berkelana entah ke mana. Apa ini soal penyakit Dante? Apa begitu serius sampai-sampai Dante sendiri tidak boleh mendengarnya?Regan membawa Poppy menuju ruangannya yang berada satu lantai di atas. Selama perjalanan itu, mereka berdua hanya diam. Terlalu banyak yang Poppy pikirkan sampai tidak tahu harus mengucapkan apa. Ia hanya memandangi punggung tegap Regan yang tampak semakin gagah dengan sneli itu.Ia baru mendapatkan pijakannya kembali ketika Regan membuka pintu ruangannya.“Sakitnya Kak Dante parah, ya?” tanya Poppy pelan sambil melangkah masuk.Regan menutup pintu itu. “Kamu gak perlu khawatir, dia bakal baik-baik
Air liur Poppy terasa jauh lebih pahit sekarang. Salah satu yang paling ia takuti di dunia ini adalah saat identitas rahasianya terbongkar. Belum lagi, Regan sangat dekat dengan kakaknya.Bagaimana kalau ia langsung mengadukan itu kepada Dante? Apakah Poppy bakal dikurung seumur hidup di kamarnya, tanpa ponsel, laptop, dan internet?Poppy tidak mau membayangkan itu!“I-itu... itu bukan tulisan aku. Iya, hahahaha, aku copy itu dari web tulisan orang lain.” Poppy menghindari tatapan Regan dan tertawa canggung. Jari telunjuk kanannya memainkan cincin yang melingkar di telunjuk kirinya. “Karena bagus dan mau aku baca jadinya aku masukin dokumen.”Regan masih menatap Poppy dengan senyum tipis itu. Dari ujung matanya, Poppy bisa melihat kepala pria itu mengangguk.“Begitu?”Pertanyaan Regan seolah hanya formalitas, tidak perlu mendapat jawaban dari Poppy. Namun, wanita itu tetap mengangguk dengan penuh keyakinan.“Kamu fans banget sama Maria Quinn, ya?” tanya Regan lagi.Poppy tidak tahu ap
Walupun sudah hampir bertahun-tahun menghadapi wajah Regan, nyatanya Poppy tetap tidak terbiasa. Pria itu terlalu bercahaya untuk dikatakan “tampan”, dan terlalu berkarisma untuk dikatakan “keren”.Ujung jari Regan yang menyentuh lembut pipinya menghantarkan sensasi panas ke seluruh tubuhnya. Poppy tidak berkutik. Bahkan setelah mendengar dering panggilan darurat dari ponsel khusus Regan.“Oke, saya akan segera ke sana.”Suara Regan menyadarkan Poppy. Ia melihat pria itu sudah berdiri kembali di balik mejanya, merapikan sneli. Namun, entah kenapa matanya tetap mengarah kepada Poppy.Poppy tanpa sadar menegang kembali, hingga menimbulkan suara kekehan dari Regan.“Sayang sekali, aku harus kerja lagi,” ucap Regan sambil berjalan memutari mejanya.“O-oh... g-gitu, ya.”Ngomong apa sih aku! Poppy menggerutu dalam hati. Ia bahkan sampai mencubit pahanya sendiri.Regan kembali terkekeh, lalu mengusap pelan pipi Poppy. “Kamu bisa di sini dulu lebih lama.”“Hah?”“Aku khawatir, mereka berpiki
Mata Poppy membulat. “O-omongan Kakak bisa masuk pelecehan seksual, tau!”Poppy terlalu malu untuk menyatakan diri seorang perawan. Pada saat teman-teman seusianya memamerkan kehidupan seks yang bergelora—baik bersama suami, pacar, ataupun ‘partner’—Poppy malah terjebak dalam imajinasinya sendiri. Terlebih, ia menuangkan imajinasinya itu dalam bentuk tulisan dan dipublikasikan. Apa kata dunia jika cerita dewasa ini dibuat oleh seorang wanita yang sama sekali tidak memiliki pengalaman seks?!“Jadi benar, kamu gak punya pengalaman?” Regan malah membalikkan kata-kata Poppy.Wanita itu terjebak. Regan memang tidak menuduhnya secara langsung tadi. Namun, harga diri Poppy yang tersenggol malah membongkar semuanya.Poppy menghindari mata Regan yang menatap lurus ke arahnya. “Hm.”“Berciuman?”Sekarang, Poppy menelan air liurnya sendiri. “P-pernah. Waktu kelas 2 SMP....”“Apa itu bisa disebut ciuman?”Sekali lagi, harga diri Poppy tersenggol. Tidak ada aturan tertulis bahwa penulis cerita dew
Pasti gara-gara yang tadi.Satu kesimpulan muncul di kepala Regan ketika melihat Poppy berjalan satu langkah di depannya. Ia bukan pria yang tidak peka. Memiliki beberapa pengalaman di masa lalu, membuat dia sadar apa yang terjadi kepada Poppy sekarang. Hanya saja, ia bingung harus memulai dari mana.“Poppy,” panggil Regan, membuat wanita yang tadi menatap layar ponselnya pun mengangkat kepala.“Kenapa?” tanya Poppy.“Maaf.”Alis Poppy berkerut.“Soal....” Regan berdeham sekali, berusaha untuk tidak terlihat gugup. “Soal di restoran tadi.”Regan bisa melihat sedikit perubahan dalam ekspresi Poppy. Wajah penasaran wanita itu mendadak jadi dingin. Namun, sepertinya Poppy tidak ingin Regan menyadarinya—walaupun sudah terlambat. Wanita itu menarik sudut bibirnya sedikit, berusaha untuk sedang ters
Poppy mengerjap. Pikirannya yang kacau tiba-tiba menjadi kosong gara-gara wajah tampan itu begitu dekat dengannya. Bahkan Poppy bisa merasakan sisa aroma mint dari permen yang Regan makan setelah omakase tadi.“E-eh, iya. Gak apa-apa.” Seperti robot, Poppy menjawab dengan kaku.Regan tidak langsung menjauhkan wajahnya. Ia tetap menatap lurus Poppy dalam jarak sedekat itu, sehingga membuat wanita itu harus mengalihkan pandangannya. Sampai akhirnya, terdengar helaan napas dari Regan, dan pria itu kembali menegakkan tubuhnya.“Saya ambil yang hitam aja, ya, Mbak,” ucap Regan kepada pramuniaga di sana.“Baik, Pak.”Sementara Regan membayar, Poppy memutar badannya dan melihat sekeiling. Ini memang bukan pertama kalinya Poppy memasuki toko sejenis ini, tetapi tetap saja ia merasa takjub. Satu barang di sini hampir setara dengan dua bulan pen
Regan bersiap membantah. Bagaimanapun, usia Claudia dan Poppy hanya berjarak dua tahun. Namun sebelum itu, Claudia sudah memotongnya lebih dulu.“Oh, whatever.” Wanita itu akhirnya melepaskan rangkulan itu, dan merogoh sesuatu dari tas hitam kecil yang dibawanya. “If you bored, you can call me.”Dibanding wanita Indonesia lain yang Regan kenal saat berkuliah, Claudia memang yang paling ekstentrik. Lihat saja sekarang. Sebelum menyerahkan kartu namanya kepada Regan, wanita itu lebih dulu mencium kartu itu hingga meninggalkan bekas lipstik berwarna merah di sana. Tidak hanya itu, Claudia pun langsung menyelipkannya di saku celana Regan sambil memberinya sedikit belaian di paha pria itu.“Bye, Baby....” Claudia melayangkan ciuman, sebelum menghampiri dua orang wanita lain yang menunggunya di meja yang berbeda.Regan mendesah sambil memijat
Satu lagi yang aneh dengan tingkah aneh Regan hari ini. Setelah memarkir mobil di basemen mall, Regan terus menggenggam tangan Poppy dan membawanya masuk ke lobi. Tidak hanya itu, alih-alih langsung masuk ke toko perhiasan atau toko fesyen, Regan malah membawa Poppy ke sebuah restoran Jepang mewah yang meyajikan menu omakase di mall itu.“Kakak gak sibuk?” tanya Poppy setelah duduk di meja yang ditunjukkan seorang pelayan.“Tenang aja.”Jawaban itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan Poppy. Pria itu sudah sibuk menyapa chef yang bertanggung jawab melayani mereka. Melihat dari interaksi Regan dan chef itu, entah kenapa Poppy merasa kalau Regan memang sering datang ke sini.Karena konsepnya omakase, Poppy jadi tidak perlu pusing ingin makan apa. Chef di depannya sangat terampil meyajikan sushi dan sashimi untuk Po
Pukul 12.30.Poppy yang sudah berpakaian rapi mengenakan rok biru dongker dan kemeja putih bermotif bunga itu hanya bisa menekuk wajah. Ponselnya masih menempel di telinga, mendengarkan segala alasan Dante sejak lima menit yang lalu. Kakaknya itu tidak jadi pulang cepat, dan memberitahunya secara mendadak seperti ini. Padahal, Poppy sudah bersiap untuk mengambil kado Mami sambil—mungkin—quality time berdua dengan Dante.“Maaf banget, ya, Dek....” Itu kata maaf yang entah keberapa kalinya Dante ucapkan. Dante bilang, Papi—alias ayahnya Regan sekaligus pimpinan Dashar Group—mengajaknya bermain golf secara mendadak. Dante tidak bisa menolak, terlebih ada klien penting yang ikut bermain.“Kakak padahal udah janji, loh. Kak Regan emang ke mana? Kenapa gak dia aja yang ikut,” keluh Poppy. Walaupun posisinya Regan hanya masih seorang dokter, tetap saja
Pada hari libur, Poppy dan Dante memang biasa bangun lebih siang. Poppy pun tidak harus membuat sarapan. Dante lebih suka membeli makan di luar setelah pulang berolahraga daripada menyuruh Poppy memasak di hari libur.Namun, ada yang berbeda pada hari Sabtu ini. Setelah beberapa hari lalu Dante resmi kembali bekerja, pria itu jadi dua kali lebih sibuk. Pekerjaannya menumpuk, sehingga dia terpaksa mengambil lembur setengah hari di Sabtu ini. Jadi, alih-alih membeli sarapan di luar, Dante malah sibuk sendiri di dapur sejak pagi buta. Suaranya sangat berisik sampai-sampai membangunkan Poppy.“Kenapa gak bangunin aku aja, sih, Kak?” tanya Poppy agak kesal. “Tuh, kan, dapurnya jadi berantakan gini.”Poppy lebih kesal melihat dapurnya berantakan daripada dibangunkan untuk membuat sarapan. Lagi pula ini untuk Dante, bukan orang lain. Kalau saja Dante bilang dari malam, Poppy pasti bangun seperti biasanya.“Yah... ini,
Regan tidak pernah membayangkan akan menunjukkan sisi memalukan ini kepada Poppy. Dia adalah seorang dokter, tetapi harus menderita gara-gara mi instan. Dia tidak menyalahkan Poppy, karena keputusannya sendiri yang menyantap mi itu tanpa persetujuannya.Semalam, Regan tidak tega begitu melihat wajah panik Poppy yang harus makan mi lagi demi membohongi Dante. Hidup dua bulan lebih bersama, membuat Regan sadar berapa banyak porsi makan wanita itu. Dan makan mi instan tengah malam—setelah makan malam—sama sekali di luar kebiasaan Poppy.Mulutnya bergerak sebelum otaknya bekerja. Dante meminta nasi, menyendok mi instan Poppy, dan langsung menyuap. Ia bahkan baru sadar potongan cabai di mangkuk itu begitu lidahnya merasakan efeknya. Dari dulu, Regan memang tidak bisa makan pedas. Mi instan Poppy semalam sama saja seperti makanan setan untuknya.Alhasil, beginilah sekarang. Sejak pagi buta, Regan sudah lima kali bolak-balik kamar mandi. Perutnya sakit dan tubuhnya lemas karena terlalu banya
Suara itu membuat Poppy mengangkat pandangannya. Ia tidak akan begitu kaget kalau Dante yang bertanya. Namun, di sini Regan-lah yang bertanya—seorang Regantara Dashar yang mempunyai sejuta martabat itu menanyakan nasi kepadanya?!“Buat?” dengan bodohnya, Poppy malah bertanya balik.“Aku kayaknya laper juga,” jawab Regan sambil menggeser kursinya, lalu berjalan menuju dapur. “Aku boleh minta mi kamu sedikit?”Terdengar decakan berulang dari Dante. “Gelar doang dokter, kalau laper kepepet tetap aja makan mi instan pakai nasi.”“Dokter juga manusia,” sahut Regan dari dapur.Tak berapa lama kemudian, pria itu kembali dengan semangkuk nasi. Dia pun pindah duduk di sebelah Poppy. Wanita yang masih kebingungan itu pun diam saja saat Regan memindahkan setengah porsi mi-nya ke mangkuk berisi nasi itu.Regan yang Poppy tah
Dante yang merasa haus pun menyalakan lampu tidur untuk melihat jam yang baru menunjukkan pukul 11 malam. Mungkin karena efek pasca-operasi, Dante jadi cepat merasa lelah dan tidur lebih awal. Biasanya, dia masih bisa mengobrol dengan Regan sampai tengah malam dan tetap bangun pagi-pagi keesokan harinya.Air di gelasnya kosong, membuat Dante dengan terpaksa harus keluar dari kamar. Sialnya, air di dispenser atas pun kosong, galonnya belum diganti. Akhirnya, Dante terpaksa melangkahkan kakinya dengan malas ke lantai bawah.Pada saat itulah ia melihat lampu kamar Poppy masih menyala dari celah pintu. Heran sekali. Walaupun sudah berusia 27 tahun, Poppy tidak biasanya masih bangun sampai pukul 11 malam. Ia pun mengetuk pintu itu. Namun, karena tidak ada jawaban, Dante mencoba untuk membukanya—dan tak terkunci.“Dek? Kok, lampunya belum mati?”Kosong. Hanya lampu kamarnya yang menyala, tapi pemiliknya tidak ada. Kamar mandinya