***
Tak menjawab, Sky diam sambil berpikir sebelum akhirnya mengiakan permintaan Alnaira untuk menjaga rahasia. Tak cukup dengan ucapan, selanjutnya—sebelum menceritakan lebih lanjut masalah yang dialami, Alnaira meminta Sky untuk menautkan kelingking dan lagi-lagi pria yang berprofesi sebagai pembalap itu patuh sehingga selanjutnya Alnaira pun bercerita. Meskipun masih dilanda takut terhadap Sky yang mungkin saja menyampaikan semua ceritanya pada orang lain, Alnaira tetap melanjutkan semuanya hingga setelah dirinya selesai menyampaikan apa yang terjadi termasuk tujuannya meminta bertemu Sky, pria di depannya buka suara. "Harus banget lo lakuin itu, Na?" "Maksudnya?" "Ya itu," kata Sky. "Harus banget lo korbanin hubungan lo sama Gema cuman karena Aneska? Okelah, saudara kembar lo suka sama Gema dari lama, tapi kan lo pacarnya, Na. Lo lebih punya kuasa atas Gema dan gue yakin orang tua lo pasti paham kalau lo jujur. Benar enggak?" Alnaira tersenyum. "Kalau seandainya mereka enggak paham?" tanyanya. "Ya masa enggak paham?" tanya Sky. "Gue yakin kalau lo jujur, orang tua lo bakalan ngerti sih dan perjodohan Aneska sama Gema bisa dibatalin. Bukan gue enggak mau bantu, tapi jujur menurut gue lebih baik." Tak menjawab, setelahnya Alnaira justru diam dengan senyuman samar terukir di bibir. Sedikit menundukan kepala, sejenak ingatannya kembali pada kejadian belasan tahun silam di mana Aneska celaka setelah menolongnya yang hampir terjatuh dari pohon. Sakit. Perasaan itu spontan menyergap Alnaira hingga panggilan dari Sky membuat dirinya spontan mengangkat pandangan. "Na." "Eh ya?" "Are you okay?" tanya Sky. "Omongan gue barusan bikin lo enggak enak ya? Kalau iya, sorry, gue enggak ada maksud buat nyinggung lo atau apa pun itu. Gue cuman ingetin aja biar lo enggak nyesel ke depannya karena relain orang yang kita sayang buat orang lain itu enggak gampang apalagi lo yang relain Gema buat saudara kembar gue sendiri." "Aku udah mikirin resikonya kok, Sky, makanya aku ambil keputusan ini," ucap Alnaira dengan kedua mata yang tiba-tiba basah. "Lagian aku punya banyak hutang budi ke Anes. Jadi enggak ada salahnya sekali ini aja aku berkorban karena kan Anes pun udah ngorbanin cita-citanya demi aku. Gara-gara dulu celaka setelah nolongin aku, Anes jadi phobia sama darah dan itu bikin dia enggak bisa jadi dokter." Tak langsung menimpali, yang Sky lakukan setelah mendengar ucapan panjang lebar Alnaira adalah; menghela napas kasar. Memandang perempuan itu selama beberapa saat, dia berpikir sebelum akhirnya kembali bicara. "Jadi lo tetap mau minta bantuan gue buat jadi pacar pura-pura lo?" Alnaira mengangguk. "Gema kan minta lo nikan duluan," ucap Sky—mengingat kembali cerita Alnaira. "Nanti gimana?" "Aku punya rencana buat itu," kata Alnaira. "Jadi nanti aku pengen Gema sama Anes nentuin dulu tanggal pernikahan mereka terus biarin siapin semuanya. Nah, setelah semua jadi, aku sama kamu bisa pura-pura putus." "Kalau setelahnya Gema juga batalin pernikahannya sama Anes gimana?" "Aku yakin kalau udah sampai di tahap itu bakalan susah buat Gema batalin semuanya," kata Alnaira. "Kalau pun nekad, aku bisa lebih nekad buat menekan dia supaya terus lanjutin rencana." "Lo mau nekad apa?" "Ancam buat bunuh diri," celetuk Alnaira yang jelas membuat Sky tak habis pikir. "Kemarin pas bicarain ini sama Gema, aku hampir nabrakin diri aku ke truk biar Gema mau dan ya ... itu berhasil." "Gila lo." "Lebih baik gila daripada didiemin Mama," celetuk Alnaira pelan. Namun, samar-samar didengar oleh Sky. "Lo ngomong apa barusan? Gue enggak dengar." "Enggak, bukan apa-apa," kata Alnaira. "Cuman intinya demi bisa bikin Aneska bisa sama Gema, aku bakalan lakuin apa pun sebisa aku karena selama ini aku belum bisa bahagiain dia." "Saudara kembar yang baik." Alnaira tersenyum. Diam selama beberapa detik, setelahnya dia kembali buka suara. "Jadi gimana? Kamu mau enggak bantu aku buat pura-pura pacaran?" tanyanya. "Kamu mau benefit apa pun aku siap kasih kok, dan tenang aja karena semuanya enggak akan sampe kita nikah. Ini cuman sementara waktu setidaknya sampai Gema bisa belajar cinta sama Anes dan tetap tenang sama rencana perjodohan kereka." "I see," kata Sky. "Mau sampai nikah juga enggak masalah. Lumayan gue enggak usah cari jodoh. Mana lo dokter lagi, bisa tuh gue jadiin tukang cari duit. Dokter kan gajinya gede. Iya enggak?" "Ish!" Melihat respon Alnaira, Sky terkekeh sementara putri tengah Regan tersenyum keki. Nyaman mengobrol, keduanya tak sadar jika dari kejauhan, seseorang memperhatikan keduanya dengan perasaan emosi. Gema. Mendapat informasi dari salah satu sahabat yang ikut mengatur lamarannya pada Alnaira, Gema memang langsung menyusul Alnaira. Namun, tak masuk, pria itu hanya bisa memperhatikan sang mantan dari luar dengan perasaan cemburu. Ingin menghampiri, Gema tak bisa sehingga pada akhirnya setelah merasa tak tahan lagi dia pun pergi membawa rasa kesal di dalam hati. Kembali ke rumah sakit, Gema larut dalam perasaan badmood bahkan ketika Alnaira kembali, dia memutuskan untuk tak menyapa perempuan itu hingga ketika sore datang—persis ketika Gema bersiap-siap pulang setelah Alnaira pergi lebih dulu meninggalkannya, sebuah pesan masuk. Bukan dari orang asing, pesan tersebut berasal dari Alnaira dan isi pesan tersebut adalah; (Gem, tadi siang Sky nyatain cinta ke aku karena katanya sama kaya Aneska ke kamu, Sky udah lama simpan perasaan ke aku dan tadi aku terima. Kamu jangan lupa sama janji kamu ya, secara kebetulan aku udah nepatin janji.) Mengeratkan pegangan pada ponsel, itulah yang Gema lakukan sebelum akhirnya menghubungi nomor Alnaira dan begitu panggilan dijawab, tanpa basa-basi dia bertanya, "Maksud kamu apa kirim chat begitu?"***"Kita bangun kebahagiaan kita masing-masing ya, Gem. Kamu sama Aneska, aku sama Sky, karena mungkin inilah takdir kita yang sebenarnya."Duduk dengan kedua kaki panjangnya yang sengaja ditekuk, Gema menghela napas kasar setelah ucapan Alnaira beberapa waktu lalu kembali melintas di benak.Tak di mobil ataupun di rumah, saat ini Gema menyendiri di pinggir danau tempatnya beberapa hari lalu melamar Alnaira.Menikmati semilir angin sore menjelang malam, itulah kegiatan Gema beberapa waktu lalu karena setelah tahu Alnaira dengan mudah menerima pernyataan cinta Sky, hatinya kembali hancur.Tak bisa untuk baik-baik saja ketika gadisnya menerima cinta orang lain, Gema terluka. Namun, karena kadung berjanji untuk menerima perjodohan dengan Aneska, dia tak bisa melakukan apa pun selain pasrah dan meresapi sakitnya seorang diri.Tak bercerita pada siapa pun termasuk kedua teman dekatnya di rumah sakit, Gema memilih untuk menyimpan semuanya karena dia pikir bercerita pun tak ada gunanya."Ak
***"Pesan dulu kayanya, Mas Devon, biar nanti pas nunggu makanan jadi. Kita baru ngobrol," ucap Elara yang disetujui semua orang, sehingga selanjutnya memanggil pelayan pun dilakukan.Mendapat buku menu masing-masing, semua orang di meja makan sibuk memilih makanan yang ingin disantap, terkecuali Gema yang justru sibuk mencuri pandang ke arah Alnaira yang kini duduk bersebelahan dengan Aneska."Na," bisik Aneska pada sang adik."Ya?""Itu Gema kenapa lihatin terus ke sini ya?" tanya Aneska—masih dengan suara pelan. "Ada yang aneh enggak sih sama penampilan aku? Mendadak degdegan.""Enggak kok, malam ini kamu cantik," balas Alnaira sambil melirik Gema lewat ekor matanya. "Gema lihat ke sini mungkin karena terkesima sama kecantikan kamu.""Na.""Serius aku," kata Alnaira. "Dan ini bisa jadi sinyal baik buat kalian.""Duh, doain aja deh ya. Degdegan aku," ucap Aneska. "Takut banget Gema nolak karena punya gebetan atau mungkin pacar."Alnaira tersenyum tipis. “Aamiin.”Beberapa menit ber
***"Gue tunggu di depan ya. Kebetulan posisi gue sama restoran tempat lo makan, enggak jauh. Jadi sepuluh menitan kayanya gue sampe di sana."Setelah mengobrol selama beberapa menit, ucapan tersebut Alnaira dengar sari Sky usai dirinya menyetujui ajakan pria itu untuk pergi berjalan-jalan.Mengadu tentang rasa sakit yang dia rasakan setelah perjodohan Gema dan Aneska resmi diumumkan, Alnaira memang langsung mendapat ajakan dari Sky, dan karena khawatir tak akan sanggup, Alnaira mau sehingga tanpa banyak ba bi bu, Sky siap menjemput."Iya, Sky. Makasih ya," ucap Alnaira. "Dan maaf kalau aku lagi-lagi ngerepotin kamu.""Ngerepotin dari Hongkong?" tanya Sky. "Gue kebetulan lagi enggak ada kegiatan, Na, jadi tenang aja. Udah sekarang sana pergi dari toilet. Kasihan tuh yang mau berak, karena ada lo."Alnaira tersenyum tipis. "Kamu tuh.""Jangan lupa rapihin penampilan biar yang lain enggak tahu lo habis nangis," ucap Sky. "Terus kalau sekiranya orang tua lo enggak izinin lo pergi, hubung
***"Aman," kata Alnaira. "Papa sama Mama kasih izin dengan catatan, kita enggak boleh pulang terlalu malam. Selain itu Papa juga minta nomor kamu biar bisa telepon kalau seandainya aku belum pulang. Jadi enggak apa-apa kan aku kasih nomor kamu ke Papa?""Kasih aja," kata Sky. "Siapa tahu nanti jadi mertua."Tak menjawab, Alnaira hanya tersenyum tipis sebelum kemudian membuka ponsel untuk mengirim nomor Sky pada sang Papa.Tak ada obrolan, untuk beberapa saat suasana di mobil hening karena Sky sendiri fokus dengan kegiatannya mengemudi, hingga setelah lima menit berlalu, obrolan dibuka."Gimana acara malam ini?" tanya Sky tanpa mengalihkan atensi dari jalanan. "Apa cukup menyakitkan?""Bisa aja kamu nanyanya.""Tapi serius nih gue," ucap Sky. "Lancar enggak acara perjodohannya?""Lancar," kata Alnaira. "Kan tadi aku udah ceritain ke kamu.""Iya sih," kata Sky. "Lo udah ceritain semuanya sambil nangis di wc. Mana suara nangisnya mirip kuntilanak lagi. Kasihan banget yang salah paham da
***(Ciwik lu lagi ngedate sama cowok lain, Gem. Mau lihat enggak?)Memandang layar ponsel dengan seksama, itulah yang dilakukan Gema setelah sebuah pesan masuk dari sang sahabat, Rakhsan.Tak lagi di restoran, saat ini dia sudah berada di mobil usai acara makan malam selesai, dan tentunya tak sendiri, Gema bersama Aneska atas perintah kedua orang tuanya.Diminta untuk mengantar Aneska guna melakukan pendekatan, itulah Gema dan karena sudah pasrah atas semua nasibnya, pria itu manut tanpa melontarkan bantahan sama sekali."Chat dari siapa, Gem? Kok serius banget mukanya."Beberapa detik hening, Aneska akhirnya bertanya—membuat Gema dengan segera menoleh. Bersiap sebiasa mungkin tanpa mau menampakan kesal, Gema tersenyum tipis sebelum akhirnya buka suara."Rakhsan, Nes," kata Gema apa adanya. "Dia ngabarin aku kalau dia lagi nongkrong gitu di tempat kerak telor terus nyuruh aku ke sana.""Oh diajak nongkrong?""Iya.""Ya udah pergi aja kalau gitu," kata Aneska. "Ini malam minggu juga,
***Tak memesan dua porsi, Gema hanya memesan satu porsi saja kerak telor dan tentunya bukan tanpa tujuan, dirinya memiliki alasan dibalik hal tersebut."Nes, kerak telornya udah jadi."Tiba di dekat bangku, ucapan tersebut lantas Gema lontarkan—membuat semua orang di sana kompak menoleh tak terkecuali Alnaira."Eh, udah jadi ya?" tanya Aneska, sedikit terkejut. "Tapi kok cuman satu?""Karena aku pesan buat kamu aja," kata Gema. "Aku kenyang soalnya.""Lho, Gem, aku juga kenyang," kata Aneska. "Makan berdua aja gimana?""Ide bagus tuh," jawab Gema sambil tersenyum, sementara ekor matanya sendiri melirik Alnaira.Berjalan semakin dekat dengan bangku, yang dia lakukan selanjutnya adalah; berjongkok di depan Aneska, karena memang tak terlalu panjang, bangku yang diduduki di sana cukup untuk tiga orang saja."Gem, jangan jongkok, Gem, nanti kamu pegal," kata Aneska—begitu perhatian, sementara Alnaira sendiri diam tanpa tahu harus melakukan apa.Sky? Pria itu siap mengambil ancang-ancang u
***"Pulang dulu ya, Nes. Sampai ketemu di rumah dan selamat kencan."Sambil beranjak, ucapan tersebut lantas Alnaira lontarkan pada sang kakak. Sempat bingung mengambil keputusan, pada akhirnya dia memilih pulang bersama Sky sehingga tanpa banyak menunda, Alnaira pun bersiap-siap.Ada perlawanan dari Gema? Jawabannya adalah tidak, karena tak melarang ataupun mencegah, pria itu kini diam dengan perasaan yang jelas kecewa.Tak lagi memilihnya, Alnaira lebih memihak pada Sky dan bohong jika Gema ikhlas, karena faktanya dia sangat-sangat tak ikhlas. Namun, Gema pun tak bisa berbuat banyak karena semua kadung terjadi.Tak bisa mundur, Gema hanya bisa maju dan terus menjalani hubungannya dengan Aneska. Tak cukup sampai di situ, mau tak mau, suka tak suka dia juga harus belajar mencintai saudara kembar dari gadis yang dicintainya itu karena tak sementara, Gema dan Aneska akan bersama dalam waktu yang panjang setelah menikah nanti."Oke deh, hati-hati di jalan ya, Na. Kalau Mama sama Papa na
***"Penasaran ya?" tanya Gema—sengaja menggoda Aneska dan hal tersebut membuat putri sulung Regan tersebut merengek."Gem, ih!""Pacarnya dijodohin sama orang lain, Nes," kata Gema yang untuk kesekian kalinya membuat Aneska kaget. "Nana bilang pacarnya ini dijodohin orang tuanya sama cewek lain dan karena Nana enggak mau bikin pacarnya jauh sama orang tua, Nana ngalah.""Kamu serius?" tanya Aneska dengan perasaan yang tentu saja iba."Iyalah, Nes, masa bercanda?" tanya Gema. "Kamu tanyain aja sama Nana kalau enggak percaya.""Nana jahat banget ih enggak cerita," ucap Aneska. "Padahal, kalau cerita, aku mungkin bisa nemenin dia pas sedih karena putus gara-gara terpaksa pasti bikin dia sedih banget.""Nana kuat kok," kata Gema—membuat atensi Aneska beralih untuk kemudian menatapnya. "Meskipun putus karena terpaksa dan setiap hari ketemu mantannya ini, dia selalu bersikap profesional bahkan enggak kelihatan sedih sedikit pun.""Duluan siapa putusnya sama kamu dan pacar kamu?""Nana?""I
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,