***"Pulang dulu ya, Nes. Sampai ketemu di rumah dan selamat kencan."Sambil beranjak, ucapan tersebut lantas Alnaira lontarkan pada sang kakak. Sempat bingung mengambil keputusan, pada akhirnya dia memilih pulang bersama Sky sehingga tanpa banyak menunda, Alnaira pun bersiap-siap.Ada perlawanan dari Gema? Jawabannya adalah tidak, karena tak melarang ataupun mencegah, pria itu kini diam dengan perasaan yang jelas kecewa.Tak lagi memilihnya, Alnaira lebih memihak pada Sky dan bohong jika Gema ikhlas, karena faktanya dia sangat-sangat tak ikhlas. Namun, Gema pun tak bisa berbuat banyak karena semua kadung terjadi.Tak bisa mundur, Gema hanya bisa maju dan terus menjalani hubungannya dengan Aneska. Tak cukup sampai di situ, mau tak mau, suka tak suka dia juga harus belajar mencintai saudara kembar dari gadis yang dicintainya itu karena tak sementara, Gema dan Aneska akan bersama dalam waktu yang panjang setelah menikah nanti."Oke deh, hati-hati di jalan ya, Na. Kalau Mama sama Papa na
***"Penasaran ya?" tanya Gema—sengaja menggoda Aneska dan hal tersebut membuat putri sulung Regan tersebut merengek."Gem, ih!""Pacarnya dijodohin sama orang lain, Nes," kata Gema yang untuk kesekian kalinya membuat Aneska kaget. "Nana bilang pacarnya ini dijodohin orang tuanya sama cewek lain dan karena Nana enggak mau bikin pacarnya jauh sama orang tua, Nana ngalah.""Kamu serius?" tanya Aneska dengan perasaan yang tentu saja iba."Iyalah, Nes, masa bercanda?" tanya Gema. "Kamu tanyain aja sama Nana kalau enggak percaya.""Nana jahat banget ih enggak cerita," ucap Aneska. "Padahal, kalau cerita, aku mungkin bisa nemenin dia pas sedih karena putus gara-gara terpaksa pasti bikin dia sedih banget.""Nana kuat kok," kata Gema—membuat atensi Aneska beralih untuk kemudian menatapnya. "Meskipun putus karena terpaksa dan setiap hari ketemu mantannya ini, dia selalu bersikap profesional bahkan enggak kelihatan sedih sedikit pun.""Duluan siapa putusnya sama kamu dan pacar kamu?""Nana?""I
***"Sesuai dugaan."Tersenyum miring sambil menatap layar ponsel, itulah yang Gema lakukan ketika nama Alnaira terpampang dengan jelas di sana. Bukan mengirim pesan, Alnaira meneleponnya malam ini.Belum terlelap setelah tiba hampir setengah jam lalu, Gema memutuskan untuk menunggu sesuatu dan tak sia-sia, yang dia tunggu akhirnya datang yaitu; panggilan dari sang mantan kekasih.Sengaja memaparkan cerita tentang Alnaira dan sang mantan pada Aneska, Gema punya tujuan. Tak macam-macam, tujuannya adalah; agar Alnaira menghubunginya karena setelah membuat Aneska penasaran, dia yakin calon istrinya itu akan bertanya pada Alnaira dan jika sudah seperti itu, putri tengah Regan tersebut pasti menghubunginya untuk mengomel.Gema takut pada omelan yang akan dilontarkan Alnaira? Jawabannya adalah tidak, karena rasa ingin mengobrol dengan sang mantan lebih besar dibanding takutnya terhadap omelan Alnaira setelah semua yang dia lakukan."Halo, Na."Menjawab panggilan tanpa banyak menunda, sapaan
***Tak ada jawaban, setelahnya yang Gema dengar adalah suara isakkan Alnaira dan hal tersebut membuat dia ingin sekali mendekap gadis itu ke dalam pelukan."Na, jangan nangis. Aku minta maaf," ucap Gema yang pada akhirnya mengalah."Kamu enggak tahu, kan, Gem, kalau didiemin Mama bikin luka tersendiri di hati aku?" tanya Alnaira disertai isakkan yang membuat hati Gema teriris. "Semua emang udah berlalu lama bahkan Mama pun menyesali apa yang dia lakuin sama aku, tapi lukanya masih ada sampai sekarang, dan luka itu bikin aku takut buat nyakitin Anes karena kalau dia sakit gara-gara aku, aku khawatir Mama diemin aku lagi kaya dulu.""Aku minta maaf," ucap Gema sekali lagi. "Aku enggak bermaksud.""Aku yang minta maaf karena udah banyak kecewain kamu," ucap Alnaira. "Maaf ya. Hanya demi menjaga kewarasan aku, aku korbanin hubungan kita. Padahal, aku sangat tahu kalau kita saling membutuhkan satu sama lain.""Aku sayang sama kamu, Na.""Aku pun, Gem, tapi mungkin kita emang bukan jodoh m
***"Oh, jadi karena itu ya."Selesai Gibran bercerita, ucapan tersebut lantas Alnaira lontarkan sebagai respon. Tak dengan perasaan yang tenang, jujur saja dia degdegan. Namun, karena tak mau memancing kecurigaan sang adik, sebisa mungkin Alnaira bersikap biasa.Ditelepon sang adik, Alnaira sedikit terkejut setelah si bungsu bercerita tentang perjodohan Gema dan Aneska. Tak ada di kadar tinggi, kekagetannya bisa dibilang standar sampai akhirnya Gibran membuat keterkejutannya meningkat setelah membahas status dia dan Gema.Tak pernah bercerita pada siapa pun tentang hubungannya dengan Gema, Alnaira kaget usai mendengar ucapan Gibran sehingga bertanya tentang tahu darimana sang adik perihal statusnya dan Gema pun dilakukan, dan Gibran menjelaskan semuanya secara rinci.Bukan dari orang lain, Gibran katanya tahu sendiri status Alnaira dan Gema setelah beberapa bulan ke belakang tak sengaja membuka pesan dari Gema untuk sang kakak tengah. Tak pernah dilarang membuka ponsel Alnaira, wakt
***"Iya," kata Elara. "Tadi Mama mendadak ngide aja ngajak Gema sarapan dan katanya setelah dichat Anes, dia bisa. Jadi mungkin jam tujuh Gema ke sini.""Oh," kata Alnaira."Kamu kalau mau ngajak Sky juga boleh," kata Elara—teringat lagi pada kedekatan sang putri tengah dengan Sky. "Masih di Jakarta, kan, dia?""Masih, Ma, tapi kayanya enggak usah karena jam segini dia belum bangun," kata Alnaira. "Biasalah suka begadang.""Oh ya udah, Gema aja berarti," kata Elara. "Sarapannya mau apa?""Pancake gimana, Ma? Enak kayanya makan itu.""Boleh," kata Elara. "Gema suka enggak?""Suka kok," kata Alnaira. "Beberapa kali aku bekal itu, dia selalu minta.""Oh ya udah Mama bikin itu deh ya sama Bibi," ucap Elara. "Kamu istirahat aja biar nanti Mama panggil kalau udah siap.""Iya, Ma.""Selamat istirahat.""Makasih, Ma."Ditinggal Elara, Alnaira masih tersenyum hingga setelah menutup kembali pintu kamar, senyumannya perlahan memudar. Menghela napas sambil bersandar, dia buka suara."Ya Tuhan, p
***"Dokter Nana, apa ada di dalam?"Tengah menyantap makan siang, atensi Alnaira beralih setelah panggilan tersebut terdengar dari luar. Tak diam, dia yang siang ini sendirian di ruangan seketika beranjak untuk kemudian membukakan pintu, dan yang didapatinya setelah itu adalah seorang perawat bernama Suster Riska."Suster.""Siang, Dokter, maaf mengganggu waktunya," kata suster Riska—membuat Alnaira tersenyum."Enggak ganggu kok, ada apa?""Ada yang mencari Dokter," ucap suster Riska. "Katanya mau ketemu Dokter Nana, tapi beliau malas berjalan terlalu jauh. Jadi menunggu di meja informasi gedung kemuning.""Siapa Suster?""Hm, kalau enggak salah namanya Mas Sky.""Sky?" tanya Alnaira dengan kedua alis yang hampir bertaut.Cukup heran, itulah yang dia rasakan sekarang karena ketika dua hari lalu—tepatnya minggu, Sky berkata akan terbang ke Malaysia untuk urusan pekerjaan.Tak sebentar, Sky bilang akan menetap di sana selama seminggu sehingga ketika Alnaira mengajak pria itu bertemu, p
***"Iya," Sambil meringis, Alnaira memberikan jawaban. "Aku sebenarnya bingung karena semua pasti kerasa dadakan, tapi opsi itu menurut aku yang paling aman karena kan nikahnya duluan Gema sama Anes. Jadi kita bisa batalin semuanya tanpa bikin mereka gagal nikah.""Tapi kan kita kayanya harus bikin persiapan juga, Na," kata Sky. "Setelah tunangan, gue yakin orang tua kita bakalan nyuruh kita siapin pernikahan dan kalau seandainya batal, apa enggak sayang?""Apanya?""Ya semua," kata Sky. "Persiapannya, uangnya, terus semacamnya. Sayang, kan, kalau dibubarin gitu aja?""Terus gimana dong?" tanya Alnaira. "Kalau masalah persiapan, dua opsi dari Gema mengharuskan kita lakuin persiapan cuman kalau opsi tunangan bareng, kita enggak perlu nikah biar Gema sama Anes nikah, Sky. Paham, kan, maksud aku?""Paham.""Persiapan pernikahan nanti biar aku yang handle deh," kata Alnaira. "Aku bakalan pilih WO yang beda sama Anes terus aku minta mereka lambat-lambatin semua biar pas kita gagalin semua
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,