HARAPAN BARU
Kesehatan mental Shaina berangsur-angsur membaik setiap harinya. Mbah pun juga merasa lebih tenang melihat perkembangan Kesehatan dari Shaina. Meski pada mulanya Mbah merasa pesimis. Menemukan Kembali keceriaan dari Shaina, mata Mbah berbinar. Di sela-sela rehabilitasi Shaina. Mbah berbincang-bincang dengan Psikiater itu. juga tak lupa Mbah berterima kasih karena Psikiater itu mau menolong menolong Shaina.Mbah di beri petunjuk oleh Psikiater itu sedikit demi sedikit sejak awal, bagaimana berbicara dengan Shaina, percakapan apa yang harus dihindari, dan bagaimana membuat Shaina tenang, jika sewaktu-waktu Shaina berteriak-teriak. Mbah mengangguk menuruti permintaan dari Psikiater tersebut. “Saya mengerti dok. Terima kasih.” Jawab Mbah dengan perasaan kagum terhadap Psikiater muda yang ada di depannya ini. “Beruntung sekali laki-kali yang kelak akan menikahimu nak. Kamu sudah cantik, baik hati, sabar, juga telaten mengurus pasien. Pasti sKABAR DUKATiga hari yang lalu, Mbah memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk kesembuhan Shaina. Itu adalah keyakinan yang sungguh luar biasa. Mbha tak kenal Lelah merawat Shaina hingga bisa melakukan aktifitas seperti sedia kala. Shaina berangsur-angsur dapat berdamai dengan masalah penyesalan dirinya karena kematian tragis yang dialami Shinta, sahabatnya.Bahkan saat pihak kepolisian melakukan investigasi mengenai kematian Shinta. Shaina hadir menjadi saksi. Juga Shaina ikut membantu saat pihak kepolisian membongkar kuburan dari jenazah Shinta. Ia sudah bisa melewati fase berdamai dengan trauma yang ia alami.***Satu hari setelah kejadian autopsi mayat Shinta. Shaina membuat janji untuk bertemu dengan marselina di sebuah tempat hiburan di dekat pusat kota. Mereka bertemu sesaat setelah Shaina tiba di lokasi pertemuan. Mereka ngobrol Panjang lebar mengenai banyak hal. Mereka tertawa bersama, Ketika membicarakan Reza. Pacar dari Marselina. “Bagaimana mungkin, R
KAMBUH Setibanya di rumah, Shaina terperanjat. Setelah melihat emandangan yang tidak biasanya di rumah. Ketika itu rumah Shaina sudah dikerumuni oleh banyak orang. Orang—orang yang ada di sana menggunakan pakaian serba hitam. Pikiran dari Shaina mulai berkecamuk Ketika ia tahu bahwa yang meninggal adalah Ayahnya. Salah satu orang yang sangat disayangi Shaina. “Ayah kenapa bu?” Tanya Shaina kepada ibunya yang sedang duduk di atas permadani untuk membacakan doa kepada mendiang suaminya tersebut.***Meninggalnya Ayah dari Shaina yang tiba-tiba, membuat ibu masih tidak percaya kalau suami tercintanya itu sudah tiada. Padahal malam sebelum kejadian, pasangan suami istri itu masih makan bersama. Bahkan masih sempat mengobrol sebentar, sebelum kemudian pergi tidur.Bahkan seminggu belakangan, tak ada perubahan atau tanda-tanda sakit dari Ayah Shaina. Tidak demam, bahkan flu pun tidak. Kejadian yang mendadak itu jelas membuat Ibu Shaina menjadi terpukul. Seolah-olah kejadi
IBU***Jauh sebelum duka mendalam kehilangan suami tercinta. Ibu membantu suami tercintanya itu mencari nafkah. Semenjak suaminya berhenti bekerja, memang ibu kerap membantu mencukupi kebutuhan ekonomi. Mulai dari menjadi buruh cuci, hingga asisten rumah tangga paruh waktu.Apalagi setelah mereka kehilangan rumah warisan akibat hutang yang dimiliki Shaina. Kehidupan mereka semakin terperosok. Saat itu, mereka juga baru membeli rumah baru sehabis menjual rumah warisan, namun tak berselang lama. Rumah baru itu juga harus mereka jual untuk menutupi bunga dari hutang Shaina yang sudah membengkak.Seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Semenjak mereka menjual rumah baru itu, Kesehatan suaminya mulai menurun setiap harinya. Jadi semua tanggung jawab menafkahi keluarga mau tidak mau harus diemban oleh Ibu seorang. Menjadi buruh cuci dan asisten rumah tangga paruh waktu hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua sehari-hari. Uang yang mereka hasilkan t
KENANGAN IBU“Bu, Ayah kenapa meninggal bu?” Kejar Shaina. Suaranya meraung memenuhi ruangan. Disambut oleh isak tangis keluarga, juga kerabat terdekat. termasuk nenek yang datang jauh-jauh menemani Shaina. “Ayah, maafkan Shaina. Shaina hanya bisa menyusahkan keluarga sampai saat ini. Shaina belum bisa membahagiakan Ayah. Bahkan hingga saat ini. Yah bangun Yah. Shaina pulang.” Rengek Shaina di dekat jenazah Ayahnya.***Di sisi lain, Ibu yang juga turut ada di sisi Shaina. Hanya dapat tertunduk lesu melihat. Tubuh suami tercintanya terbujur kaku, dengan wajah pucat. Ibu tak bisa berkata apa-apa, hanya air mata yang terus mengalir membasahi kedua pipinya yang memerah. Bahkan sampai mendiang suaminya itu di masukkan ke liang lahat, ekspresi Ibu juga tak berubah. Lemas, tatapannya kosong, hanya air mata yang mengalir di kedua pipinya yang bisa memberikan gambaran betapa Ibu sangat terpukul. Sepulang dari tanah makam, Ibu masih juga terlihat murung. Makan tak mau, minum j
IBU SAKIT NAK“Masuk Nak.” Ucap Ibu dari dalam kamar. Tak lama kemudian Shaina masuk ke dalam kamar Ibunya itu. Ia menangis sejadi-jadinya. Meminta maaf karena selama ini sudah menyusahkan keluarganya. Jadi di ruang yang berukuran 3x5 meter itu, semua hal yang menumpuk dipikiran Shaina tumpah ruah. Sambil bersimpuh di pangkuan Ibunya itu, Shaina menyalahkan dirinya karena ulahnya Ibu harus menjual rumah warisan keluarga. Melihat anak tercintanya itu menangis membuat Ibu juga tak bisa lagi membendung air matanya. Meski anak tercintanya itu belakangan cukup membuat repot keluarga, namun bagaimanapun Ibu akan selalu mencintai dan menyanyanginya. “Tidak apa-apa nak. Semua sudah terjadi.” Ujar Ibu.Seminggu telah berlalu, keluarga Shaina juga sudah melakukan aktifitasnya masing-masing. Sambil menunggu semester baru dikampus Shaina, lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Mbah juga menetap di sini untuk beberapa waktu menemani menantu dan cucu tercintanya itu. selagi Ibu bekerja me
IBU BERPULANGJalan pintas yang diambil Ibu dengan menjual salah satu ginjalnya berakibat buruk untuk Kesehatan Ibu. Meski masih dapat hidup hanya dengan mengandalkan satu ginjal, namun kemungkinan besar berisiko ikut terkena sakit ginjal yang parah dikemudian hari. Memang fenomena orang menjual ginjal sering terjadi di negara berkembang karena faktor himpitan ekonomi. Bahkan Ketika itu di sebuah rumah sakit tempat Ibu operasi pengambilan ginjal. Tertera juga nama salah seorang gadis muda yang ikut melakukan transaksi menjual ginjalnya. Yang lebih miris lagi adalah beredar kabar gadis tersebut sampai memasang iklan. Fenomena jual-beli ginjal ini ternyata dianggap sebagai salah satu perbuatan illegal oleh pemerintah.Padahal memiliki satu ginjal tidak sama dengan dua ginjal, dan ini terjadi. Apa yang dialami oleh Ibu setelah ia menjual ginjalnya adalah fungsi ginjal yang tersisa kurang dapat berkerja dengan optimal. Darah yang mengalir di tubuh Ibu tidak bisa disaring den
TERJATUHPagi itu. kondisi Kesehatan Ibu semakin buruk. Namun Ibu memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidurnya. Ia harus bekerja. Namun, semakin ibu berusaha untuk bangun dari tempat tidur. Ia merasa seperti tidak memiliki tenaga. Hampir setengah jam ia berusaha untuk bangun. “Shaina. Nak tolong bantu bangunkan Ibu nak.” Ujar Ibu dengan suara parau. Tak lama kemudian Shaina tiba di kamar ibu, karena mendengar Ibu memanggil. “Kalau Ibu sakit, Ibu istirahat saja. Tidak perlu bekerja hari ini.” Ujar Shaina meminta Ibunya untuk tidak bekerja hari ini. Tapi Ibu tetap bersikeras untuk tetap bekerja. Karena sepeninggalan suaminya, menurut pandangan Ibu beban tanggung jawab jatuh kepadanya.Dengan tertatih-tatih Ibu berhasil bangun dari tempat tidurnya, kemudian ia mencoba berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Namun baru berjalan beberapa Langkah tiba-tiba badannya terasa lemas sekali dan Ibu seperti akan ambruk ke lantai. Namun karena Shain
BERDEKATAN“Mbah. Ibu Mbah.” Ungkap Shaina kepada Neneknya tersebut. Nada suaranya terbata-bata Ketika berkomunikasi dengan Mbah melalui sambungan telepon genggamnya. “Kenapa Ibumu?” Tanya Mbah penasaran. Kemudian Shaina menceritakan keseluruhan cerita yang terjadi.“Jadi Mbah, ternyata selama ini. Ibu… Ibu… telah menjual ginjalnya Mbah.” Ujar Shaina. Dokter mengatakan kepada Shaina setelah jenazah Ibu di autopsi di salah satu rumah sakit swasta yang berada di bilangan Ibukota. Kemudian Shaina menceritakan lebih lanjut mengenai Ibu. Rupa-rupanya Ibu menjual ginjalnya untuk mempersiapkan tabungan Shaina di masa depan. Sebab di bupet dekat Kasur yang biasanya Ibu gunakan untuk tidur. Shaina menemukan sebuah rekening yang didalamnya terdapat sejumlah uang sekitar satu setengah miliar rupiah. Maka dari itu, tubuh Ibu kian hari kesehatannya kian memburuk. Ibu menjadi tidak kuat bekerja terlalu lama. Sebab Ibu mudah sekali capai.Hampir tiga jam Shaina dan Mbah berkomunikasi mela
BAB MENYUSUN RENCANADipenghujung malam. Di luar sana udara cukup mampu untuk menusuk tulang. Beruntung, suara jangkrik yang bersahutan dengan sisa tetes hujan yang turun sejak tadi malam mampu menjagaku dari rasa kantuk. Karena itu pula aku betah berlama-lama di salah satu sudut ruang yang tak terlalu luas, namun cukup membuatku nyaman berada di dalamnya. Seperti indekos kebanyakan. Ada Kasur lusuh, buku yang sampulnya habis dimakan rayap, bantal yang bau apek, ada pula sertifikat-sertifikat yang sudah terbungkus kaca terpampang di dalamnya. Aku dan teman-teman mendapatkan sertifikat-sertifikat itu dari kampus. Namun di situlah mataku tertuju. Terpatri di dinding kumal berwarna hijau. Sertifikat dengan warna seperti buah jeruk, dihiasi salah seorang tokoh pewayangan ini tak hanya menjadi hiasan saja. Tapi juga sebagai kenanganku saat pertama kali melihat Shaina di salah satu seminar yang diadakan oleh kampus tempatku menimba ilmu. Kala itu aku terpe
BAB PUTUSKetika itu pukul Sembilan malam, di dalam rumah di wilayah pinggiran dekat dengan ibu kota, seorang perempuan muda sedang bertengkar dengan seorang pria. Kalau diperhatikan dengan seksama pertengkaran mereka. Perempuan muda itu agak sedikit meremehkan lawannya. Sembari membanting pintu dengan keras, perempuan muda itu kemudian melemparkan beberapa lembar uang kearah Pria tersebut. “Apa maksudmu?” Ungkap pria itu dengan marah. Tanpa menjawab apa-apa perempuan muda itu melempar lagi beberapa uang kertas berwarna biru kearah pria tersebut. Kemudian berseru karena amarahnya sudah membuncah. “ini kan yang kamu inginkan. Ambil semua itu” Geram perempuan muda tersebut. “aku ingin sekali memutuskan hubungan ini sejak lama denganmu. Tapi entah kenapa. Hatiku berkata tidak.” Ujar Shaina dalam hati di hadapan laki-laki yang menyebabkan semua penderitaan ini terjadi. Tapi sayangnya perempuan muda itu sudah terjerembab di jurang cinta terlalu dalam
Bab SEPERTI TERSAMBAR PETIR DI SIANG BOLONGDi dalam kamar indekosnya Yudhis kaget bukan kepalang. Jantung Yudhis berdegup lebih kencang dari biasanya. Matanya berkedut, Yudhis ingat dengan jelas ketika bertemu dengan orang tua Shaina waktu itu. Namun, cobaan yang datang silih berganti sepertinya telah menghancurkan kebahagiaan keluarga mereka, itu seperti halnya mewarnai batu taman dengan cantik, namun sebelum taman itu selesai, hujan turun membuat luntur warna yang sudah menghiasi batu yang ada di sana. Dengan pemikiran seperti itu Yudhis merasa kehidupan tidak adil terhadap Shaina. “Si bajingan itu, jika Shaina tidak bekerja untuk melunasi hutang, kejadian seperti ini tidak mungkin akan terjadi.” Umpat Yudhis.Melihat betapa terpukulnya Yudhis, Ghai dan Adit saling memandang satu sama lain. Ghai sendiri menunjukkan campuran emosi di wajahnya saat tau orang tua Shaina sudah tiada. Apalagi dengan cobaan yang menimpa keluarga itu silih berganti. Kemudian mereka berdua
BAB BAGAS YUDHISTIRA GELISAHNyatanya Yudhis enggan untuk mendatangi kediaman orang tua Shaina. Karena Yudhis tahu bahwa kedua orang tua Shaina juga sedang tidak baik-baik saja. Maka dari itu Yudhis tidak mengikuti saran yang diberikan oleh teman-temannya. Yudhis menggerutu dalam hati ”Bua tapa aku ikuti saran mereka, toh mereka juga meninggalkan aku kemarin, di saat aku membutuhkan mereka.” Ungkap Yudhis. Sejurus kemudian pintu kamar Yudhis diketuk dari depan beberapa kali. Namun Yudhis tak juga menanggapi. “ini aku Dhis.” Ujar seseorang dari balik pintu. Suara yang tak asiing lagi di telinga Yudhis. Siapa lagi kalau bukan Anya. Salah satu teman yang cukup dekat dengan Yudhis. “Aku tahu kamu ada di dalam, cepat buka aku ada berita penting untukmu!” Ujar Shaina lagi dengan nada suara memaksa.***“Anya…” Kamu dari mana saja, dari tadi sehabis jam perkuliahan selesai aku mencarimu kemana-mana. Ujar wanita muda itu. Dengan nafas yang terengah-engah wanita muda
BAB TAK BISA DIHUBUNGISebelum Yudhis menunggu di stasiun, satu hari sebelumnya Shaina sempat memberitahu Yudhis untuk menjemputnya. Sambil menanggung kecewa Yudhis segera keluar dari stasiun, terlihat pula Yudhis menggelengkan kepalanya. Lalu Yudhis mampir ke salah satu club malam yang ada di sana untuk sekadar menghilangkan kesedihannya. Yudhis memesan table untuk dirinya sendiri. Kemudian dua botol anggur dan tiga botol bir segera meluncur ke tempat yudhis. Sambil menunggu kabar yang tak kunjung datang dari Shaina, Yudhis menenggak minuman yang ada di mejanya, tak lama kemudian Yudhis tampak mulai mabuk. Salah seorang penari striptis yang ada di club malam dekat stasiun itu menghampiri yudhis. Meminta izin untuk duduk di dekat Yudhis, lantas kemudian mereka mulai berkenalan. Karena sedang mabuk Yudhis sekenanya menimpali obrolan dari penari striptis itu. Entah apa yang dibicarakan oleh penari itu Yudhis menanggapi dengan acuh tak acuh. Disamping itu jug
BAB. STASIUN Bagian IITepat Ketika matahari sepenggalah tingginya. Sesosok laki-laki muda tengah menunggu sesorang di peron salah satu stasiun kereta api di Jakarta. Wajah laki-laki muda itu tampak sumringah. Seperti orang yang sudah lama menanti karena lama tidak bertemu. Setelah semua yang terjadi, Yudhis mendapat kabar bahwa Shaina akan pindah Kembali ke Ibu Kota. Untuk meneruskan kuliahnya yang sempat tertunda karena harus melunasi hutang kala itu. Namun sepertinya Shaina tidak berharap bertemu dengan Yudhis dalam waktu dekat.Yudhis sudah mengatur segala sesuatunya dengan begitu baik. Bahkan meminta bantuan kepada Ghai, dan sahabat-sahabatnya yang lain untuk memberikan kejutan kepada Shaina. Anya diberikan tugas untuk mengobrol dengan Shaina, lalu Ghai diberi tugas sebagai orang yang selalu sigap untuk diperintah kemana saja. “Yang benar saja Dhis, masa kamu suruh aku menjadi seperti babu.” Ungkap Ghai dengan nada mengeluh. “Tolonglah Ghai
SHAINA LAHIRDua bulan berlalu seperti sedia kala. Namun, memasuki awal bulan September Ayah mendapati Ibu sering sekali mual-mual. Entah itu sehabis makan, atau sedang melakukan aktifitas lainnya. Hal itu berlangsung lebih dari dua minggu. Pada mulanya, menurut Ibu hanya sebatas kurang enak badan. Namun lama kelamaan Ayah mulai curiga dengan keadaan itu. jadi untuk mencegah hal yang buruk terjadi, Ayah mengajak Ibu untuk memeriksa kondisi kesehatannya ke rumah sakit. Dugaan Ayah kemudian terbukti. “Mas, aku hamil.” Ujar Ibu dengan perasaan ceria.Dari minggu pertama hingga minggu ke tiga belas menurut dokter yang memeriksa kondisi Ibu saat itu, Ibu harus menjaga pola makan. kemudian Ibu juga dilarang untuk melakukan aktifiitas yang berlebihan. Karena menurut dokter juga, janin yang Ibu kandung Ketika itu disebut sebagai “Anak mahal”. Jadi untuk mengurangi resiko kegugurannya, Ibu harus mengontrol pola makan dan kesehatannya.
SEBELUM SHAINA LAHIRSetelah pertengkaran hebat kala itu. suasana di rumah itu masih sama. Sudah lebih dari seminggu sunyi gemar menaungi rumah tersebut. Ketika itu, Mbah pamit untuk pulang ke kampung halaman. Karena masih ada yang harus diurus di sana. Jadi pagi-pagi sekali Ayah mengantar si Mbok menuju stasiun kereta Api. “Kamu baik-baik ya. Ingat pesan si Mbok.” Ujar si Mbok kemudian sembari memberikan sedikit nasihat kepada anak laki-lakinya tersebut.Malam harinya sehabis pulang bekerja, Ayah tiba di rumah. Namun, tidak seperti awal-awal Ketika mereka menikah yang selalu disambut senyum Ketika ayah tiba dirumah, dan membuat lelahnya hilang seketika itu juga. Kini tak ada lagi ucapan selamat datang dari istri tercintanya itu. Semenjak mereka menginginkan seorang anak. Kehidupan rumah tangga mereka selalu saja dihiasi dengan pertengkaran.Di saat Ayah masuk kedalam kamar, ia menemukan istrinya itu tengah cemberut. “Suami baru pulang bukann
CERAI“Apa aku harus melakukan itu?” Pikir Ayah dalam hati. menurut pemikiran Ayah, apakah dengan cara melakukan hal itu, Ayah akan bisa langsung memiliki seorang anak. Lalu jika tidak berhasil juga, apakah harus berpisah lagi dan menikah lagi. Kalau seperti itu. sama saja dengan tidak memberikan solusi, itu hanya akan menambah-nambah masalah saja.Tapi menurut Mbah, semua keputusan ada di tangan kami. “Coba kaliain pikirkan saja dulu. Barangkali dapat membantu.” Lanjut Mbah memberikan masukan kepada anak dan menantunya itu. menurut Ayah, kenapa keluarga kecilnya ini mendapat cobaan yang sangat berat seperti ini. Kami harus menunggu dan terus menunggu untuk bisa memiliki seorang anak. Padahal diluar sana pasangan yang tidak menikah tapi mereka malah dikaruniai seorang anak. “Kenapa cobaan yang kau berikan sangat berat?” Pikir Ayah dengan putus asa.Di kamar, Ayah dan Ibu bertengkar hebat malam itu. “Kenapa kamu berbohong