KENANGAN IBU
“Bu, Ayah kenapa meninggal bu?” Kejar Shaina. Suaranya meraung memenuhi ruangan. Disambut oleh isak tangis keluarga, juga kerabat terdekat. termasuk nenek yang datang jauh-jauh menemani Shaina. “Ayah, maafkan Shaina. Shaina hanya bisa menyusahkan keluarga sampai saat ini. Shaina belum bisa membahagiakan Ayah. Bahkan hingga saat ini. Yah bangun Yah. Shaina pulang.” Rengek Shaina di dekat jenazah Ayahnya. ***Di sisi lain, Ibu yang juga turut ada di sisi Shaina. Hanya dapat tertunduk lesu melihat. Tubuh suami tercintanya terbujur kaku, dengan wajah pucat. Ibu tak bisa berkata apa-apa, hanya air mata yang terus mengalir membasahi kedua pipinya yang memerah. Bahkan sampai mendiang suaminya itu di masukkan ke liang lahat, ekspresi Ibu juga tak berubah. Lemas, tatapannya kosong, hanya air mata yang mengalir di kedua pipinya yang bisa memberikan gambaran betapa Ibu sangat terpukul. Sepulang dari tanah makam, Ibu masih juga terlihat murung. Makan tak mau, minum jIBU SAKIT NAK“Masuk Nak.” Ucap Ibu dari dalam kamar. Tak lama kemudian Shaina masuk ke dalam kamar Ibunya itu. Ia menangis sejadi-jadinya. Meminta maaf karena selama ini sudah menyusahkan keluarganya. Jadi di ruang yang berukuran 3x5 meter itu, semua hal yang menumpuk dipikiran Shaina tumpah ruah. Sambil bersimpuh di pangkuan Ibunya itu, Shaina menyalahkan dirinya karena ulahnya Ibu harus menjual rumah warisan keluarga. Melihat anak tercintanya itu menangis membuat Ibu juga tak bisa lagi membendung air matanya. Meski anak tercintanya itu belakangan cukup membuat repot keluarga, namun bagaimanapun Ibu akan selalu mencintai dan menyanyanginya. “Tidak apa-apa nak. Semua sudah terjadi.” Ujar Ibu.Seminggu telah berlalu, keluarga Shaina juga sudah melakukan aktifitasnya masing-masing. Sambil menunggu semester baru dikampus Shaina, lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Mbah juga menetap di sini untuk beberapa waktu menemani menantu dan cucu tercintanya itu. selagi Ibu bekerja me
IBU BERPULANGJalan pintas yang diambil Ibu dengan menjual salah satu ginjalnya berakibat buruk untuk Kesehatan Ibu. Meski masih dapat hidup hanya dengan mengandalkan satu ginjal, namun kemungkinan besar berisiko ikut terkena sakit ginjal yang parah dikemudian hari. Memang fenomena orang menjual ginjal sering terjadi di negara berkembang karena faktor himpitan ekonomi. Bahkan Ketika itu di sebuah rumah sakit tempat Ibu operasi pengambilan ginjal. Tertera juga nama salah seorang gadis muda yang ikut melakukan transaksi menjual ginjalnya. Yang lebih miris lagi adalah beredar kabar gadis tersebut sampai memasang iklan. Fenomena jual-beli ginjal ini ternyata dianggap sebagai salah satu perbuatan illegal oleh pemerintah.Padahal memiliki satu ginjal tidak sama dengan dua ginjal, dan ini terjadi. Apa yang dialami oleh Ibu setelah ia menjual ginjalnya adalah fungsi ginjal yang tersisa kurang dapat berkerja dengan optimal. Darah yang mengalir di tubuh Ibu tidak bisa disaring den
TERJATUHPagi itu. kondisi Kesehatan Ibu semakin buruk. Namun Ibu memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidurnya. Ia harus bekerja. Namun, semakin ibu berusaha untuk bangun dari tempat tidur. Ia merasa seperti tidak memiliki tenaga. Hampir setengah jam ia berusaha untuk bangun. “Shaina. Nak tolong bantu bangunkan Ibu nak.” Ujar Ibu dengan suara parau. Tak lama kemudian Shaina tiba di kamar ibu, karena mendengar Ibu memanggil. “Kalau Ibu sakit, Ibu istirahat saja. Tidak perlu bekerja hari ini.” Ujar Shaina meminta Ibunya untuk tidak bekerja hari ini. Tapi Ibu tetap bersikeras untuk tetap bekerja. Karena sepeninggalan suaminya, menurut pandangan Ibu beban tanggung jawab jatuh kepadanya.Dengan tertatih-tatih Ibu berhasil bangun dari tempat tidurnya, kemudian ia mencoba berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Namun baru berjalan beberapa Langkah tiba-tiba badannya terasa lemas sekali dan Ibu seperti akan ambruk ke lantai. Namun karena Shain
BERDEKATAN“Mbah. Ibu Mbah.” Ungkap Shaina kepada Neneknya tersebut. Nada suaranya terbata-bata Ketika berkomunikasi dengan Mbah melalui sambungan telepon genggamnya. “Kenapa Ibumu?” Tanya Mbah penasaran. Kemudian Shaina menceritakan keseluruhan cerita yang terjadi.“Jadi Mbah, ternyata selama ini. Ibu… Ibu… telah menjual ginjalnya Mbah.” Ujar Shaina. Dokter mengatakan kepada Shaina setelah jenazah Ibu di autopsi di salah satu rumah sakit swasta yang berada di bilangan Ibukota. Kemudian Shaina menceritakan lebih lanjut mengenai Ibu. Rupa-rupanya Ibu menjual ginjalnya untuk mempersiapkan tabungan Shaina di masa depan. Sebab di bupet dekat Kasur yang biasanya Ibu gunakan untuk tidur. Shaina menemukan sebuah rekening yang didalamnya terdapat sejumlah uang sekitar satu setengah miliar rupiah. Maka dari itu, tubuh Ibu kian hari kesehatannya kian memburuk. Ibu menjadi tidak kuat bekerja terlalu lama. Sebab Ibu mudah sekali capai.Hampir tiga jam Shaina dan Mbah berkomunikasi mela
CERAI“Apa aku harus melakukan itu?” Pikir Ayah dalam hati. menurut pemikiran Ayah, apakah dengan cara melakukan hal itu, Ayah akan bisa langsung memiliki seorang anak. Lalu jika tidak berhasil juga, apakah harus berpisah lagi dan menikah lagi. Kalau seperti itu. sama saja dengan tidak memberikan solusi, itu hanya akan menambah-nambah masalah saja.Tapi menurut Mbah, semua keputusan ada di tangan kami. “Coba kaliain pikirkan saja dulu. Barangkali dapat membantu.” Lanjut Mbah memberikan masukan kepada anak dan menantunya itu. menurut Ayah, kenapa keluarga kecilnya ini mendapat cobaan yang sangat berat seperti ini. Kami harus menunggu dan terus menunggu untuk bisa memiliki seorang anak. Padahal diluar sana pasangan yang tidak menikah tapi mereka malah dikaruniai seorang anak. “Kenapa cobaan yang kau berikan sangat berat?” Pikir Ayah dengan putus asa.Di kamar, Ayah dan Ibu bertengkar hebat malam itu. “Kenapa kamu berbohong
SEBELUM SHAINA LAHIRSetelah pertengkaran hebat kala itu. suasana di rumah itu masih sama. Sudah lebih dari seminggu sunyi gemar menaungi rumah tersebut. Ketika itu, Mbah pamit untuk pulang ke kampung halaman. Karena masih ada yang harus diurus di sana. Jadi pagi-pagi sekali Ayah mengantar si Mbok menuju stasiun kereta Api. “Kamu baik-baik ya. Ingat pesan si Mbok.” Ujar si Mbok kemudian sembari memberikan sedikit nasihat kepada anak laki-lakinya tersebut.Malam harinya sehabis pulang bekerja, Ayah tiba di rumah. Namun, tidak seperti awal-awal Ketika mereka menikah yang selalu disambut senyum Ketika ayah tiba dirumah, dan membuat lelahnya hilang seketika itu juga. Kini tak ada lagi ucapan selamat datang dari istri tercintanya itu. Semenjak mereka menginginkan seorang anak. Kehidupan rumah tangga mereka selalu saja dihiasi dengan pertengkaran.Di saat Ayah masuk kedalam kamar, ia menemukan istrinya itu tengah cemberut. “Suami baru pulang bukann
SHAINA LAHIRDua bulan berlalu seperti sedia kala. Namun, memasuki awal bulan September Ayah mendapati Ibu sering sekali mual-mual. Entah itu sehabis makan, atau sedang melakukan aktifitas lainnya. Hal itu berlangsung lebih dari dua minggu. Pada mulanya, menurut Ibu hanya sebatas kurang enak badan. Namun lama kelamaan Ayah mulai curiga dengan keadaan itu. jadi untuk mencegah hal yang buruk terjadi, Ayah mengajak Ibu untuk memeriksa kondisi kesehatannya ke rumah sakit. Dugaan Ayah kemudian terbukti. “Mas, aku hamil.” Ujar Ibu dengan perasaan ceria.Dari minggu pertama hingga minggu ke tiga belas menurut dokter yang memeriksa kondisi Ibu saat itu, Ibu harus menjaga pola makan. kemudian Ibu juga dilarang untuk melakukan aktifiitas yang berlebihan. Karena menurut dokter juga, janin yang Ibu kandung Ketika itu disebut sebagai “Anak mahal”. Jadi untuk mengurangi resiko kegugurannya, Ibu harus mengontrol pola makan dan kesehatannya.
BAB. STASIUN Bagian IITepat Ketika matahari sepenggalah tingginya. Sesosok laki-laki muda tengah menunggu sesorang di peron salah satu stasiun kereta api di Jakarta. Wajah laki-laki muda itu tampak sumringah. Seperti orang yang sudah lama menanti karena lama tidak bertemu. Setelah semua yang terjadi, Yudhis mendapat kabar bahwa Shaina akan pindah Kembali ke Ibu Kota. Untuk meneruskan kuliahnya yang sempat tertunda karena harus melunasi hutang kala itu. Namun sepertinya Shaina tidak berharap bertemu dengan Yudhis dalam waktu dekat.Yudhis sudah mengatur segala sesuatunya dengan begitu baik. Bahkan meminta bantuan kepada Ghai, dan sahabat-sahabatnya yang lain untuk memberikan kejutan kepada Shaina. Anya diberikan tugas untuk mengobrol dengan Shaina, lalu Ghai diberi tugas sebagai orang yang selalu sigap untuk diperintah kemana saja. “Yang benar saja Dhis, masa kamu suruh aku menjadi seperti babu.” Ungkap Ghai dengan nada mengeluh. “Tolonglah Ghai