Menjadi pusat perhatian para gadis sudah biasa bua Adit, tapi tidak untuk kali ini. Berada di sebuah Villa hanya berdua dengan seorang gadis membuatnya kebingungan. Walaupun ia sudah menghubungi Randi dan mengatakan jika dirinya sudah sampai, namun rombongan tersebut belum juga menampakkan batang hidungnya.
Kecanggungan itu semakin terjadi di mana langit secara perlahan menjadi gelap.
"Mas dokter mau makan? Atau mau minum? Dari tadi saya tawarin, tapi mas dokter nggak mau." Mia masih mencoba mencairkan suasana. Ia sendiri juga bingung harus melakukan apa. Ia tak tahu jika dokter yang Randi ajak, sangatlah pendiam.
"Nggak usah. Terima kasih." jawab sang dokter. Mia lagi-lagi hanya bisa tersenyum canggung.
Mia masih mencoba menghubungi Kleo. Tapi nomor gadis itu tak bisa dihubungi. Susah sinyal atau bagaimana ,ia juga tak paham.
"Atau bagaimana kalau kita--"
"Assalamu'alaikum." suara teriakan salam terdengar dari luar. Dan dengan jelasnya Mia hafal siapa pemilik suara kalau bukan sepupu tampannya itu.
"Eh, pak dokter. Maaf pak, kami lama. Soalnya diajak dulu ke rumah warga." ucap Randi sambil menyalami Adit.
"Nggak apa-apa. Santai saja."
"Dan lo ninggalin gue sendirian. Selama ini sampai gue lumutan dan butek.? Enak aja lo cuma minta maaf ke Adit. Ke gue mana kata maaf lo?" bentak Mia kesal.
Mia ikut menatap Kleo yang entah kenapa gadis itu terlihat bodoh saat menatap Adit.
"Lo juga!" bentak Mia yang kali ini ditujukan pada Kleo.
Kleo yang dibentak langsung melirik Mia. Gadis itu langsung nyengir lebar dan berjalan mendekati Mia, memeluk sahabatnya itu erat lalu mencubit pipi Mia pelan, "Lo jangan marah-marah ah. Kan cantiknya hilang."
"Ck! Mau apa lo sekarang puji-puji gue? Sana!"
"Ih, ngambekan banget. Malu ini sama pak dokter. Masyaallah bapak tampan banget. Ngalahin tampan lo Ran." seloroh Kleo membuat Randi mendelik jengah.
Randi melirik tas ransel milik Adit yang masih tergeletak di samping sofa.
"Ya ampun sampai lupa. Dokter belum tahu kamar dokter di mana kan? Sini ikut saya dok.!"
Adit mengangguk. Ia meraih tas ranselnya dan berjalan mengikuti Randi menuju salah satu kamar yang cukup besar dan hanya diisi oleh satu ranjang saja. Mungkin karena Adit statusnya sebagai narasumber jadi lebih di spesialkan.
Setelah mengantarkan Adit menuju kamar, Randi kembali keluar menemui teman-temannya namun tak bersama Adit. Pria itu memilih untuk beristirahat terlebih dahulu.
Disisi lain, Mia dan Kleo masuk ke kamar mereka, mereka sengaja memilih kamar untuk dua orang, jadilah mereka bisa berbicara dan bercerita dengan bebas.
"Ganteng banget dokternya." ucap Kleo penuh semangat.
"Jantung lo aman Mia? Lo ketemu lebih dulu sama Adit."
Mia tak merespon, ia memilih diam dan menatap Kleo.
"Woii! Ditanyain malah diam!"
"Nggak. Gue malah kepikiran, gimana kalau Adit yang gue jadiin target gue?"
Kleo seketika menatap Mia tak percaya. Kenapa Mia bisa berpikiran untuk menjadikan Adit target untuk dijadikan kekasih.
Kalau ia lihat, Adit bukanlah tipe pria yang mudah di dekati. Biasanya pria setampan itu tipenya sangat tinggi, apalagi Adit seorang dokter.
"Lo yakin? Maksud gue, gue bukan larang ya, tapi dia ganteng banget coy, nggak yakin gue dia nggak punya pacar. Apalagi dokter. Style nya saja style anak orang kaya."
"Yakin lah. Eh, mau anak presiden kek dia, kalau cinta ya cinta aja."
Tawa Kleo tiba-tiba memenuhi kamar. Ia tertawa sejadi-jadinya karena ucapan Mia.
"Yakin lo Adit bakalan jatuh cinta sama lo?"
"Yakinlah!"
"Mia, ini target lo seorang dokter lho! Dokter muda lagi."
"Trus emang kenapa kalau target gue seorang dokter? Toh dia manusia juga. Dokter itu hatinya jauh lebih peka. Tahu nggak lo?"
"Peka kalau sama pasiennya."
"Ya gue jadi pasiennya aja."
Kleo menatap Mia horor. Jadi pasien Adit? Mau ngapain sahabatnya ini?
"Lo masih sehat kan Mia?" Kleo mengecek suhu tubuh Mia dan masih sama dengan suhu tubuhnya. "Masih sehat."
"Ya emang masih sehat gue! Lo kira gue kenapa."
"Gila. Gue ngira lo Gila Mia. Udah! Lo buang tu espek--epsek--apalah itu namanya, Epsektasi, ep--"
"Ekspektasi! Ngomong gitu doang belibet lho."
Kleo mencibir, "Iya itu maksud gue. Lo buang deh tu jauh-jauh. Cari target yang lain aja di Jakarta. Di sana banyak. Di jurusan kita juga bejibun cowoknya."
Mia seketika melambaikan tangannya dengan maksud menolak.
"Eh, ngapain gue cari lagi? Di depan mata udah ada, tinggal jalani aja. Lagian kan yang usaha itu gue, yang mau cari pacar itu gue, kenapa lo yang esmosi?"
"Bukannya gue Esmosi Mia! Adit itu kejauhan. Lo cuma nyari buat gandengan wisuda doang."
Mia menghela nafas panjang, "Kalau buat gandengan wisuda doang, Randi juga ada Kle. Akan lebih bagus kalau gue cari pacar itu memang untuk gue."
Kleo menatap Mia tak percaya, "lo serius? Alhamdulillaaaah. Akhirnya sahabat gue yang satu ini punya niatan juga biat serius." syukur Kleo. Ia beringsut mendekati Mia, lalu memukul pundak Mia, "Kalau itu tujuan lo, gue dukung Mia. Gue dukung lo seratus persen. Akhirnyaaaa. Emang sudah saatnya lo lepas dari bayang-bayang masa lalu lo itu. Kalau perlu gue bantuin lo. Pake dukun pake dukun deh kita."
"HUSSS! Bawa-bawa dukun segala. Lo kira gue jelek banget apa."
Kleo langsung tertawa, "Bukan itu maksud gue, biar usaha lo makin cepat, Mia."
"Nggak usah pakai dukun-dukunan. Gue percaya sama kemapuan wajah gue. Hehehe."
Kleo bertepuk tangan salut. Ia mengacungkan kedua jempol tangannya pada Mia. Memuji semangat gadis tersebut untuk bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu.
Karena menurutnya, memang sudah saatnya Mia membuka diri dan tak terlalu terpuruk dengan kehidupannya yang dulu. Setidaknya perjuangannya saat ini harus bisa benar-benar membuatnya bahagia.
Kalau bisa, sampai gadis itu menikah. Dan ia berharap, semua akan berjalan lancar tanpa adanya tangisan dan air mata.
"Lo harus semangat. Gue yakin lo bisa. Apapun yang terjadi nanti kedepannya, lo jangan nyerah. Kalau gue lihat, memang sulit. Karena Adit itu tipe para gadia banget, dan kita juga belum tahu Adit sudah punya pacar atau belum. Setidaknya lo harus cari tahu dulu, dia sudah punya pendamping atau belum. Itu yang harus lo lakuin pertama kali."
Mia mengangguk. Ia akan berusaha. Setidaknya Tuhan memudahkan satu langkahnya. Ia tak perlu lagi mencari target ,karena targetnya sendiri yang datang menghampirinya. Jadi satu tugasnya selesai.
Kleo menatap Mia dalam. Sahabatnya itu kini sedang tersenyum malu-malu. Entah apa yang sedang Mia pikirkan, yang jelas rona di wajah Mia begitu cantik.
Gue berharap semua lancar Mia. Dan gue berharap setelah ini ,tak ada lagi air mata yang menemani lo. Dan jikalau ada, cukup itu air mata bahagia, bukan air mata duka.
~
(Bersambung)Pagi ini, Mia sudah bersih dengan dandanan cantiknya serta rambut terikat kuncir kuda. Ia mengenakan kaca mata yang tentu saja itu hanya untuk gaya. Dengan sedikit polesan bedak di wajah serta lipstik di bibir tipisnya, ia siap menyambut pagi dengan senyum manis.Hari ini Randi mengatakan ada penyuluhan. Ya walaupun hanya penyuluhan biasa dan lebih tepatnya pengenalan diri pada warga. Setidaknya ia tetap harus terlihat bersih, rapi dan wangi. Setidaknya ini usaha pertamanya untuk menggaet Adit, si dokter muda yang tampan.Jangan tanyakan betapa susahnya Mia tidur semalam. Mengingat hari ini saja ia harus memaksakan matanya untuk terpejam.Haaah, sepertinya ini akan jadi tantangan menarik untuk dirinya.Sedang asik berkaca, Mia dikejutkan dengan suara pintu kamar yang terbuka. Ia segera melirik ke belakang dan mendapati Kleo sedang berdiri sambil berkacak pinggang."Dari tadi belum selesai juga? Lo mau penyuluhan apa mau nikahan?" ejek Kleo.&n
pagi itu matahari baru saja muncul ke permukaan. cahaya mentari yang tak terlalu terang namun juga tak terlalu mendung membuat suasana pedesaan itu terasa begitu nyaman . aroma pepohonan yang menyejukkan serta kicauan burung yang menenangkan hati, membuat Siapa saja yang sedang butuh waktu sendiri, akan merasa begitu nyaman saat berada di sini. dan kenyamanan itu juga dirasakan oleh Mia. Gadis itu baru saja bangun dari tidurnya setelah seharian kemarin ia menghabiskan waktu untuk membantu acara bakti sosial. setelah mencuci muka dan menggosok gigi, Mia merapikan sedikit penampilannya sebelum ia keluar dari kamar dan bergabung dengan yang lain. dan sekarang di sinilah Mia, yaitu di tepian sungai kecil yang ada di ladang milik warga tak jauh dari penginapan. Ia sengaja jalan-jalan pagi untuk menikmati suasana pedesaan yang tak mungkin bisa ia dapatkan di Jakarta. Ia yakin hampir sembilan puluh persen dari Warga Jakarta menginginkan waktu yang seperti ini, melepaskan diri dari hiruk
Braakk! Mia terlonjak kaget saat sebuah buku terhempas di depannya. Ia baru saja akan menyuapi bakso yang baru saja ia pesan ke dalam mulutnya.Dengan kesal ia melihat siapa pelaku yang sudah mengganggu makan siangnya. Dan ternyata orang itu adalah Cleo sahabatnya sendiri."Lo apa-apaan sih Cleo?" teriak Mia kesal."Eiittss, jangan marah-marah dulu. Gue yakin lo bakalan ngucap syukur dan makasih ke gue waktu lo lihat apa yang ada dalam lembaran-lembaran kertas tersebut." ucap Cleo dengan PD nya.Mia menyipitkan matanya menatap Cleo curiga. "Lo habis nyolong ini dokumen di mana?""Ih! kok nyolong. Lo belum lihat isinya, tapi udah main tebak-tebakan aja. Mana ngatain gue nyolong lagi." kesalnya. Cleo meraih mangkuk bakso Mia dan tanpa permisi menyantap isinya dengan lahap. Sedangkan Mia, gadis itu meraih tumpukan kertas yang disatukan tersebut laku membukanya.Baru halaman pertama, Mia sudah dibuat melotot tak percaya."INFORMASI ADIT?" gumamnya pelan."Yuupp. Informasi Adit. Tepatnya
HACHUUU!Entah bersin yang ke berapa yang sudah Mia keluarkan hari ini. Sejak pulang dari kampus hujan-hujanan kemarin, ia merasa tak enak badan. Saat bangun tadi pagi, tubuhnya terasa panas dingin dan hidungnya meler tanpa henti.Ia bahkan sudah membeli obat di warung dekat rumahnya namun tetap tak mempan sama sekali. Mungkin ini karena perjalanannya yang kini semakin jauh dari kampus ke tempat tinggalnya.Pasalnya sejak dua hari yang lalu Mia tidak tinggal bersama keluarga Omnya lagi. Ia memutuskan untuk menyewa satu apartemen kecil yang berada cukup jauh dari kampusnya namun dekat dari kediaman Adit.Paham kan sekarang? Kenapa Mia rela jauh dari kampusnya, padahal kediaman om nya jauh lebih dekat dari kampus.Semua itu karena Adit.Mia memasang jaket tebalnya. Ia bermaksud untuk pergi berobat ke klinik yang berjarak tak jauh dari apartemennya. Hanya itu yang bisa ia tempuh dengan berjalan kaki. Karena mobil yang ia punya sedang berada di bengkel.Jam masih menunjukkan pukul delapan
Adit tiba di Klinik kembali. Ia baru saja mendapati kabar dari Tari jika Mia sudah sadar dari pingsannya. Dan kebetulan ia juga sudah selesai membeli makanan untuk gadis tersebut."Bagaimana Mia? Kamu sudah cek lagi kondisi dia?" tanya Adit.Tari mengangguk, "Sudah dokter. Semuanya sudah stabil. Pasien kini hanya mengeluhkan pusing." jawab Tari.Adit mengangguk paham. Setelah berterima kasih pada Tari, Adit langsung mendekati Mia yang sedang terbaring di ranjang yang ada di balik tirai.Saat ia membuka tirai tersebut, Mia yang tadi memejamkan mata langsung membuka matanya dan melihat siapa yang datang."Adit." panggilnya. Ia tersenyum lalu mencoba untuk duduk."Gimana kondisi lo?" tanya Adit sedikit dingin.Mia mengangguk ,"udah mendingan kok.""Baguslah kalau begitu. Jadi lo bisa pulang karena pasien lain juga ada." ucap Adit ketus.Mia seketika cemberut. "Bukannya tadi kau ingin mengantarkan aku pulang?" tanya Mia sembari mengangkat alisnya menggoda Adit."Itu tadi. Sekarang tidak l
"Lo gila ya Mia. Gue pikir lo itu pindah ke sini juga karena tahu Adit praktek di klinik dekat apartemen lo." ucap Cleo saat gadis itu memasuki apartemen Mia."Ya nggak lah! Gue nggak tahu dia di sana. Lagian nih ya, lo tahu kan mobil gue lagi di bengkel. Ya pas kondisi begini, gue nyarinya yang terdekat.""Tapi masa lo udah nggak mempan make obat warung?""Ck!" Mia berjalan menuju lemari TV nya. Ia mengambil sesuatu di sana dan memperlihatkannya pada Cleo. "Nih! Lo lihat kan? Dari semalam gue minum ini tapi nggak mempan. Udah takdir gue kali harus ketemu Adit hari ini." celetuk Mia di akhir kalimatnya.Cleo mencibir, "Itu sih mau-mau lo aja." Cleo berbaring di sofa panjang ruang TV. Ia melihat ke arah Mia. Gadis itu menyimpan sarapan yang tadi Adit berikan padanya."Lo beneran nggak mau makan tu bubur?" Tanya Cleo kaget.Mia dengan senyum lebarnya langsung menggeleng, "Nggak." jawabnya singkat."Ih! Jorok banget sih lo, Mia.""Biarin. Kan letaknya juga dalam freezer, jadi nggak akan
Mia mendadak jadi gadis yang nekat. Ia tak tahu entah dari mana keberanian ini ia dapatkan. Walaupun ancaman selalu datang dari Adit dan pria itu mengatakan jika akan terjadi sesuatu pada dirinya jika ia tak juga mau menjauh dari pria tersebut, namun ia tak peduli sama sekali. Ia ingin mendekati Adit. Dan ini kesempatan langka yang sangat sulit ia temukan. "Pulang lo!" perintah Adit lagi namun Mia lagi-lagi menggeleng. Adit berdecak kesal. Ia tak habis pikir, kenapa Mia bisa seperti ini. Rendi yang notabennya sepupu Mia tak punya kelakuan segila ini."Biarin aku masuk ya. Please.!" "Ngapain? Buat apa? Lo cuma bakaln gangguin gue. Dan satu lagi, gue nggak suka orang asing ngacak-ngacak rumah gue." ucap Adit dingin lalu kembali melanjutkan perjalanannya menuju pintu masuk ruang apartemen Adit."Nggak bakalan ganggu kok Adit. Mia janji. Beneran deh. Mia di tempat Adit cuma sampai Mia di telpon sama teman Mia itu."Adit mengehela nafas dengan kengeyelan Mia. "Ya sudah! Sini HP lo!" ad
Mia terdiam memucat. Apa yang baru saja ia lihat membuatnya langsung tertegun dan takut.Adit gila!Batinnya merutuk kasar. Kenapa pria itu bisa segegabah ini. Hal yang tak harus ia lihat sekarang terlihat dan ini pertama kalinya ia melihatnya secara nyata di depan mata.Mia masih berjongkok meringkuk di lantai kamar Adit. Ia tak berani membuka matanya hanya untuk sekedar melihat apa yang sedang terjadi. Sedangkan Adit, pria itu sudah selesai berpakaian rapi. Ia menatap tajam Mia. Kenekatan Mia masuk ke dalam kamarnya yang tentu saja menjadi ruang pribadinya tak bisa ditoleransi begitu saja. Mia sudah merusak peraturan yang ia buat untuk ruang pribadinya sendiri.Adit menghentikan langkahnya di hadapan Mia. Gadis itu masih terlihat menunduk dan tak mau menengadah ke atas."Oi!" Adit menendangkan kakinya pelan pada kaki Mia."Oi!" ulangnya lagi, namun Mia menggeleng."Pakai bajumu dulu. Aku--""Angkat kepala lo!" perintah Adit.Mia masih ragu, namun perlahan ia mencoba mengangkat kepa