Pagi ini, Mia sudah bersih dengan dandanan cantiknya serta rambut terikat kuncir kuda. Ia mengenakan kaca mata yang tentu saja itu hanya untuk gaya. Dengan sedikit polesan bedak di wajah serta lipstik di bibir tipisnya, ia siap menyambut pagi dengan senyum manis.
Hari ini Randi mengatakan ada penyuluhan. Ya walaupun hanya penyuluhan biasa dan lebih tepatnya pengenalan diri pada warga. Setidaknya ia tetap harus terlihat bersih, rapi dan wangi. Setidaknya ini usaha pertamanya untuk menggaet Adit, si dokter muda yang tampan.
Jangan tanyakan betapa susahnya Mia tidur semalam. Mengingat hari ini saja ia harus memaksakan matanya untuk terpejam.
Haaah, sepertinya ini akan jadi tantangan menarik untuk dirinya.
Sedang asik berkaca, Mia dikejutkan dengan suara pintu kamar yang terbuka. Ia segera melirik ke belakang dan mendapati Kleo sedang berdiri sambil berkacak pinggang.
"Dari tadi belum selesai juga? Lo mau penyuluhan apa mau nikahan?" ejek Kleo.
Gadis itu berjalan mendekati Mia yang sedang tersipu.
"Cantik banget neng? Mau kemana?" godanya.
"Apaan sih. Kan penyuluhan."
"Lah iya kali penyuluhan dandanannya kayak ratu begini. Mau penyuluhan apa penyuluhan?"
Kleo tak henti-hentinya menggoda Mia ,bahkan membuat wajah Mia memanas.
Dan goda menggoda itu selesai saat suara ketukan pintu terdengar.
"Siapa?" teriak Kleo.
"Rangga! Kalian ngapain sih? Lama amat!" terdengar suara Rangga yang cukup kesal. Mungkin karena memang sudah terlalu lama menunggu dua gadis yang saat ini sedang bercanda.
Kleo berjalan ke arah luar dan membuka pintu. Ia menatap Rangga yang sudah berdiri dengan wajah masamnya.
"Jangan lihat gue begitu. Noh sepupu lo, noh! Dandannya lamaaaaa banget. Lo tanya aja sama dia kenapa dandannya sampai segitunya."
Rangga memunculkan kepalanya sedikit ke dalam kamar dan menatap tepat di wajah Mia.
Benar, Mia berdandan. Batinnya.
Mia jarang berdandan. Ia tahu itu. Dan sekarang, hanya karena sebuah penyuluhan, Mia mau berdandan secantik itu?.
Rangga kembali menormalkan posisi berdirinya.
Ia berdehem sekali, "Oke. Tapi urusan kalian selesai kan? Karena tim tak akan mau menunggu kalian terlalu lama. Sudah jam delapan, gue takutnya nanti nggak bisa lihat warga yang lagi di kebun."
Kleo mengangguk, "lo tenang saja. Gue pastiin ini sepupu cantik lo, akan keluar dalam beberapa menit lagi. Ya palingan tak sampai dua menit lah."
"Baiklah." Rangga kembali melirik Mia yang ada di kamar, "Gue nggak mau nungguin lo dandan Mia. Buruan!!" sorak Rangga dengan perintahnya.
Mia cemberut seketika. Ia berdiri dari duduknya di depan cermin dan melangkah mendekati Kleo.
Rangga sudah beranjak dari tempatnya berdiri.
"Lo sih dandannya kelamaan."
"Lah, kok gue."
"Ya emang lo tersangkanya. Noh lihat! Udah pada ngumpul kan semua. Dan itu cuma karena mau nungguin lo doang."
Mia berdecih. Ia berjalan keluar mendahului Kleo.
Jujur, suasana jantungnya saat ini sudah sangat berdetak tak karuan. Semua itu hanya karena ia melihat Adit berbicara dengan Rangga. Adit sungguh terlihat tampan. Tubuh tinggi dan tegap, rahang yang tajam dan hidung yang mancung sempurna.
Ia yakin orang tua Adit sangat cantik dan tampan. Melihat dari pahatan sempurna seorang Adit, ia yakin tak salah dengan tebakannya.
Adit mengenakan pakaian santai. Sebuah hodie berwarna putih dengan sedikit corak pada bagian depannya dan celana gunung berwarna coklat muda.
Semua mata tertuju pada Mia saat Mia keluar dari kamar. Khususnya tatapan anak cowok. Mereka seperti melihat seorang putri. Sungguh cantik dan itu berhasil membuat sedikit kepercayaan diri Mia tampil.
Tapi tak berapa lama, hal itu langsung lenyap saat ia tak melihat respon apapun dari Adit. Bahkan Adit hanya menatapnya sekilas lalu kembali melanjutkan bicaranya dengan Rangga.
"Sekarang semuanya sudah berkumpul. Saat kita keliling."
Selama menyusuri jalan setapak di pedesaan, semua tim terlihat sangat antusias. Mulai dari bertemu warga yang sedang berkebun sampai takjub melihat air sungai yang begitu jernih. Bahkan mereka membayangkan kesegaran air tersebut menyapa tenggorokan mereka.
"Pagi buk." sapa Randi pada salah seorang wanita paruh baya yang sedang memikul sekarung rumput jerami dipundaknya.
"Pagi juga." balasnya.
Rombongan terpaksa berhenti karena menunggu Randi berbicara dengan salah satu warga tersebut.
Disaat yang lain ada yang memperhatikan sekitar, berbincang dengan teman sebelah, Mia justru sedari tadi fokus pada Adit. Dokter muda yang sibuk memotret indahnya pemandangan alam. Selama perjalanannya dari Villa tadi, otak Mia tak pernah berhenti memikirkan cara untuk menggoda Adit. Pasalnya ia melihat, Adit tipe pria yang cukup cuek dengan keadaan sekitarnya. Namun tidak jika ia dibutuhkan untuk medis, ia akan menangani pasiennya dengan baik.
Mia sudah memantapkan hati untuk melangkah, namun tiba-tiba ia dihentikan dengan sosok Aulia yang juga ikut melangkah lebih dulu mendekati sang dokter.
Mia menyipitkan matanya, begitupun dengan Kleo. Sahabat Mia itu juga ikut menatap Aulia yang mendekati Adit.
Dari tempatnya berdiri, ia melihat Aulia dan Adit berbicara dengan santainya. Seolah mereka sudah kenal sangat lama. Padahal yang ia tahu dari Randi, Adit adalah dokter baru di penyuluhan mereka. Sudah bisa dipastikan jika yang kenal Adit di sini hanya Randi.
Tapi kenapa Aulia bisa begitu luwesnya berbicara dengan Adit.
Kleo beringsut mendekati Mia. Ia menggol lengan Mia membuat Mia sedikit terganggu.
"Sepertinya lo punya saingan, Mia." ucap Kleo membuat Mia panas seketika.
Gadis itu menatap Aulia dengan kesal. Ia tak mengira Aulia juga berniat mendekati Adit.
Dan sekarang kedua manusia itu tengah berbincang dengan santainya dan penuh tawa, seolah percakapan tersebut adalah percakapan paling seru yang pernah ada.
"Lo mesti hati-hati." ucap Kleo lagi. Dan kali ini tujuan Kleo adalah untuk memanas-manasi. Kleo paham betul kalau Mia begitu mudah untuk dipengaruhi. Jadi Kleo yakin dan percaya kalau yang ia lakukan saat ini akan membuat Mia terbakar.
Kleo mengintip raut wajah Mia secara diam. Dan entah kenapa, Kleo mendadak bangga dengan dirinya yang sudah berhasil mempengaruhi Mia untuk kesekian kalinya. Tentu saja itu untuk kebaikan Mia sendiri.
Sedangkan di posisinya, Adit yang tengah berbincang dengan Aulia, merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari belakang. Dan hal itu membuat rasa penasaran Adit meningkat untuk melirik ke belakang.
Dengan perlahan, Adit memutar kepalanya ke arah Mia dan seketika pandangan mereka bertemu. Benar tebakannya, ada yang memperhatikannya. Dan dia adalah Mia. Gadis pertama yang ia temui saat ia sampai di Villa.
Adit mengangguk pelan sambil tersenyum pada Mia. Namun hal itu tak digubris Mia lantaran gadis itu masih emosi dengan Aulia.
Mia memilih membuang muka, membuat Adit bingung seketika. Apa ia punya salah? Kenapa Mia membuang muka darinya?.
Setelah Randi selesai berbincang, rombongan kembali berjalan menuju lokasi tempat di mana akan diadakan penyuluhan dan pemeriksaan gratis dari Adit.
*****
Mereka sampai di lokasi yang ternyata tak terlalu jauh dari tempat Randi dan rombongan tadi berhenti.
"Ya ampun, pak dokternya cakep pisan." celoteh salah seorang ibu-ibu.
"Ho oh ya. Ganteng pisan. Mau atuh kalau masih jomblo."
"He? Maksud kamu? Kamu kan sudah punya suami. Lagian nggak ingat umur."
"Bukan untuk saya atuh mbak Surti, tapi untuk anak saya. Siapa tahu saja pak dokternya mau."
Seketika tawa meledak di lokasi tersebut membuat rombongan bingung.
"Anak kamu masih SD kelas lima. Mau dijodohin sama pak dokter? Ada-ada saja."
Mendengat itu, semua rombongan pun ikut tertawa. Termasuk Adit sendiri.
Lagi-lagi tatapan Adit bertemu dengan tatapan Mia ,namun kembali Mia buang muka ,membuat Adit kembali bingung.
'Dasar gadis aneh' batin Adit lalu kembali fokua pada kertas-kertas di mejanya.
*****
pagi itu matahari baru saja muncul ke permukaan. cahaya mentari yang tak terlalu terang namun juga tak terlalu mendung membuat suasana pedesaan itu terasa begitu nyaman . aroma pepohonan yang menyejukkan serta kicauan burung yang menenangkan hati, membuat Siapa saja yang sedang butuh waktu sendiri, akan merasa begitu nyaman saat berada di sini. dan kenyamanan itu juga dirasakan oleh Mia. Gadis itu baru saja bangun dari tidurnya setelah seharian kemarin ia menghabiskan waktu untuk membantu acara bakti sosial. setelah mencuci muka dan menggosok gigi, Mia merapikan sedikit penampilannya sebelum ia keluar dari kamar dan bergabung dengan yang lain. dan sekarang di sinilah Mia, yaitu di tepian sungai kecil yang ada di ladang milik warga tak jauh dari penginapan. Ia sengaja jalan-jalan pagi untuk menikmati suasana pedesaan yang tak mungkin bisa ia dapatkan di Jakarta. Ia yakin hampir sembilan puluh persen dari Warga Jakarta menginginkan waktu yang seperti ini, melepaskan diri dari hiruk
Braakk! Mia terlonjak kaget saat sebuah buku terhempas di depannya. Ia baru saja akan menyuapi bakso yang baru saja ia pesan ke dalam mulutnya.Dengan kesal ia melihat siapa pelaku yang sudah mengganggu makan siangnya. Dan ternyata orang itu adalah Cleo sahabatnya sendiri."Lo apa-apaan sih Cleo?" teriak Mia kesal."Eiittss, jangan marah-marah dulu. Gue yakin lo bakalan ngucap syukur dan makasih ke gue waktu lo lihat apa yang ada dalam lembaran-lembaran kertas tersebut." ucap Cleo dengan PD nya.Mia menyipitkan matanya menatap Cleo curiga. "Lo habis nyolong ini dokumen di mana?""Ih! kok nyolong. Lo belum lihat isinya, tapi udah main tebak-tebakan aja. Mana ngatain gue nyolong lagi." kesalnya. Cleo meraih mangkuk bakso Mia dan tanpa permisi menyantap isinya dengan lahap. Sedangkan Mia, gadis itu meraih tumpukan kertas yang disatukan tersebut laku membukanya.Baru halaman pertama, Mia sudah dibuat melotot tak percaya."INFORMASI ADIT?" gumamnya pelan."Yuupp. Informasi Adit. Tepatnya
HACHUUU!Entah bersin yang ke berapa yang sudah Mia keluarkan hari ini. Sejak pulang dari kampus hujan-hujanan kemarin, ia merasa tak enak badan. Saat bangun tadi pagi, tubuhnya terasa panas dingin dan hidungnya meler tanpa henti.Ia bahkan sudah membeli obat di warung dekat rumahnya namun tetap tak mempan sama sekali. Mungkin ini karena perjalanannya yang kini semakin jauh dari kampus ke tempat tinggalnya.Pasalnya sejak dua hari yang lalu Mia tidak tinggal bersama keluarga Omnya lagi. Ia memutuskan untuk menyewa satu apartemen kecil yang berada cukup jauh dari kampusnya namun dekat dari kediaman Adit.Paham kan sekarang? Kenapa Mia rela jauh dari kampusnya, padahal kediaman om nya jauh lebih dekat dari kampus.Semua itu karena Adit.Mia memasang jaket tebalnya. Ia bermaksud untuk pergi berobat ke klinik yang berjarak tak jauh dari apartemennya. Hanya itu yang bisa ia tempuh dengan berjalan kaki. Karena mobil yang ia punya sedang berada di bengkel.Jam masih menunjukkan pukul delapan
Adit tiba di Klinik kembali. Ia baru saja mendapati kabar dari Tari jika Mia sudah sadar dari pingsannya. Dan kebetulan ia juga sudah selesai membeli makanan untuk gadis tersebut."Bagaimana Mia? Kamu sudah cek lagi kondisi dia?" tanya Adit.Tari mengangguk, "Sudah dokter. Semuanya sudah stabil. Pasien kini hanya mengeluhkan pusing." jawab Tari.Adit mengangguk paham. Setelah berterima kasih pada Tari, Adit langsung mendekati Mia yang sedang terbaring di ranjang yang ada di balik tirai.Saat ia membuka tirai tersebut, Mia yang tadi memejamkan mata langsung membuka matanya dan melihat siapa yang datang."Adit." panggilnya. Ia tersenyum lalu mencoba untuk duduk."Gimana kondisi lo?" tanya Adit sedikit dingin.Mia mengangguk ,"udah mendingan kok.""Baguslah kalau begitu. Jadi lo bisa pulang karena pasien lain juga ada." ucap Adit ketus.Mia seketika cemberut. "Bukannya tadi kau ingin mengantarkan aku pulang?" tanya Mia sembari mengangkat alisnya menggoda Adit."Itu tadi. Sekarang tidak l
"Lo gila ya Mia. Gue pikir lo itu pindah ke sini juga karena tahu Adit praktek di klinik dekat apartemen lo." ucap Cleo saat gadis itu memasuki apartemen Mia."Ya nggak lah! Gue nggak tahu dia di sana. Lagian nih ya, lo tahu kan mobil gue lagi di bengkel. Ya pas kondisi begini, gue nyarinya yang terdekat.""Tapi masa lo udah nggak mempan make obat warung?""Ck!" Mia berjalan menuju lemari TV nya. Ia mengambil sesuatu di sana dan memperlihatkannya pada Cleo. "Nih! Lo lihat kan? Dari semalam gue minum ini tapi nggak mempan. Udah takdir gue kali harus ketemu Adit hari ini." celetuk Mia di akhir kalimatnya.Cleo mencibir, "Itu sih mau-mau lo aja." Cleo berbaring di sofa panjang ruang TV. Ia melihat ke arah Mia. Gadis itu menyimpan sarapan yang tadi Adit berikan padanya."Lo beneran nggak mau makan tu bubur?" Tanya Cleo kaget.Mia dengan senyum lebarnya langsung menggeleng, "Nggak." jawabnya singkat."Ih! Jorok banget sih lo, Mia.""Biarin. Kan letaknya juga dalam freezer, jadi nggak akan
Mia mendadak jadi gadis yang nekat. Ia tak tahu entah dari mana keberanian ini ia dapatkan. Walaupun ancaman selalu datang dari Adit dan pria itu mengatakan jika akan terjadi sesuatu pada dirinya jika ia tak juga mau menjauh dari pria tersebut, namun ia tak peduli sama sekali. Ia ingin mendekati Adit. Dan ini kesempatan langka yang sangat sulit ia temukan. "Pulang lo!" perintah Adit lagi namun Mia lagi-lagi menggeleng. Adit berdecak kesal. Ia tak habis pikir, kenapa Mia bisa seperti ini. Rendi yang notabennya sepupu Mia tak punya kelakuan segila ini."Biarin aku masuk ya. Please.!" "Ngapain? Buat apa? Lo cuma bakaln gangguin gue. Dan satu lagi, gue nggak suka orang asing ngacak-ngacak rumah gue." ucap Adit dingin lalu kembali melanjutkan perjalanannya menuju pintu masuk ruang apartemen Adit."Nggak bakalan ganggu kok Adit. Mia janji. Beneran deh. Mia di tempat Adit cuma sampai Mia di telpon sama teman Mia itu."Adit mengehela nafas dengan kengeyelan Mia. "Ya sudah! Sini HP lo!" ad
Mia terdiam memucat. Apa yang baru saja ia lihat membuatnya langsung tertegun dan takut.Adit gila!Batinnya merutuk kasar. Kenapa pria itu bisa segegabah ini. Hal yang tak harus ia lihat sekarang terlihat dan ini pertama kalinya ia melihatnya secara nyata di depan mata.Mia masih berjongkok meringkuk di lantai kamar Adit. Ia tak berani membuka matanya hanya untuk sekedar melihat apa yang sedang terjadi. Sedangkan Adit, pria itu sudah selesai berpakaian rapi. Ia menatap tajam Mia. Kenekatan Mia masuk ke dalam kamarnya yang tentu saja menjadi ruang pribadinya tak bisa ditoleransi begitu saja. Mia sudah merusak peraturan yang ia buat untuk ruang pribadinya sendiri.Adit menghentikan langkahnya di hadapan Mia. Gadis itu masih terlihat menunduk dan tak mau menengadah ke atas."Oi!" Adit menendangkan kakinya pelan pada kaki Mia."Oi!" ulangnya lagi, namun Mia menggeleng."Pakai bajumu dulu. Aku--""Angkat kepala lo!" perintah Adit.Mia masih ragu, namun perlahan ia mencoba mengangkat kepa
"Lo paham siapa yang gue bicarain?"Dengan santai Bimo mengangguk. Mia lagi-lagi dibuat bingung. Dari mana Bimo paham? Dari mana Bimo tahu? Ia kan tak mengatakan siapa namanya."Siapa orangnya?" tanya Mia lagi dengan raut wajah sedikit bingung.Lagi-lagi Bimo mengangguk. "Udahlah Mia, gue tahu siapa yang lo bicarain. Lo pikir, di apartemen yang lo datangi tadi itu banyak pemiliknya apa. Cuma ada empat orang Mia."Mia terdiam. Ia kesusahan menelan ludahnya sendiri. "Si--siapa orangnya?" tanya Mia lagi yang memaksa Bimo untuk menyebutkan siapa tadi yang dimaksud."Haaah, dalam apartemen itu hanya ada empat penghuni. Dan tiga penghuni lainnya sudah berkeluarga, Mia. Cuma Adit yang masih sendiri. Apa lo tetap ingin gue sebutin siapa orangnya?" Mia langsung menggeleng kuat. Ia tak tahu bagaimana cara menyembunyikan dirinya dari Bimo. Ternyata Bimo kenal Adit.Melihat reaksi Mia, Bimo langsung terkikik. "Santai saja Mia. Jika incaran lo adalah Adit, gue dukung lo."Bimo menyamankan duduk