Share

Sebuah Rencana

Pagi ini Cassie sudah berada di studio lukisnya sendirian. Beberapa teman pelukis lain yang tergabung dalam studio lukisnya belum datang. Sembari menunggu, dia memakan sarapannya terlebih dahulu. Tadi sebelum berangkat Cassie sempat membuat sandwich.

Dia duduk di sebuah sofa single, kemudian memakan sandwich-nya dengan tenang. Pikirannya tiba-tiba melayang pada kejadian semalam. Iya, dimana dia ikut makan malam bersama keluarga Holt. Entah harus dia syukuri atau tidak, tetapi dia senang diterima oleh keluarga Holt.

Ngomong-ngomong soal itu, setelah mengantarnya pulang semalam, Ralph tidak menghubunginya lagi. Dunianya nampak kembali tenang seperti sedia kala. Dia merasa seperti seorang cinderella yang datang di pesta dansa.

Tidak sadar jika sedari tadi dia melamun, teman Cassie—Terra Amore yang baru datang merasa heran, tidak biasanya Cassie melamun sambil makan. "Selamat pagi, nona Roosevelt." Sapanya dengan suara dibuat seformal mungkin.

Sapaan itu menarik Cassie yang tenggelam dalam lamunannya. Dia terlonjak kaget. "Terra! Kau mengagetkanku!" seru Cassie saat menyadari itu adalah ulah Terra. Tadinya dia pikir ada tamu yang akan melihat beberapa lukisan. Hari ini studio mereka memang akan kedatangan tamu yang sudah mengonfirmasi akan datang untuk membeli lukisan.

Terra tertawa sambil berjalan menuju mejanya untuk menyimpan tas. "Lagipula untuk apa kau pagi-pagi sudah melamun. Kau sudah frustasi karena ancaman kencan buta itu?" tanya Terra yang sekarang memilih duduk di hadapan Cassie.

Cassie menghela napasnya. "Untuk yang satu itu sudah berhasil kuatasi." Dia mengambil setengah sandwich-nya yang belum dimakan, kemudian diberikan pada Terra.

"Bagaimana caramu mengatasinya? Kurasa Bibi tidak akan melepaskanmu sebelum kau memiliki kekasih." Jawab Terra dengan heran.

"Thanks, anyway," lanjutnya sambil mengangkat sandwich yang diberikan Cassie.

"Memang benar." Balas Cassie dengan santai. Ia meneguk susunya yang tak lagi hangat.

Terra melotot. "Maksudmu benar bagaimana? Kau sudah memiliki kekasih? Dengan laki-laki yang mana? Apakah semalam James Murphy berhasil kencan denganmu? Atau laki-laki sebelumnya, siapa namanya? Alfredo Caprice! Dia—" Terra terus menerus melempar pertanyaan hingga membuat Cassie bingung sendiri harus menjawab dari mana.

Kedua tangan gadis berjumpsuit itu terangkat. "Berhentilah Terra Amore!"

"Bisakah kau bertanya satu per satu saja?"

Gelak tawa keluar dari mulut Terra. "Oke, oke. Maafkan aku, aku terlalu bersemangat."

Cassie berdecak. "Kau bukan bersemangat, tapi penasaran tingkat tinggi."

"Ya, ya, ya. Terserah katamu," balas Terra sambil melambaikan tangannya di samping telinganya.

"Jadi, pria mana yang berhasil mengencani seorang Cassiel Smeraldo?" tanya Terra menaik turunkan alisnya untuk menggoda Cassie.

"Rahasia."

"WHAT?!"

-----

Di tempat lain, yaitu di kediaman keluarga Holt. Chloe Madeleine Holt sedang duduk di balkon kamarnya sembari menelepon seseorang.

"Halo, Kak Abi," sapanya saat panggilan suara telah tersambung.

"Hai, cantik. Ada apa? Kenapa menghubungiku pagi-pagi?" tanya seseorang di seberang sana.

"Tentu saja aku akan melaporkan kabar terbaru mengenai mantan kekasihmu," balas Chloe dengan kekehannya.

"Apakah kau memiliki waktu luang? Apakah aku mengganggumu?" tanya Chloe dengan lirih.

Terdengar tawa kecil di sana. "Tidak, kau tidak menggangguku. Dengan senang hati aku akan mendengarkan kabar itu. Apakah ada hal menarik soal Ralph?"

"Aku tahu kakak dan Kak Ralph tidak mungkin putus begitu saja. Aku yakin juga Kak Ralph sangat mencintaimu. Hanya saja, semalam Kak Ralph membawa pulang seorang gadis saat acara makan malam keluarga." Jelas Chloe memberitahu kabar yang terjadi semalam.

Tidak ada jawaban di ujung sana. Hening selama beberapa saat sampai Chloe melanjutkan ucapannya lagi. "Tapi tenang saja, aku akan tetap berada di pihakmu, Kak."

"Dengan status apa Ralph mengenalkannya?" tiba-tiba suara gadis yang sebelumnya terdengar lembut, kini berubah menjadi dingin.

Chloe terkesiap, sepertinya Abigail kesal dengan kabar yang dibawakan olehnya. "Kekasih," cicit Chloe lirih.

"Sialan! Aku melepas Ralph agar dia bisa berjuang mencari cara supaya mendapat restu dari ayah ibumu. Aku sabar menunggu sekalipun sudah sebulan berlalu. Tapi apa yang dia perbuat?" Abigail memekik kesal.

Chloe hanya bisa menelan ludahnya dengan susah payah. Dia tidak berani berkomentar apapun.

"Siapa gadis itu?" tanya Abigail.

"Cassiel Smeraldo. Seorang pelukis, pemilik CS Studio." Chloe menjawab dengan takut-takut.

Suara decihan terdengar. "Seorang pelukis saja mau bersaing denganku yang merupakan model internasional? Mimpi saja!"

Abigail menghela napasnya. "Kau masih berada di pihakku, kan?"

"T-tentu saja, Kak." Jawab Chloe dengan sedikit terbata.

"Bagus. Aku akan merebut Ralph dari gadis itu lagi. Aku yakin Ralph masih sangat mencintaiku. Dia tidak mungkin semudah itu melupakanku." Ucap Abigail dengan percaya diri.

"Aku masih ada pekerjaan di Paris untuk sementara waktu. Kau bantu aku awasi mereka." Lanjutnya sebelum telepon itu ditutup secara sepihak oleh Abigail.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status