Kedua pasangan itu berjalan bergandengan menuju sebuah ruangan yang terdapat di dalam mansion keluarga Holt. Mereka tampak serasi dengan pakaian berwarna hitam. Sesekali rambut bergelombang milik sang gadis terombang ambing seiring dengan langkahnya yang tegas dan percaya diri.
"Selamat malam, Dad, Mom." Sapa Ralph saat mereka telah tiba di ruang makan. Cassie semakin mengeratkan genggaman tangannya, sementara tangan kanan Ralph mengusap permukaan tangan Cassie untuk menenangkan. Perilaku dua insan itu tidak luput dari semua pandangan manusia yang berada di dalam ruang makan. Charles Holt, selaku kepala keluarga Holt duduk di tengah menghadap pada pintu ruang makan. Dia tersenyum saat melihat putra sulungnya benar-benar menepati ucapannya. Ralph membawa seorang gadis malam ini dan yang lebih mengejutkan lagi adalah gadis yang dibawanya tidak setipe dengan para gadis sebelumnya. "Selamat malam, Kiddo. Silakan duduk," ujar Charles sembari menunjuk dua kursi yang masih kosong. Ralph pun membawa Cassie ke kursi itu, dia menarik kursi untuk Cassie dan membiarkan gadis itu duduk di sana, sementara dia duduk di sebelahnya. Cassie terus menunjukkan senyumannya dan sebisa mungkin menyembunyikan raut khawatirnya. Sejak tadi dia sudah gelisah dengan tatapan sinis dari seorang gadis bergaun merah muda. Namun, sayangnya sekarang dia malah duduk tepat di seberang gadis itu yang bahkan tidak berniat mengakhiri tatapan sinisnya pada Cassie. "Cantik sekali dia, Ralph. Siapa namanya? Dimana kamu menemukannya?" suara lembut itu mengalihkan seluruh atensi semua orang di meja itu pada wanita paruh baya yang kini sedang memegang punggung tangan Ralph. Jika Cassie tidak salah menebak, wanita itu adalah Rosalind Diana, nyonya keluarga Holt atau ibu kandung Ralph. Tanpa Cassie sadari, tangan Ralph bergerak mengusap punggungnya hingga dia menegang terkejut. "Cassie namanya. Aku bertemu dengannya di pameran seni beberapa bulan lalu, tapi kami baru dekat dua minggu belakangan ini." Jelas Ralph dengan tenang. Cassie berdeham sesaat sebelum berbicara. "Selamat malam, Paman dan Bibi. Aku Cassiel Smeraldo, senang bertemu dengan kalian." Sapa Cassie dengan senyum manisnya. Rosalind tersenyum, begitu juga dengan Charles. Mereka cukup terkesan dengan kesopanan Cassie. "Cantik sekali namamu. Smeraldo, apakah kau keturunan Italia?" tanya Rosalind dengan tatapan teduhnya. Dia penasaran, karena cukup dilihat sekilas saja Cassie tidak seperti keturunan Eropa maupun Amerika. "Ayahku bukan orang Eropa. Dia datang dari Asia dan bekerja di Italia. Ibuku keturunan Greek, kemudian mereka bertemu di Venesia. Mereka jatuh cinta dan sama-sama menyukai cerita klasik La Citta Di Smeraldo, sehingga ketika aku dilahirkan mereka memilih Smeraldo untuk nama belakangku sebagai pembuktian cinta mereka." Jelas Cassie sembari tersenyum dan menelan ludah. Dia sudah menceritakan cerita yang sama berkali-kali pada orang yang menanyakan nama belakangnya, hanya saja beberapa tahun ini cerita yang seharusnya manis dikenang itu harus hancur karena perceraian kedua orang tuanya. Dengan begitu, Smeraldo tak memiliki arti apapun lagi, kan? "Wah, cerita yang menarik." Tiba-tiba saja sosok lelaki yang duduk di seberang Ralph menimpali. "Biasa saja," gadis bergaun merah muda di sebelahnya itu memutar bola matanya sambil bersedekap dada. Cassie tersenyum canggung. "Terima kasih," balas Cassie pada remaja lelaki itu sambil mencoba mengenalinya yang ia tebak merupakan adik kembar Ralph. Lelaki itu dan perempuan bergaun merah muda. "Orang tuamu sepertinya sangat menyukai cerita itu, ya." Ucap Charles yang diangguki oleh Rosalind. "Kurasa juga begitu, Sayang. Mereka sangat romantis, bahkan kita saja kalah. Apa perlu kita menambah momongan lagi, Sayang?" tanya Rosalind dengan sedikit bercanda. Sontak saja Charles tertawa, sementara ketiga anaknya berseru kompak. "Mom!" Sedikit demi sedikit Cassie mulai mengenali bentuk keluarga konglomerat ini. Sepertinya mereka tidak begitu buruk, bahkan mereka tidak menyinggung nama belakangnya dengan menanyakan nama keluarganya. "I'm just kidding," ujar Rosalind dengan tawa kecilnya. Dia tidak menyangka anak-anaknya akan protes secara kompak. Makan malam pun dimulai. Para pelayan di sana sibuk menyiapkan hidangan dari appetizer hingga hidangan penutup. "Apa kegiatanmu sehari-hari, Cas?" tanya Ray di sela-sela memakan supnya. Cassie sudah mengetahui nama lelaki remaja itu. Dia Raymond Gulliver Holt, kembaran dari gadis bergaun merah muda yang bernama Chloe Madeleine Holt. Sesuai dengan tebakannya, mereka adalah adik kembar Ralph meskipun keduanya kembar tak identik. "Aku—" "Kau cerewet sekali, Ray." Belum sempat Cassie menjawab, Ralph sudah menyambarnya. Memang benar sejak tadi Ray sudah melemparkan banyak pertanyaan padanya. Remaja lelaki itu terlihat antusias dengan kehadirannya dan Cassie bersyukur akan itu. "Yang pasti dia bukan model seperti Abigail," ujar Chloe secara tiba-tiba. Dia berbicara pada Ray untuk menjawab pertanyaan Ray yang belum sempat dijawab oleh Cassie. "Bagaimana kau mengetahuinya?" Ray menatap Chloe dengan penasaran. Sedangkan Chloe melempar pandangannya pada Cassie. Kedua matanya bergerak naik turun menelisik tubuh Cassie, kemudian berdecih. "Lihatlah tubuhnya. Mana ada tubuh model yang sependek itu." Ucap Chloe dengan nada mengejek. Dia tidak menyukai Cassie sejak dia datang bersama dengan kakak sulungnya. "Chloe!" seru Ralph dan kedua orang tuanya. "Kau tidak boleh seperti itu!" Ray juga ikut bersuara. Mereka semua tidak suka dengan ucapan Chloe yang termasuk penghinaan fisik. Cassie mencelos saat mendengar jawaban Chloe. Gadis muda itu menghinanya, tentu saja dia tidak ingin diam saja, tetapi dia tidak mungkin mengutarakan ketidaksukaannya pada Chloe karena dia tidak mau memiliki masalah apapun dengan keluarga Holt. Baginya sudah cukup sampai di sini saja urusannya dengan keluarga Holt, dia tidak ingin menambah urusannya. "Aku suka melukis, Ray," ungkap Cassie sembari tersenyum manis. Ekspresi wajahnya tidak menampakkan raut terluka, dia berakting dengan baik. "Wah, kau seorang pelukis? Di mana studiomu? Aku harus ke sana untuk melihatnya, pasti karyamu sangat bagus." Ray terdengar sangat excited hingga tanpa sadar membuat Ralph menggeram rendah. Ada rasa panas di dadanya saat Ray menyukai kehadiran Cassie, meskipun dia tahu Ray menyukai Cassie sebagai kekasih kakaknya. Ray beralih pada adiknya. "Kau mau ikut tidak, Chloe? Kau kan senang melukis juga." "Benar kata Ray, Cassie. Selain anak perempuanku, istriku juga sangat menyukai lukisan, dia bahkan lebih memilih berbelanja lukisan daripada belanja yang lainnya." Ucap Charles menimpali. Dia menunjuk semua sudut di ruangan dengan tangannya. "Lukisan-lukisan di sini semuanya dipilih oleh istriku." Cassie meringis kecil. Sejujurnya dia tidak tahu akan berakhir seperti ini bila dia mengaku soal pekerjaannya. "Aku hanya seorang pelukis pemula, sehingga aku hanya memiliki studio lukis kecil." "Dia pemilik CS Studio. Studio kecil yang sering mengikuti pameran seni dan acara lelang lukisan yang bisa mendapatkan patokan harga tinggi menyaingi pelukis senior lainnya. Mommy mungkin tidak asing dengan studio yang satu itu. Dan Cassie adalah pelukis dengan nama pseudonim Roosevelt." Jelas Ralph secara mendadak. Semua orang di meja itu terkejut dalam pemikiran masing-masing. Cassie tidak menyangka Ralph akan mengatakan yang satu itu, Rosalind tidak menyangka Cassie adalah pemilik studio lukis favoritnya, sementara Chloe tidak menyangka karena Roosevelt adalah pelukis yang membuatnya suka melukis. Di lain sisi, Charles dan Raymond tersenyum, sesuai dengan tebakan mereka, Ralph tidak mungkin mencari kekasih yang tidak pandai bekerja, semua mantan kekasihnya memiliki pekerjaan terpandang. Hanya saja, mereka agak sangsi dengan hubungan keduanya.Pagi ini Cassie sudah berada di studio lukisnya sendirian. Beberapa teman pelukis lain yang tergabung dalam studio lukisnya belum datang. Sembari menunggu, dia memakan sarapannya terlebih dahulu. Tadi sebelum berangkat Cassie sempat membuat sandwich. Dia duduk di sebuah sofa single, kemudian memakan sandwich-nya dengan tenang. Pikirannya tiba-tiba melayang pada kejadian semalam. Iya, dimana dia ikut makan malam bersama keluarga Holt. Entah harus dia syukuri atau tidak, tetapi dia senang diterima oleh keluarga Holt. Ngomong-ngomong soal itu, setelah mengantarnya pulang semalam, Ralph tidak menghubunginya lagi. Dunianya nampak kembali tenang seperti sedia kala. Dia merasa seperti seorang cinderella yang datang di pesta dansa. Tidak sadar jika sedari tadi dia melamun, teman Cassie—Terra Amore yang baru datang merasa heran, tidak biasanya Cassie melamun sambil makan. "Selamat pagi, nona Roosevelt." Sapanya dengan suara dibuat seformal mungkin. Sapaan itu menarik Cassie yang tenggelam
Di salah satu gedung pencakar langit, Ralph duduk di kursi kebesarannya dan disibukkan dengan berbagai dokumen penting yang bertumpuk di atas mejanya. Terus menerus dia membuka dokumen, membacanya, lalu membubuhkan tanda tangan di sana. Bagi sebagian orang mungkin kegiatan itu terlihat monoton dan tidak membutuhkan otak, tetapi pada kenyataannya Ralph harus benar-benar memeriksa dan memastikan dokumen yang ditanda tangani olehnya tidak akan merugikan perusahaan.Terhitung sudah lima tahun sejak dia lulus menjadi sarjana arsitektur, dia sudah berkiprah dan menjabat sebagai CEO Paradiso Architecture Corp. Muda, kaya dan berbakat adalah tiga kata yang dapat menggambarkan Ralph. Semenjak PA Corp dikendalikan olehnya, perusahaan ini telah berkembang jauh lebih pesat dari sebelumnya. Hingga sekarang PA Corp telah menduduki peringkat pertama perusahaan terbaik di Eropa.Suara ketukan pintu mengambil atensi Ralph dari dokumennya. "Masuk," ucap Ralph dengan suara baritonnya yang berat dan ding
Ralph mengernyit. "Cassie?" gumam Ralph tidak menyangka.Gadis ber-jumpsuit itu benar-benar kekasih pura-puranya. Apa hubungan antara Cassie dengan sahabatnya? Mengapa James tidak pernah menceritakan bila dia sedang dekat dengan seorang perempuan?"Tuan Ralph," panggilan dari Carlo mengambil seluruh kesadaran Ralph. Dia tidak lagi memikirkannya lantas memasuki mobil dan pergi meninggalkan CS Studio.Di sisi lain, Cassie masih bersama dengan James di kafe CS Studio. Mereka duduk di meja yang sebelumnya James tempati bersama Ralph. "Kapan kau pulang ke Roma?" tanya Cassie penasaran.James menyilangkan kakinya. "Dua hari lalu. Kenapa? Kau merindukanku, kan?" James tertawa penuh percaya diri.Melihat reaksi James yang kepedean itu membuat Cassie malas. Dia memutar bola matanya dan bersedekap dada. "Rugi besar bila aku merindukanmu."Tawa James semakin keras saat mendengar jawaban Cassie. Gadis keturunan Asia itu selain cantik juga lucu dan menarik."Jadi, bagaimana tour konsermu ke Amerik
Cassie mengernyit. "Apa maksud dari situasi diluar kendali? Dan—" "Haruskah berkencan setiap minggu?" Cassie menatap Ralph dengan perhatian penuh. Sementara itu Ralph terkekeh kecil, tawanya terdengar dipaksakan. "Tentu saja untuk menghindari kecurigaan. Kau tentu tidak mau ketahuan kita hanya kekasih kontrak, kan?" Cassie terdiam setelah mendengar jawaban Ralph. Dalam hati dia menyetujuinya. "Oke. Aku setuju." Setelah itu mereka pun memesan makanan dan makan malam bersama. Tidak ada obrolan yang menarik di sana. Baik Cassie maupun Ralph hanya diam seraya menyantap pizza. Selesai makan malam, Cassie dan Ralph berjalan bersama keluar dari restoran pizza tersebut. Di belakang mereka terdapat Carlo dan beberapa pengawal yang setia menemani Ralph kemanapun lelaki itu pergi. "Kau pernah ke air mancur Trevi?" tanya Cassie saat mereka telah berada di depan restoran. Ralph menaikkan salah satu alisnya. Bukan dia tidak tahu air mancur yang satu itu, bahkan air mancur itu tidak jauh dari
"Kita sudah sampai!" pekik Cassie gembira.Gadis itu mendongak untuk menatap Ralph, dan kedua manik mata mereka berserobok. "Cantik." Ralph berujar lirih.Tubuh Cassie menegang, tidak menyangka Ralph akan mengatakan hal itu. Apalagi dia berbicara sambil menatapnya. "Iya, air mancurnya memang cantik. Ayo kita ke sana!" ajak Cassie.Dia menggeret Ralph hingga mereka berdiri di dekat air mancur Trevi. Genggaman tangan mereka terlepas. Sekarang Cassie memandangi bangunan seperti kastil di depannya ini. Tidak ada yang berbicara. Tidak ada orang lain juga di sini selain mereka. Selama beberapa menit, hanya suara air yang terdengar."Apakah kau sering datang ke sini?" tanya Ralph memecah keheningan di antara mereka.Cassie mengalihkan perhatiannya pada Ralph, kemudian mengangguk dan tersenyum tipis. "Aku akan menyempatkan datang setelah mengantar lukisanku, atau setelah lukisanku berhasil dilelang dengan harga tinggi."Kening Ralph terlihat berkerut. "Semacam tradisi, huh?"Tawa kecil keluar
Hari terus bergulir seperti biasanya. Cassie disibukkan dengan kegiatan melukis dan mengelola CS Studio. Dia teringat dengan obrolan terakhirnya dengan James. Lelaki itu berencana akan memintanya bekerja sama dalam proyek desain interior untuk pembangunan hotel Vetle di Positano. Rencana itu tentu saja akan melibatkan banyak pihak, kemungkinan besar Cassie juga harus bekerja sama dengan perusahaan arsitektur yang menangani pembangunan hotel tersebut. Namun, sampai sekarang James belum menghubunginya lagi. Saat ini Cassie sedang melukis dengan pallet lukis di tangan kirinya dan kuas di tangan kanannya. Penampilannya sederhana, tetapi terlihat seksi. Dia mengenakan kemeja oversize dengan motif garis dan dipadukan dengan hotpants putih. Surai rambut hitamnya dicepol asal sehingga memperhatikan leher jenjangnya yang berkeringat. Kedua telinganya disumpal dengan airpods, dia suka mendengarkan lagu saat sedang melukis. Hari ini tidak ada tamu yang datang, lebih tepatnya hari ini galeri se
"Chloe? Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Raymond menyelidik.Remaja lelaki itu berjalan masuk ke kamar adik kembarnya. "Menyingkirlah," ucap Raymond dengan tegas.Karena merasa takut, Chloe pun menuruti perintah kembarannya. Layar PC menampilkan semua data terkait Cassiel Smeraldo membuat Raymond mengerutkan keningnya bingung. "Untuk apa kau mencari tahu Cassie?"Dengan gugup Chloe menggaruk tengkuknya dan menyelipkan rambut pendeknya ke belakang telinga. "Tentu saja karena aku harus memastikan calon kakak ipar berasal dari latar belakang yang baik."Raymond menyipitkan kedua matanya. "Hm ... benar juga katamu. Lalu, apa yang kau dapatkan?""Cassie berasal dari keluarga seniman. Ayahnya seorang pelukis senior. Ibunya memiliki toko roti di Venesia. Tapi keduanya bercerai saat Cassie berumur lima belas tahun. Ayahnya menikah lagi dan kembali ke Indonesia. Sementara ibunya memutuskan untuk tidak menikah lagi dan menetap di Venesia." Jelas Chloe dengan lancar, seolah dia sedang mempre
"Kalian stop pura-pura profesional. Maaf James, sepertinya aku tidak bisa berbicara formal denganmu." Ucap Cassie berterus terang.Lihat saja saat Terra mengedipkan matanya dan James tertawa. Mereka berdua memang tidak memiliki bakat akting karena terlalu mudah tertawa.Setelah Terra keluar dari ruangan, James mengalihkan perhatiannya pada Cassie. "Untuk apa terlalu formal. Lagi pula kedatanganku hanya untuk bermain dan membahas sedikit masalah hotel di Positano." Balas James santai, kemudian dia menyesap expresso-nya."Ngomong-ngomong, dimana kau membeli biji kopi ini? Rasanya tidak bisa kutemui di sini," rasa penasaran James membuncah. Dia sungguh merasa expresso CS Studio sangatlah enak.Cassie tertawa remeh. "Kenapa? Kau mau mencuri resep untuk restoran hotel dan resortmu?" tanya Cassie dengan maksud bercanda.James mengangkat dagunya dengan angkuh. "Jika bisa, kenapa tidak?"Mendengar jawaban James yang terlalu terus terang membuat Cassie mendesis lirih dan tak sengaja mengumpat.