Tangan kekar itu mengusap permukaan kertas dengan sebuah pensil. Ralph duduk di atas kursi dan menatap serius pada drafting table di depannya. Sesekali tangannya berhenti, tapi tatapannya tidak pernah lepas dari gambar di depannya.
Tak terasa sudah tiga jam dirinya duduk di sana. Carlo mengetuk pintu ruang gambar. Ralph mendongak, kemudian berkata. "Masuklah."Carlo masuk ke ruang gambar dengan membawa tabnya. Lelaki itu memang selalu membawa tab ke mana-mana, antisipasi bila Ralph tiba-tiba menanyakan jadwal atau ada yang perlu dicatat."Permisi, Tuan. Izin menyampaikan, Nona Cassie sudah bangun dan sedang sarapan di ruang makan." Ucap Carlo menyampaikan informasi mengenai Cassie.Gerakan tangan Ralph terhenti. Dahinya mengernyit, kemudian menatap Carlo yang juga sedang menatapnya. "Ruang makan? Kenapa dia keluar dari kamar?""Nona Cassie yang meminta makan di ruang makan, Tuan. Karena Nona tidak terbiasa makan di dalam kamar." Ungkap Carlo yang disambut angguSejak Ralph meninggalkannya sendirian di ruang makan, Cassie hanya duduk terdiam seraya memandangi ponselnya yang diletakkan di atas meja. Permintaan Ralph tadi membuat Cassie bimbang untuk mengutarakan pada ibunya. Dia harus mengatakan apa nanti apabila ibunya bertanya tentang keberadaannya yang tidak lagi tinggal di apartemen.Tiba-tiba layar ponselnya menyala, ada telepon masuk dari ibunya. Semua ini diluar kendalinya. Cassie tertegun sejenak sebelum mengangkat panggilan itu dengan pasrah, dia tidak lagi bisa menyembunyikannya dari ibunya."Halo, Madre.""Puji Tuhan, akhirnya kau mengangkat panggilanku juga," suara Iris yang berucap syukur di seberang sana membuat Cassie meringis sesaat. Rasa bersalah hinggap di hatinya.Iris tinggal di Venesia, hanya sesekali menjenguk Cassie ke Roma. Semalam tentu saja Iris tidur di apartemen Cassie, tetapi putrinya itu malah tidak pulang semalaman hingga membuatnya khawatir."Aku baik-baik saja, Madre." Ucap Cassie setelah
Lelaki itu menaikkan salah satu alisnya dan tersenyum miring. "Kau sudah membuat keputusan?" Ekspresi Ralph terlihat sangat menyebalkan di mata Cassie. Gadis berpiyama itu memutar bola matanya dengan malas. Sesungguhnya dia tidak suka bila harus merendahkan dirinya di depan Ralph, tapi apa boleh buat. Meski menyebalkan begitu, kekasihnya itulah yang menolongnya semalam. "Baiklah, aku akan menuruti permintaanmu." Ucap Cassie pada akhirnya. Dia tidak lagi melawan Ralph. Senyum miring itu semakin lebar. Kedua mata biru laut milik Ralph nampak berseri-seri seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan permen gratis. "Good girl." Ralph menghubungi Carlo, meminta asistennya itu untuk membantu kepindahan Cassie. Dia berencana akan memindahkan Cassie hari ini juga. Tentu saja hal itu tidak luput dari pandangan Cassie. Gadis itu berdiri dengan berkacak pinggang dan menatap Ralph dengan tajam. Setelah panggilan berakhir, Ca
Sore ini Cassie berangkat dari vila Ralph dengan memakai gaun pesta yang sudah disiapkan olehnya. Karena dresscode acara itu adalah biru gelap, sehingga pilihan Cassie jatuh pada dress mermaid berwarna biru gelap tanpa lengan yang terdapat kombinasi blink silver di bagian dadanya. Gaun tersebut menjuntai panjang hingga menyapu lantai. Namun, terdapat belahan sampai paha, sehingga ketika dia melangkah, kaki jenjang yang ramping dan mulus itu akan terlihat. Soal mobilnya, ternyata Ralph juga sudah membantu memanggil mekanik semalam. Jadi, sore ini mobilnya sudah bisa dipakai kembali. Sebenarnya Ralph cukup pengertian padanya, Cassie akan mempertimbangkan untuk tidak menyulitkan lelaki itu kedepannya. Oh, dan juga masalah siang tadi. Sejujurnya Cassie sangat malu dan berharap tidak bertemu Ralph lagi. Tapi tentu saja mustahil, mereka sekarang sudah serumah, bahkan satu kamar. Setiap hari Cassie akan melihat Ralph dan kejadian tadi siang begitu memalukan baginya. Saa
"Selamat malam, nona Esmeraldo. Senang bertemu denganmu lagi." Ucap Grace dengan nada meremehkan. Cassie tidak menanggapi sapaan itu, dia tidak memiliki waktu untuk mengobrol dengan Grace. Sakit hatinya beberapa tahun lalu membuat Cassie tidak ingin bertemu pandang dengan wajah memuakkan Grace. Tak disangka malam ini mereka justru dipertemukan di acara salah satu pelanggan setianya. Tidak, Cassie tidak menyalahkan Nyonya Teresa atau siapapun. Masalah antar dirinya dengan Grace hanya dimiliki oleh mereka berdua, orang lain tidak memiliki sangkut paut dengan itu. Pada awalnya Grace dan Cassie adalah sepasang sahabat ketika mereka sedang studi bersama di University of the Arts London. Keduanya sama-sama mengambil jurusan seni rupa dan berteman dengan baik hingga mereka lulus studi. Semuanya baik-baik saja, bahkan saat mereka sama-sama kembali ke Italia, mendirikan studio sendiri dan menjadi pelukis pemula di sini. Namun, tali persahabatan itu han
Cassie mendongak dan matanya membulat tatkala matanya berpapasan dengan pemilik mata berwarna biru laut di depannya ini. "Ralph ..." gumam Cassie lirih. Iya, lelaki yang memegang pinggangnya kini adalah Ralph Oliver Holt, kekasihnya. Salah satu alis Ralph terangkat. Sebuah seringaian tipis hadir di wajah tampannya. "Yes, baby girl." Balas Ralph dengan suara serak yang terdengar seksi di telinga Cassie. Lagu Perfect sudah berubah menjadi Thinking Out Loud. Tangan Cassie dan Ralph masih saling bertautan. Kedua mata mereka saling memandang satu sama lain. Terdengar suara bisik-bisik dari samping, tetapi mereka tak mengindahkannya. "Dengan siapa kau datang malam ini?" tanya Ralph di tengah tarian mereka. Cassie berdecak, dia sudah menjawab pertanyaan itu tadi pagi. "Dengan Terra, asistenku." Sorot mata Ralph berubah tajam seolah baru saja mendengar kalimat yang tak ingin didengar olehnya. "Jadi, siapa lelaki itu?"
Smirk jelas tergambar di wajah Grace saat dia memandangi penampilan Cassie dari atas hingga bawah. "Kudengar CS Studio disokong oleh Respati Wirasena, pelukis senior yang memiliki banyak skandal itu. Dan kudengar juga, ada pelukis dari CS Studio yang pernah memplagiat karya pelukis lain. Bukankah dua berita itu termasuk tindak kriminal, Nyonya?"Bukannya marah, Cassie malah tersenyum kecil. Terlihat tidak ada emosi di matanya, gadis itu bersikap tenang. Cassie tidak boleh tersulut dengan api kecil yang diberikan oleh Grace.Teresa beralih memandangi Cassie dengan pandangan yang sulit diartikan. "Benarkah? Aku tidak mengetahui berita itu. Aku hanya pernah mendengar CS Studio memiliki banyak penghargaan dalam banyak kompetisi.""Benar atau tidaknya berita itu seharusnya diucapkan dengan bukti, bukan? Bila hanya berbicara tanpa bukti bukankah jatuhnya menjadi fitnah?" Cassie berujar dengan tenang, bahkan bibirnya masih tersenyum.Antonio masih di sana, memperhatikan per
"Aku menunggumu pulang sejak tadi." Ucap Ralph dengan suara serak basah.Seolah tersadar, Cassie segera berdiri tegak, melepas dirinya dari Ralph dan menyeimbangkan tubuh agar tidak terjatuh lagi. "Aku ..." bibir Cassie sedikit bergetar saat akan berbicara."Aku mengantar Terra lebih dulu," lanjut Cassie membuat suara yang lebih tenang, meskipun sekarang detak jantungnya meningkat drastis dan rasanya seperti akan melompat ke luar. Cassie menyadari, berada dalam jarak yang dekat bersama Ralph akan berbahaya bagi kesehatan jantungnya.Selama dua puluh enam tahun di hidupnya, Cassie tidak pernah merasakan jantungnya seperti ini. Apakah jantungnya bermasalah? Apakah hidupnya tidak akan lama lagi sekarang? Sepertinya dia perlu pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatan jantungnya."Pergi mandi, lalu istirahat," ucapan Ralph menarik Cassie yang tenggelam dalam lamunannya.Saat Cassie melihat ke arah Ralph, ternyata lelaki itu sudah lebih dulu berjalan menaiki tangg
Tidak tahu jam berapa Ralph kembali terlelap malam tadi. Yang pasti, Ralph tertidur sembari memegangi tangan Cassie, jaga-jaga bila kekasihnya itu terbangun lagi.Ralph membuka matanya saat suara alarm berbunyi. Tangannya bergerak mematikan alarm tersebut. Dia menoleh ke samping, tetapi Cassie sudah tidak berada di sana.Kepanikan melandanya, ini baru jam enam pagi. Dia takut Cassie pergi semalam saat dia tertidur. Dengan cepat Ralph turun dari ranjang dan mencari ke setiap sudut kamar. Namun, dia tidak dapat menemukan siapapun di dalam kamar selain dirinya sendiri. Balkon juga kosong.Ralph akan berjalan keluar kamar tatkala matanya tak sengaja menangkap sebuah pakaian kerjanya yang telah digantung lengkap, sudah disiapkan oleh seseorang. Sebuah jas berwarna abu muda yang dipadukan dengan kemeja putih dan dasi berwarna abu tua.Sebelumnya Ralph tidak pernah membiarkan siapapun memasuki kamarnya, kecuali maid yang mengantar sarapan Cassie pagi itu. Semua kebersihan d