Aisyah menoleh ke belakang. "Wa'alaikumussalam. Ada apa, ya?"
Laki-laki itu terlihat gugup. Dia sempat terbata-bata menjawab pertanyaan Aisyah. "Anu, ini bukumu terjatuh."
Aisyah pun melirik pada tangan kekar si laki-laki, dan beralih ke arah tangannya. Benar saja novel itu kini sudah berpindah tangan.
"Ma syaa Allah, terima kasih sudah menemukannya. Saya sendiri belum sadar kalau novel saya terjatuh," pekiknya sembari mengambil novel yang diserahkan laki-laki tersebut.
"Kalau begitu, saya permisi dulu. Assalamu'alaikum ...." Lanjut Aisyah. Setelah itu, ia pun berpamitan pergi. Meski begitu gadis muslimah ini sempat melihat wajah tampan laki-laki itu. Lak-laki bernama Fadli itu segera menundukkan kepala karena tidak baik jika harus menatap lama wajah yang bukan makhromnya.
"Wa'alaikumussalam ...." lirihnya sembari diam-diam menatap kepergian Aisyah.
Entah atas dorongan apa, Fadli masih melihat dan menatap kepergian Aisyah dari jauh. Ia bisa melihat khimar yang dikenakan gadis itu melambai-lambai karena terkena terpaan angin.
Fadli Akram I'tisan, adalah seorang direktur di salah satu hotel terkenal di jakarta yang kebetulan baru saja keluar dari sebuah warung mie ayam kesukaannya. Dia baru pulang dari Prancis. Tinggal cukup lama di negara orang membuatnya sangat rindu dengan masakan Indonesia. Terutama mie ayam yang menjadi makanan paling favoritnya.
Ketika dia baru saja melangkahkan kaki keluar dari warung mie ayam tadi, dia melihat Aisyah yang terhimpit oleh ibu-ibu. Saat kejadian itu dia sempat tertawa kecil melihat Aisyah yang bersusah payah untuk lepas dari himpitan para ibu-ibu tadi. Namun, tawanya harus terhenti ketika dia melihat sebuah buku jatuh dari genggamannya. Maka dari itu, Fadli berinisiatif mengejar Aisyah untuk mengembalikan novel yang terjatuh tadi.
"Kenapa nggak aku tanya namanya," gumam Fadli pelan di saat dia melihat Aisyah yang sudah naik ke angkot.
"Astaghfirullahal 'adzim ... Fadli, ingat dosa," ucap lelaki itu dengan sedikit nada penyesalan.
Akhirnya, Fadli memutuskan untuk kembali ke rumah karena rindu terhadap makanan mie ayam sudah terobati. Kini dia harus mengobati lagi rindunya pada sang bunda yang sudah membesarkan dia.
Fadli langsung bergegas melangkah menuju mobil yang diparkirnya tadi. Tak lupa dia memberi uang selembaran kepada tukang parkir sebagai tanda terima kasih telah menjaga mobilnya.
Di tengah perjalanan, Fadli mendapat pesan dari bunda yang isinya beliau meminta supaya Fadli membeli beberapa stok makanan. Bunda pun sudah mengirimkan daftar belanjaan yang harus Fadli beli.
Tepat sekali, ketika Fadli membaca pesan dari bunda ternyata di depan terlihat ada minimarket dan dia segera bergegas turun untuk membeli semua pesanan yang bunda.
Namun, di saat dia hendak menutup pintu mobil, gendang telinganya sempat mendengar suara lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dilantunkan cukup merdu. Manik matanya mencari arah sumber suara dan berhasil mendapatkan siapakah sang pemilik suara indah itu. Ternyata seorang anak jalanan yang di tangannya sedang memegang Al-Qur'an, dan anak jalanan lainnya terlihat sedang mendengarkannya.
Hati Fadli tersentuh. Dia belum pernah melihat kejadian indah seperti ini. Diam-diam Fadli tersenyum.
Tiba-tiba terlintas di benaknya untuk memberikan beberapa makanan untuk anak jalanan itu. Kebetulan juga Fadli sangat menyukai anak-anak. Karena hal itulah Fadli langsung bergegas memasuki minimarket dan membeli semua keperluan serta beberapa makanan yang akan ia berikan untuk anak jalanan tadi.
Di dalam minimarket, Fadli dengan lihai mencari bahan-bahan apa saja yang dibutuhkan bunda. Tak lupa dia mengambil beberapa makanan dan minuman ringan untuk anak jalanan yang sedang mengaji tadi.
Alhamdulillah, setelah hampir 15 menit dia selesai mengambil semua barang belanjaan dan langsung menuju kasir untuk membayar semua belanjaannya. Setelah membayar, Fadli keluar dari supermarket itu dan melihat anak jalanan tadi yang masih setia dengan Al-Qur'an di tangannya. Dia melangkahkan kakinya dengan cepat untuk menghampiri anak jalanan itu.
"Assalamu'alaikum ...."
Anak jalanan yang sedang mengaji menghentikan aktifitasnya dan kini menatap Fadli dengan tatapan bingung.
"Sadaqallahul 'adzim... Wa'alaikumussalam. Kakak siapa, ya?" tanya anak jalanan itu sembari menutup Al-Qur'annya.
"Maaf, kakak mengganggu kalian mengaji, ya. Perkenalkan, nama kakak Fadli. Tadi secara nggak sengaja kakak mendengar suara alunan ngaji kamu. Ma syaa Allah, kakak tersentuh karena sebelumnya belum pernah melihat anak jalanan seperti kalian ini mau membaca Al-Qur'an," jelas Fadli.
"Oh, kenalkan nama aku Yusuf, Kak. Ini teman seprofesi di jalanan, hehe," celetuk Yusuf.
"Kami diajarkan sama kakak kita, Kak. Ya walaupun bukan kakak kandung tapi dia sudah seperti kakak kita sendiri. Namanya Kak Aisyah, beliau selalu mengatakan dimanapun kita berada kita harus menyempatkan diri untuk membaca Al-Qur'an. Karena membaca Al-Qur'an banyak memberikan kita pahala, bagi yang mendengarkannya pun mendapatkan pahala juga. Begitu kata Kak Aisyah," tutur Yusuf lagi ketika dia menceritakan sedikit tentang Aisyah. Dia tersenyum karena ada orang yang tidak memandangnya dengan sebelah mata.
Fadli terdiam. Dia berpikir pasti gadis yang bernama Aisyah itu sudah banyak memberikan ilmu agama yang bisa memberikan manfaat untuk mereka. Begitu baik hatinya, batin Fadli.
"Baik sekali kakakmu, Yusuf. Oh, iya, ini ada beberapa sedikit makanan untuk kamu dan yang lainnya. Mohon diterima, ya," ujar Fadli sembari menyerahkan satu kantong plastik besar berisi makanan.
Yusuf menatap Fadli, kemudian dia beralih menatap teman-temannya yang hanya mengangkat bahunya.
"Ya sudah. Kata Kak Aisyah juga nggak baik menolak rezeki. Terima kasih." Yusuf menerima makanan itu dengan senyuman yang merekah di wajahnya yang terlihat sedikit kusam.
"Sama-sama. Kakak pamit dulu, ya. Semoga Allah mempertemukan kita lagi. Assalamu'alaikum." Setelah mengucapkan salam, Fadli pun meninggalkan Yusuf dan yang lainnya.
"Wa'alaikumussalam ...." seru Yusuf dan anak lainnya secara bersamaan. Mereka bahagia karena masih ada orang yang menghargai mereka dengan keadaan seperti ini.
Biasanya mereka akan dipandang sebelah mata oleh orang-orang karena profesi mereka sebagai anak jalanan. Tapi kini, laki-laki bernama Fadli tadi sudah seperti malaikat bagi mereka karena datang selain memberikan makanan juga sudah memberikan sesuatu yang menambah rasa semangat dan yakin bahwa di luaran sana masih ada orang yang tidak memandang sebelah mata anak jalanan.
"Kita ke rumah singgah, yuk," ajak Yusuf yang langsung dibalas anggukan oleh anak jalanan yang lain.
OoO
"Enak, Mbak, baksonya."
Aisyah melirik ke arah Fatimah yang kini sedang menikmati bakso yang kubawa tadi. "Iyalah. Apalagi gratis," celetuknya.
Fatimah terkekeh, kemudian dia mengambil sesuap bakso lagi untuk dimasukkan ke mulutnya.
"Yusuf sama anak-anak yang lainnya kok belum datang, ya. Aku khawatir sama mereka," ujar Aisyah sembari menatap ke arah gerbang rumah singgah.
"Tenang saja. 'Kan, ada Yusuf yang bisa melindungi trman-temannya," jawab Nailah, lalu melangkah ke belakang untuk meletakkan mangkok yang baru saja dipakainya.
"Fatimah, anak jalanan yang kita asuh ada berapa?" tanya Aisyah. Kemudian Fatimah membuka sebuah buku yang ada di sampingnya.
"Yang tinggal di sini ada lima anak. Trus yang hanya belajar di sini ada sekitar tujuh anak. Berarti total seluruh anak jalanannya ada dua belas anak, Mbak."
Aisyah mengangguk mendengar penuturan Fatimah. Belum terlalu banyak karena rumah singgah ini pun baru dibangun sekitar dua tahun yang lalu.
Tak lama kemudian, yang ditunggu akhirnya datang. Yusuf beserta anak jalanan lainnya datang dengan membawa satu kantong plastik besar. Aisyah pun menghampiri mereka.
"Assalamu'alaikum, adik-adik."
"Wa'alaikumussalam, Kak Aisyah," jawab mereka serempak.
Aisyah tersenyum, kemudian matanya menatap kantong plastik besar yang dibawa Yusuf. "Apa itu, Yusuf?"
Yusuf langsung mengangkat kantong itu seraya berkata. "ini makanan, Kak. Tadi ada kakak baik yang tiba-tiba datang dan memberi kami ini. Namanya kalo nggak salah itu Kak Fadli."
Aisyah mengernyitkan kening. Siapa Fadli, dan untuk apa dia memberikan Yusuf dan lainnya banyak makanan. Ah, sudahlah, mungkin dia ingin menyedekahkan sedikit rezekinya pada mereka.
Kemudian, Aisyah memerintahkan Yusuf untuk membagikan makanan itu kepada teman-temannya dengan sama rata. Aisyah membiarkan mereka makan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar dimulai.
Fatimah dan Nailah keluar dan langsung menanyakan darimana asal makanan itu.
"Orang baik, Kak," celetuk Tono, anak jalanan yang kini sedang sibuk makan coklat.
Aisyah terkekeh mendengar jawaban Tono. Dari sekian banyak anak jalanan, hanya Tono lah yang masih sedikit polos karena kebetulan juga dia paling kecil di antara anak lainnya.
"Setelah makan kalian bersih-bersih dulu, ya. Trus untuk yang belum sholat, sholat dulu. Yang sudah sholat boleh langsung ke ruangan belajar. Paham?"
"Paham, Kak Nailah!" seru mereka.
Aisyah dan Nailah memutuskan untuk masuk ke dalam, meninggalkan Fatimah yang ikut berbaur dengan Yusuf dan lainnya. Aisyah mengajak Nailah untuk berbicara serius tentang pengrekrutan relawan baru untuk rumah singgah.
"Gimana? Apa sudah ada kabar?" tanyanya serius.
Kemudian Nailah mengotak-atikkan laptop yang di hadapannya. Sedetik kemudian dia menggeleng pelan sebagai jawaban pertanyaan Aisyah.
"Nggak mudah mencari relawan yang benar-benar tulus mau membantu kita di rumah singgah. Apalagi kita disini nggak dibayar," kata Nailah.
Aisyah berpikir. "Benar juga. Trus, langkah selanjutnya gimana? Semakin lama rumah singgah ini membutuhkan banyak relawan karena anak-anak yang belajar di sini pasti akan semakin banyak."
"Kita berdoa dan berserah diri saja. Hanya itu yang bisa kita lakukan. Semoga Allah memudahkan semuanya," ujar Nailah yang langsung diamini oleh Aisyah.
Aisyah pun berharap seperti itu karena jauh-jauh hari dia pernah berjanji pada Abi untuk mengajaknya jalan-jalan. Kasihan beliau harus kehilangan waktu bersama anak-anaknya karena Aisyah dan Fatimah harus sibuk mengurus rumah singgah.
Semoga ada relawan untuk rumah singgah secepatnya. Amiin.
Fadli mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Pandangan mata tertuju pada jalan raya yang ada di hadapannya. Hari ini dia ada meeting penting dengan salah satu klien. Maka dari itu Fadli memilih berangkat lebih pagi supaya tidak terlambat. Di tengah perjalanan, tiba-tiba terlintas wajah wanita yang ditemuinya di pasar saat itu. Dia memang sudah sering bertemu dengan wanita cantik. Tapi ini beda. Ntah apa yang membuatnya beda, namun yang pasti di saat dirinya melihat wanita itu memberikan selembar uang kepada si pengemis kemarin, seperti ada getaran kecil terjadi di hati.Apa Fadli menyukainya? Fadli tidak mau menampik akan hal ini. Laki-laki di luaran sana pun akan mengatakan Ya jika ditanya apakah dia menyukai wanita yang cantik nan anggun
"Loh, itu Kak Yusuf!" seru salah satu dari mereka. Membuat semua yang ada di luar kini mengedarkan pandangan ke arah yang ditunjuk.Itu Yusuf dan lainnya. Tapi, siapa laki-laki dengan berkemeja rapih itu?"Assalamu'alaikum ....""Wa'alaikumussalam ...."Yusuf menyerahkan dua kantong besar berisi makanan pada Nailah dan Fatimah. Dua gadis muslimah itu pun menerima dan membawanya ke dalam. Setelah itu, Yusuf pun berjalan mendekat ke Aisyah dengan laki-laki itu terus mengikuti langkahnya.Tunggu, sepertinya wajah laki-laki ini tidak asing baginya. Aisyah tertegun, ia ingat siapa laki-laki yang bersama Yusuf dan yang lainnya. Beliau orang yang menemukan novelnya yang sempat terjatuh di pasar kemarin.Tapi, untuk apa dia kesini? Dan, bagaimana bisa Yusuf mengenalnya?Aisyah tersenyum kecil untuk menyambut laki-laki yang bernama Fadli itu."Kak Aisyah masih ingat dengan kakak baik yang memberikan kami makanan kemarin? Bel
Aisyah menatap sendu dan mengelus lembut bingkai foto di hadapannya. Dia rindu akan sosok perempuan yang sudah melahirkannya dengan pertaruhan nyawa. Dia Umi Hasnah.Dulu, ketika umi masih berada di sisi mereka setiap pagi beliaulah yang menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Jika umi sedang memasak, abi akan mengurus tanaman di luar rumah. Terkadang Aisyah dan Fatimah pun berbagi tugas. Jika Aisyah menemani abi, maka Fatimah akan membantu umi memasak. Begitu sebaliknya.Makanan favorit yang akan umi sajikan setiap pagi adalah nasi goreng. Bisa dikatakan Aisyah sekeluarga memang menyukai nasi goreng. Terlebih lagi nasi goreng buatan umi. Aisyah memang pandai memasak, hanya saja ia belum mengakui sepandai umi dalam urusan dapur. Karena hal itulah,
Alarm dari ponsel Aisyah berbunyi tepat pukul tiga pagi. Gadis ini merapikan rambut panjang nan hitamnya. Ia pun segera memakai khimar panjang menutupi dada berwarna biru laut dan berjalan keluar menuju kamar mandi guna mengambil air wudhu untuk melaksanakan aktivitas rutinnya di sepertiga malam terakhir.Selepas berwudhu, Aisyah segera kembali ke kamar. Tepat beberapa langkah sebelum masuk, Aisyah harus menghentikan langkahnya karena suara Abi Zikri yang tiba-tiba memanggilnya."Mau melaksanakan shalat, Nak?"Aisyah mengangguk sembari tersenyum. Ia pun tak sengaja melihat baju koko berwarna putih tulang milik abi yang terdapat noda. "Ada noda, Bi. InsyaAllah nanti Aisyah belikan yang baru, ya," ucapnya."Ini juga masih bagus, Nak. Masih bisa digunakan."Selalu begitu, Abi Zikri memang susah sekali untuk diajak belanja baju. Beliau baru akan membeli ketika baju ataupun barang yang dia gunakan benar-benar sudah tidak bisa digunakan lagi.Aisy
Hari ini tepat hari minggu, waktunya anak-anak yang diajar oleh Aisyah libur untuk belajar. Seperti biasa, rumah singgah tidak terlalu ramai dikunjungi oleh mereka. Karena hal itulah terkadang salah satu dari Aisyah, Nailah, maupun Fatimah memilih untuk ikut libur juga. Jika Nailah libur, maka Aisyah dan Fatimah yang menjaga. Jika Fatimah dan Aisyah libur, maka Nailah yang gantian untuk menjaga rumah singgah ditemani oleh Yusuf.Mereka tidak akan membiarkan rumah singgah dibiarkan tidak ada yang menjaga. Mengingat ada beberapa anak jalanan yang tinggal di sana juga.Namun, kali ini Aisyah dan Nailah berencana ingin mengunjungi teman SMA mereka dulu yang baru saja melahirkan. Fatimah pun yang kini menjaga rumah singgah ditemani oleh Yusuf dan anak jalanan lainnya yang berniat menemani Fatimah.Teman yang akan mereka kunjungi namanya Sari. Kebetulan juga kali ini digunakan oleh teman-teman SMA Aisyah dan Nailah untuk reuni.Sari merupakan anak yang cu
"Semalam katanya mau ditemani abi, Mbak. Kenapa sekarang sendiri?"Benar, semalam abi memang menawarkan diri untuk menemani Aisyah pergi melihat rumah yang akan dibelinya, yang nanti akan ditempati sebagai rumah singgah yang baru."Abi ada urusan hari ini. Katanya ada tamu yang ketemu untuk membicarakan masalah tanah yang dijual," ucap Aisyah. Fatimah pun hanya mengangguk.Abi memang menjual tanah sejak beberapa bulan yang lalu. Dan, alhamdulillah baru kali ini ada yang mau membelinya. Karena hal itulah, Abi Zikri terlihat sangat antusias sekali. Aisyah dengar, orang yang akan membeli tanah abi nantinya ingin dibangun musholla. Mengingat daerah di sana masih minim sekali musholla.MasyaAllah ... mulia sekali."Mbak Nailah belum juga datang. Biasanya dia orang pertama yang datang," celetuk Fatimah.Aisyah membenarkan ucapan adiknya."Mungkin lagi ada urusan. Tunggu aja." Setelah itu, Aisyah bangkit dari tempat duduknya dan
"Oke, insyaAllah paling lambat aku sampe di rumah singgah jam sepuluh. Titip rumah singgah dulu, ya, Nai. Tolong kasih tahu Fatimah untuk cek siapa aja yang datang hari ini," ujar Aisyah, "Assalamualaikum ...." lanjutnya.Setelah menyampaikan pesan pada Nailah, Aisyah kembali memeriksa barang yang sudah habis dan harus dibelinya. Ia harus teliti, agar kejadian minggu lalu tidak terulang. Di mana Aisyah lupa membeli beras dan telur karena ia tidak mencatatnya di list belanjaan. Alhasil ia pun harus kembali ke pasar.Aisyah sudah biasa belanja di pasar. Menurutnya lebih asyik dibandingkan di supermarket. Selain lebih murah, tentu ia bisa bercengkrama dengan penjual yang ramah-ramah."Semua sudah tertulis di list, enggak ada yang tertinggal. Mungkin ini aja karena sebagian belanjaan bulan kemarin masih ada stok," ujarnya."Astaghfirullah ... titipan Fatimah dan abi. Bakpao kesukaan mereka." Aisyah kembali menulis bakpao ke dalam list belanjanya. Ia tidak per
Aisyah POV"Bagaimana, Abi? Apa sudah ada kabar dari Mas Reza?"Abi menggeleng. Tubuhku terasa semakin lemas. Bahkan aku tidak yakin apakah bisa menopang tubuh ini.Di mana dia? Seseorang yang beberapa hari lalu menyatakan bahwa dia ingin menjadikanku sebagai kekasih halalnya. Tapi kini, di hari yang sudah ditentukan, dia pun tidak memunculkan batang hidungny. Memberi kabar pun tidak.Aku mengingat kembali, dan aku yakin di antara kami memang tidak ada konflik apapun. Bahkan semalam dia sempat mengirim pesan yang semakin membuat aku yakin untuk menerimanya menjadi imamku.Oh, Allah ... ada apa ini? Ke manakah Mas Reza? Teriak batinku tak kuasa menerima kenyataan pahit ini.Aku mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja rias. Lalu mencari nama Reza di kontak nomor dan langsung menekan tombol panggilan.Nihil. Hasilnya