Hari ini tepat hari minggu, waktunya anak-anak yang diajar oleh Aisyah libur untuk belajar. Seperti biasa, rumah singgah tidak terlalu ramai dikunjungi oleh mereka. Karena hal itulah terkadang salah satu dari Aisyah, Nailah, maupun Fatimah memilih untuk ikut libur juga. Jika Nailah libur, maka Aisyah dan Fatimah yang menjaga. Jika Fatimah dan Aisyah libur, maka Nailah yang gantian untuk menjaga rumah singgah ditemani oleh Yusuf.
Mereka tidak akan membiarkan rumah singgah dibiarkan tidak ada yang menjaga. Mengingat ada beberapa anak jalanan yang tinggal di sana juga.
Namun, kali ini Aisyah dan Nailah berencana ingin mengunjungi teman SMA mereka dulu yang baru saja melahirkan. Fatimah pun yang kini menjaga rumah singgah ditemani oleh Yusuf dan anak jalanan lainnya yang berniat menemani Fatimah.
Teman yang akan mereka kunjungi namanya Sari. Kebetulan juga kali ini digunakan oleh teman-teman SMA Aisyah dan Nailah untuk reuni.
Sari merupakan anak yang cu
"Semalam katanya mau ditemani abi, Mbak. Kenapa sekarang sendiri?"Benar, semalam abi memang menawarkan diri untuk menemani Aisyah pergi melihat rumah yang akan dibelinya, yang nanti akan ditempati sebagai rumah singgah yang baru."Abi ada urusan hari ini. Katanya ada tamu yang ketemu untuk membicarakan masalah tanah yang dijual," ucap Aisyah. Fatimah pun hanya mengangguk.Abi memang menjual tanah sejak beberapa bulan yang lalu. Dan, alhamdulillah baru kali ini ada yang mau membelinya. Karena hal itulah, Abi Zikri terlihat sangat antusias sekali. Aisyah dengar, orang yang akan membeli tanah abi nantinya ingin dibangun musholla. Mengingat daerah di sana masih minim sekali musholla.MasyaAllah ... mulia sekali."Mbak Nailah belum juga datang. Biasanya dia orang pertama yang datang," celetuk Fatimah.Aisyah membenarkan ucapan adiknya."Mungkin lagi ada urusan. Tunggu aja." Setelah itu, Aisyah bangkit dari tempat duduknya dan
"Oke, insyaAllah paling lambat aku sampe di rumah singgah jam sepuluh. Titip rumah singgah dulu, ya, Nai. Tolong kasih tahu Fatimah untuk cek siapa aja yang datang hari ini," ujar Aisyah, "Assalamualaikum ...." lanjutnya.Setelah menyampaikan pesan pada Nailah, Aisyah kembali memeriksa barang yang sudah habis dan harus dibelinya. Ia harus teliti, agar kejadian minggu lalu tidak terulang. Di mana Aisyah lupa membeli beras dan telur karena ia tidak mencatatnya di list belanjaan. Alhasil ia pun harus kembali ke pasar.Aisyah sudah biasa belanja di pasar. Menurutnya lebih asyik dibandingkan di supermarket. Selain lebih murah, tentu ia bisa bercengkrama dengan penjual yang ramah-ramah."Semua sudah tertulis di list, enggak ada yang tertinggal. Mungkin ini aja karena sebagian belanjaan bulan kemarin masih ada stok," ujarnya."Astaghfirullah ... titipan Fatimah dan abi. Bakpao kesukaan mereka." Aisyah kembali menulis bakpao ke dalam list belanjanya. Ia tidak per
Aisyah POV"Bagaimana, Abi? Apa sudah ada kabar dari Mas Reza?"Abi menggeleng. Tubuhku terasa semakin lemas. Bahkan aku tidak yakin apakah bisa menopang tubuh ini.Di mana dia? Seseorang yang beberapa hari lalu menyatakan bahwa dia ingin menjadikanku sebagai kekasih halalnya. Tapi kini, di hari yang sudah ditentukan, dia pun tidak memunculkan batang hidungny. Memberi kabar pun tidak.Aku mengingat kembali, dan aku yakin di antara kami memang tidak ada konflik apapun. Bahkan semalam dia sempat mengirim pesan yang semakin membuat aku yakin untuk menerimanya menjadi imamku.Oh, Allah ... ada apa ini? Ke manakah Mas Reza? Teriak batinku tak kuasa menerima kenyataan pahit ini.Aku mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja rias. Lalu mencari nama Reza di kontak nomor dan langsung menekan tombol panggilan.Nihil. Hasilnya
Satu tahun telah berlalu. Setelah kejadian pahit yang amat sangat menyakitkan itu, Aisyah memutuskan untuk lebih fokus mengurus rumah singgah yang ia beri nama Rumah Singgah Zahira. Sesuai dengan namanya, Aisyah Nuha Zahira. Aisyah mendirikan rumah singgah ini bukan tanpa alasan, dia sangat suka dengan anak-anak sampai pada akhirnya gadis ini pun berinisiatif mendirikan rumah singgah ini.Dengan dibantu Nailah dan Fatimah --adiknya-- Aisyah bisa menghandle semua yang menyangkut dengan rumah singgah.Tentu, rumah singgah ini memang Ia peruntukkan bagi anak jalanan. Biasanya anak jalanan datang karena kemauannya sendiri ingin belajar, tapi mereka terhalang oleh biaya. Itulah mengapa Aisyah ingin sekali mendirikan rumah singgah ini sejak dulu.Bukan hanya untuk anak jalanan, bagi anak-anak yang berasal d
"Mbak mau sekarang ke pasarnya?" tanya Fatimah ketika dia melihat Aisyah sudah rapih dengan gamis hitam dan menggunakan khimar berwarna abu-abu.Aisyah mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya Fatimah. "Abi, Aisyah harus berangkat pagi ke pasar. Karena kebetulan teman Aisyah baru membuka usahanya di sana, dan Aisyah diminta menjadi pelanggan pertamanya," izinnya pada sang abi yang kini sedang membaca koran sembari menyesap kopi.Beliau menatap Aisyah, kemudian mengangguk. "Pergilah. Kamu sudah janji tepat waktu bukan pada temanmu itu? Tepatilah janjimu karena janji merupakan salah satu hutang yang harus kamu lunasi."Begitulah Abi yang selalu menjawab dengan sedikit taburan agama di setiap ucapannya. Aisyah pun mengangguk, lalu meraih tangan abi dan menciumnya. Sebagai tanda bakti Aisyah pada Abi."Mbak, setelah dari pasar langsung ke rumah singgah, 'kan? Jangan lupa bawakan bakso untuk aku dan Mbak Nailah," ujar Fatimah disertai cengirannya."Tenang sa
"Assalamu'alaikum, Mbak," ucap salam laki-laki tersebut.Aisyah menoleh ke belakang. "Wa'alaikumussalam. Ada apa, ya?"Laki-laki itu terlihat gugup. Dia sempat terbata-bata menjawab pertanyaan Aisyah. "Anu, ini bukumu terjatuh."Aisyah pun melirik pada tangan kekar si laki-laki, dan beralih ke arah tangannya. Benar saja novel itu kini sudah berpindah tangan."Ma syaa Allah, terima kasih sudah menemukannya. Saya sendiri belum sadar kalau novel saya terjatuh," pekiknya sembari mengambil novel yang diserahkan laki-laki tersebut."Kalau begitu, saya permisi dulu. Assalamu'alaikum ...." Lanjut Aisyah. Setelah itu, ia pun berpamitan pergi. Meski begitu gadis muslimah ini sempat melihat wajah tampan laki-laki itu. Lak-laki bernama Fadli itu segera menundukkan kepala karena tidak baik jika harus menatap lama wajah yang bukan makhromnya."Wa'alaikumussalam ...." lirihnya sembari diam-diam menatap kepergian Aisyah.Entah atas
Fadli mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Pandangan mata tertuju pada jalan raya yang ada di hadapannya. Hari ini dia ada meeting penting dengan salah satu klien. Maka dari itu Fadli memilih berangkat lebih pagi supaya tidak terlambat. Di tengah perjalanan, tiba-tiba terlintas wajah wanita yang ditemuinya di pasar saat itu. Dia memang sudah sering bertemu dengan wanita cantik. Tapi ini beda. Ntah apa yang membuatnya beda, namun yang pasti di saat dirinya melihat wanita itu memberikan selembar uang kepada si pengemis kemarin, seperti ada getaran kecil terjadi di hati.Apa Fadli menyukainya? Fadli tidak mau menampik akan hal ini. Laki-laki di luaran sana pun akan mengatakan Ya jika ditanya apakah dia menyukai wanita yang cantik nan anggun
"Loh, itu Kak Yusuf!" seru salah satu dari mereka. Membuat semua yang ada di luar kini mengedarkan pandangan ke arah yang ditunjuk.Itu Yusuf dan lainnya. Tapi, siapa laki-laki dengan berkemeja rapih itu?"Assalamu'alaikum ....""Wa'alaikumussalam ...."Yusuf menyerahkan dua kantong besar berisi makanan pada Nailah dan Fatimah. Dua gadis muslimah itu pun menerima dan membawanya ke dalam. Setelah itu, Yusuf pun berjalan mendekat ke Aisyah dengan laki-laki itu terus mengikuti langkahnya.Tunggu, sepertinya wajah laki-laki ini tidak asing baginya. Aisyah tertegun, ia ingat siapa laki-laki yang bersama Yusuf dan yang lainnya. Beliau orang yang menemukan novelnya yang sempat terjatuh di pasar kemarin.Tapi, untuk apa dia kesini? Dan, bagaimana bisa Yusuf mengenalnya?Aisyah tersenyum kecil untuk menyambut laki-laki yang bernama Fadli itu."Kak Aisyah masih ingat dengan kakak baik yang memberikan kami makanan kemarin? Bel