"Sa--yang."Hani melihat wajah nyonya Greta yang sudah merah padam menahan amarah. Sambil memegang wajahnya. Nyonya Greta membiarkan Niko, menonjok wajah suaminya itu."Sayang, aku bisa menjelaskan semuanya.""Diam kamu, mas!""Sayang, kamulah satu-satunya di dalam hatiku. Bisa aku jelaskan semuanya padamu."Wajah Bram terlihat sangat ketakutan. Mungkin saja dia takut, apa yang dibicarakan olehnya dan seseorang tadi didengar oleh istrinya."Dari mana saja kamu mas?" Cecar nyonya Greta, menahan emosinya.Bram menghela napas panjang. Ternyata apa yang dia takutkan tak terjadi. Dia berpikir istrinya telah mendengar perbincangannya tadi dengan Naya. Pertanyaan nyonya Greta barusan membuat hatinya lega. Tapi apa alasan Niko memukul dirinya."Jawab mas!" Suara nyonya Greta meninggi. Sepertinya dia sudah tak tahan dengan sikap dan kelakuan suaminya itu."Sayang, aku baru pulang dari perusahaan kita. Melihat perkembangan perusahaan, karena selama ini kamu kan sedang sakit. Jadi aku berniat
"Apa yang kamu lakukan?" Geram Bram tak suka."Aku melakukan apa yang aku inginkan. Tak ada urusannya denganmu. Sebenarnya aku yang harus bertanya, apa yang kalian lakukan di sini. Masih sepagi ini, dan kalian sudah mulai bermain," jawab Niko santai."Apa maksud kamu Bram. Kami di sini ingin bertemu klien baru kami," tukas Bram membela dirinya, diikuti anggukan tanda setuju dari Naya."Aku tak perduli, bagiku mendapatkan satu bukti sudah lebih dari cukup.""Kau jangan coba macam-macam denganku!" Tantang Bram penuh emosi."Aku ingin melihat sejauh mana keberanian kamu," cibir Niko menegaskan.Membuat wajah Bram memerah menahan amarah.Sedang Niko tersenyum puas, berhasil memprovokasi Bram.Dia pun berlalu pergi. Melihat tingkah Bram membuat dia semakin emosi. Yang terpenting sekarang adalah selalu bersama kakaknya dan memberikan perawatan terbaik, agar bisa cepat sembuh dan mulai berkativitas lagi Saat masuk ke dalam mobil, ponsel Niko ternyata ketinggalan.Ada enam panggilan tak terja
Sebelumnya, saat Hani dan mbok Rumi akan kembali ke kamarnya masing-masing."Hani," panggil tuan Bram."Iya tuan.""Aku bosa meminta bantuan kamu?"Meski tubuh Hani sudah sangat lelah, dan menginginkan segera beristirahat. Hani mengangguk. Meminta mbok Rumi untuk kembali terlebih dahulu ke kamarnya. Karena Hani juga sangat tahu, mbok Rumi juga membutuhkan banyak istirahat."Ikuti aku," tambah Niko lagi.Hani mengikutinya dari belakang. Sejak tadi Bram mengurung diri di kamar ibunya. Membuat Niko kebingungan, bagaimana caranya untuk membersihkan tubuh kakaknya. Beruntung Hani belum kembali ke kamar miliknya. Sehingga Niko masih bisa meminta bantuannya. "Tolong bersihkan tubuh kak Greta, dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur," pinta Niko."Baik tuan," jawab Hani mengerti. Lalu melakukan tugasnya.Seharusnya sebagai suami Bram lebih peka pada kebutuhan istrinya. Namun entah kenapa sejak tadi bahkan sejak kepulangannya pag tadi Bram enggan keluar. Begitu pun saat waktunya makan.
HhhmmmmpptthhhHani terus meronta meminta dilepaskan. Berharap di dalam hatinya agar bisa terbebas dari kungkungan tubuh kekar pria, yang seharusnya masih berstatus suami baginya. Tapi tidak, kali ini dia bukan istrinya lagi. Hani sudah bertekad dalam hati, agar mengubur masa lalunya. Dan setelah masa kontraknya selesai, dia memutuskan untuk meminta cerai pada Bram.Sejak tinggal di kediaman mewah istrinya, kini Hani sudah menjadi wanita yang sangat cantik. Meski tanpa perawatan, tinggal di kota besar membuat kulit Hani semakin bersih dan terawat. Saat pulang ke rumah pagi tadi. Hani yang membuka pintu utama. Hati Bram langsung berdesir kembali. Namun apa daya, rumah ini terlalu banyak mata. Hingga akhirnya Bram memutuskan masuk ke kamar ibunya. Mendinginkan tubuhnya di bawah guyuran air dingin di dalam kamar mandi.Sepanjang hari Bram duduk di kamar mandi. Hingga makanannya pun, dibawa masuk ke dalam kamar. Berharap, rasa panas dan gejolak gairah dalam tubuhnya dapat diredam."Kamu k
Mata Bram membulat, terkejut dengan kedatangan Niko secara tiba-tiba.Dengan wajah merah padam Niko mendekati Bram, lalu tanpa ampun memukul wajah dan tubuh Bram bertubi-tubi. Niko terus memukul Bram, tanpa ada perlawanan darinya."Cukup Niko, aku bilang cukup," ucap Bram memohon, agar Niko menghentikan aksinya.Bram juga harus berpikir dua kali, jika dia ingin membalas memukul, adik kandung istrinya ini.Sedang Hani berlari dan duduk di pojok kamarnya, ketakutan.Setelah puas memukul Bram, Niko menendangnya keluar dari kamar Hani.Lalu pandangannya segera mengarah pada Hani yang ketakutan setengah mati.Bram berlalu pergi dari kamar Hani. Hening malam semakin dingin. Tapi tidak dengan Niko. Hatinya rasanya terbakar api amarah yang menggebu. Bagaimana kalau tadi dia tak keluar memutuskan untuk mencari udara segar. Walau Niko tahu Hani masih berstatus istri dari Bram. Tapi Hani tak menginginkan keberadaan Bram di sana. Biar bagaimana pun, penting untuk memperhatikan kenyamanan seseor
Pagi-pagi sekali nyonya Greta berusaha untuk bangun dan segera membersihkan diri. Sepertinya dia tak ingin penyakit yang sekarang menggerogoti tubuhnya, membuat dia terpaku di tempat tidur. Setidaknya pagi ini dia bangun dan turun ke lantai bawah, menikmati sarapan di meja makan."Selamat pagi kak," sapa Niko yang juga baru saja turun dari lantai atas.Melihat kini kakaknya sudah bisa bangun dan duduk di meja makan membuat hati Niko sedikit lega."Selamat pagi juga," balas nyonya Greta.Ibu Siti dan Nita yang sudah sejak tadi duduk di meja makan di abaikan oleh Niko. Dia malas melihat anggota keluarga yang pada saat ini sudalh mulai berani memanfaatkan kekayaan kakaknya."Lho ibu, mas Bram kemana? Sejak kemarin dia tak nampak. Apa dia tak pulang dari kemarin ya?""I--tu nak Greta, Bram masih tidur di kamar ibu," jawab ibu Siti terbata.Takut jika dia salah berbicara, dan nyonya Greta akan marah pada mereka."Kok, mas Bram tidur di kamar ibu?" Tanya nyonya Greta tak suka.Seharusnaya,
"Di mana Hani?"Tanya nyonya Greta tak sabar.Niko mengernyitkan dahi, heran atas sikap kakaknya seperti itu.Tidak biasanya nyonya Greta mengeluarkan amarah tanpa alasan. Niko melihat ke arah Bram, dan curiga sesuatu telah terjadi."Kenapa kakak mencari Hani?""Kamu adikku Niko, jangan pernah sekali pun tergoda dengan wanita tak tahu diri itu. Hanya gara-gara Hani, kamu memukul mas Bram hingga wajahnya penuh lebam begitu," ujar nyonya Greta penuh emosi.Tak suka jika seseorang menyakiti suaminya, apa lagi adik kandungnya sendiri."Aku memukulnya karena memiliki alasannya kak.""Iya kakak tahu, apa alasan kamu masuk ke kamar pelayan, Niko. Kakak tak mengerti jalan pikiran kamu. Kalau mas Bram tak mengambil foto kalian semalam, kakak tak akan mempercayai perkataannya.""Apa yang kakak katakan, Bram mengambil foto kami berdua?"Nyonya Greta mengangguk."Di mana Bram sekarang?" Geram Niko tak suka jika Bram kini sedang mengadu domba dirinya."Ada di kamar ibu mertua.""Dasar pria licik,
Nyonya Greta menghela napas panjang. Tak menyangka jika sikap Niko mulai kurang ajar apa lagi pada suaminya. Harusnya Niko bisa menghargai mas Bram. Nyonya Greta sangat heran tak biasanya seperti ini.Hani yang sejak tadi mendengar semua pertengkaran mereka memilih menghindar. Takut jika dia akan memicu pertengkaan yang lainnya."Sudah Hani, tenangkah. Mbok Rumi tahu kamu tak bersalah."Hani membalikkan badannya lalu dengan cepat mengusap pipinya. Mbok Rumi tersenyum, lalu mengelus lembut punggung Hani."Semalam mbok mendengar keributan di kamar kamu. Tapi mbok sangat takut, apa lagi ada tuan Bram dan tuan Niko yang ribut. Maafkan mbok yang tak bisa membantu kamu.""Makasih mbok, sudah percaya sama Hani."Mbok Rumi memeluk Hani dengan erat."Ya sudah, ayo kita kembali bekerja. Nyonya Greta mungkin sudah kembali ke kamarnya."Hani mengangguk menyetujui.Dia lalu bergegeas melakukan rutinitasnya, mencuci pakaian.Tapi Hani sadari, tiba-tiba Bram sudah ada di belakangnya."Hani," panggil
Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar
"Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib
"Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan
Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?
Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha
Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar
Hani mengajak Niko naik ke panggung. Niko sangat tak menginginkan situasi seperti ini. Sementara Ayunda tersenyum penuh kemenangan. Karena bujukkannya pada Hani berhasil.Hani berniat mendekati Ayunda, agar tak ada jarak di antara mereka. Tiba-tiba Hans mengikuti langkah Niko. Lalu berbisik pada Niko, membuat Niko bernapas lega. Hans pun menganggukkan kepala ke arah Hani."Terima kasih Hani, kamu sudah mewujudkan keinginanku malam ini," ucap Ayunda tersenyum."Siapa bilang aku mengijinkan kamu untuk bertunangan dengan Niko?"Pertanyaan Hani sontak membuat Ayunda terperangah kaget.Seorang pria berbadan kurus dan tinggi berpakaian jas berwarna hitam masuk ke dalam ruangan. Hani tersenyum ke arah pria itu."Harusnya aku yang akan memberikan kejutan untuk kamu Ayunda."Ucap Hani tenang, melihat wajah Ayunda memerah menahan amarah saat pria itu sudah berdiri di sampingnya."Ayunda, aku bawakan kejutan untuk kamu."Pria berjas hitam itu menyerahkan sebuah amplop pada Ayunda.Segera Ayund
"Hentikan!"Niko berteriak emosi.Melihat Ayunda begitu lihai membujuk Hani agar mau mengikuti keinginannya.Niko mendekati mereka, lalu memegang pergelangan tangan Hani. Kemudian mengajak Hani pergi dari sana."Niko!"Teriak Ayunda. Niko enggan untuk sekedar berbalik untuk melihatnya. Langkahnya semakin panjang, mengajak Hani pergi dari sana lalu masuk ke dalam mobil.Lalu memerintahkan Hans untuk melajukan mobilnya. Niko meminta Hans untuk membawa mereka kembali ke hotel.***"Hani, kamu kemana saja, sejak semalam kamu pergi dan tak memberi kabar. Apa kamu tahu aku sangat mencemaskan kamu?"Tanya Niko, yang sudah duduk berdampingan dengan Hani di sofa ruangan tengah.Hani menatap manik mata elang Niko dalam.Niko mengambil tangan Hani dan menggenggamnya. Sungguh dia sangat khawatir, karena Niko sangat tahu sifat Ayunda yang sangat ekstrim. Dia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginanya. Bahkan kalau bisa dia mengingankan mencelakakan seseorang pasti akan dia lakukan.Hani
Ayunda wanita yang sangat cantik. Dia juga seorang model yang cukup terkenal. Pertemuannya dengan Niko saat acara peresmian perusahaan baru ayahnya yang bekerja sama dengan perusahaan Niko. Keduanya lalu bertukar nomor. Dan Niko berpikir itu hanya sebatas urusan bisnis saja.Saat Ayunda menghubungi Niko, dan memintanya bertemu Niko, pikir Ayunda sudah menjadi bagian dari perusahaan ayahnya. Yang mau belajar tentang bisnis dan berbagi ilmu, itu saja.Semakin hari kedekatan Ayunda dengannya semakin membuat risih. Niko yang saat itu pikirannya sedang terbagi, antara pekerjaan dan mencari keberadaan Hani. Sikap cuek dan dingin dari Niko malah membuat Ayunda tertantang.Setiap hari Ayunda selalu memiliki alasan agar bisa bertemu Niko. Meminta Niko melakukan ini dan itu untuknya. Niko tak ingin kehidupannya terganggu oleh Ayunda berulang kali menolak Ayunda. Penolakan Niko membuat Ayunda tak pernah patah semangat."Semua pria bertekuk lutut, untuk bisa tiba di atas ranjang bersamaku. Kini