“Apa kau tidak pernah merasa kalau dirimu itu terlalu angkuh dan suka bersikap seenaknya?” Dewa memulai pembicaraan mereka lagi dengan mengajukan sebuah pertanyaan.
Pertanyaan yang tentu saja langsung dibantah Jessica, “Aku angkuh? Bagaimana kau bisa menyimpulkan tentang diriku dengan seenaknya saja?”
“Karena aku Dewa. Aku bisa tahu dan melihat apa yang sudah kau lakukan sepanjang hidupmu dan itu membuatku muak.”
“Muak? Apa itu sebuah kejahatan? Aku hanya bersikap sesuai isi hatiku, juga sesuai dengan keadaan yang terjadi di sekitarku. Apa kau ingin aku bersikap palsu seperti saat aku sedang berperan dalam sebuah film?” bantah Jessica.
“Berani membantah Dewa? Kalau kau bisa menahan diri, kau pikir Anna Briel akan mengakhiri hidupnya?”
“...”
“Kau menyadarinya?”
“Hah? Siapa yang menyadarinya? Bukankah kau ingin agar aku tidak membantahmu? Kalau Dewa berkata seperti itu, apa aku punya hak untuk membantah lagi? Aku diam karena mematuhimu.”
“...”
“Betul, kan?”
“...Dasar anak nakal. Sudahlah…,” keluh sang Dewa sembari memberikan tatapan kesal pada Jessica, menyesali kenapa salah menciptakan manusia dengan banyak bakat namun memiliki sikap yang sangat buruk. “Dan lagi seseorang tidak akan bisa menilai tentang dirinya sendiri. Karena itulah aku memberimu ingatan Anna Briel. Kau bisa merenungkan semua perbuatanmu padanya yang tergambar jelas dalam ingatan itu.”
“A-apa? Aku harus merenungkannya?”
“Ya.”
“Tunggu… Maksudmu…, apa aku akan tetap berada di dalam tubuh ini?”
“Tentu saja. Apa kau mau hidup dalam tubuh kera?”
“Ap—… Tidak!”
“Kau tahu kalau kau seharusnya sudah mati, bukan? Sudah bagus aku tidak langsung mengirimmu ke neraka.”
Mendengar itu, Jessica teringat kembali pada saat-saat terakhirnya. “Y-ya… Tapi… sebenarnya ada yang harus ku selesaikan dengan tubuhku sendiri. Aku harus kembali ke…”
Jessica tidak melanjutkan kalimatnya saat menyadari keadaan di sekitar mereka tiba-tiba berubah.
Puing-puing bangunan yang tadinya ada di sekitarnya —juga tubuh Elvin Wright— tiba-tiba menghilang, digantikan dengan pemandangan lautan api tak berujung yang membakar makhluk-makhluk di dalamnya dengan sangat mengerikan.
“Kalau kau ingin langsung kembali ke tubuhmu, maka aku juga akan langsung mengirimmu ke bawah sana. Ingin merasakan sedikit panas dari apinya?”
Setelah sang Dewa berbicara, Jessica bisa merasakan panas yang amat sangat menyengat dan menyakitkan di sekujur tubuhnya. Membuatnya langsung berteriak histeris, memohon untuk dibawa pergi dari tempat itu.
Mendengar teriakan pilu Jessica, Dewa pun membawanya kembali ke tempat mereka berada sebelumnya.
“Setuju untuk melakukan apa yang kukatakan tadi?” tanya sang Dewa dengan ekspresi mengejek.
“Y-ya… Tentu saja. Aku akan merenungkannya nanti,” sahut Jessica cepat, merasa ngeri jika harus kembali ke tempat itu lagi —yang ia duga adalah neraka. Dan lagi ia memang tidak memiliki pilihan lain di hadapan kehendak sang Dewa.
“Bagus. Sekarang kau sudah tahu kalau kau seharusnya akan langsung pergi ke tempat tadi setelah kematianmu. Kau bisa mengetahui alasannya saat menggali ingatan Anna nanti.”
“Seharusnya kau bersyukur karena malam itu Anna Briel dengan bodoh mengakhiri kehidupannya di dunia ini. Jika tidak, aku tidak akan memberikan kesempatan kepadamu untuk dapat menebus dosa-dosamu di masa lalu dalam kehidupan kedua yang sudah kuberikan,” lanjut sang Dewa.
“Jadi ini adalah sebuah kesempatan?”
“Ya. Karena itulah mulai sekarang kau akan hidup sebagai Anna Briel untuk mewujudkan semua mimpi yang belum dicapainya akibat rasa putus asa yang membuatnya mengakhiri kehidupannya sendiri. Ku rasa kau sudah tahu alasannya melakukan hal itu.”
Seperti yang Dewa katakan, Jessica memang sudah mengetahui alasan kenapa Anna mengakhiri hidupnya.
“Tapi… kalau aku hidup menggantikan Anna, bagaimana dengan kehidupan yang sudah ku perjuangkan? Bagaimana mungkin kau tega—”
“Sudah kukatakan kalau aku memberikanmu kesempatan kedua. Kalau kau ingin kembali ke tubuhmu sekarang juga, aku akan mengabulkannya. Tapi kau akan langsung kukirimkan ke lautan api tadi. Kau mau?”
‘Tsk… Ancaman itu lagi…’
“Tentu saja tidak. Maafkan aku.”
Dewa tersenyum sinis melihat ketidakberdayaan Jessica.
“Atau kau merasa tidak percaya diri kalau dirimu yang sekarang tidak akan mampu mendapatkan semua hal yang pernah kau raih sebagai seorang Jessica Wright?”
Mendapat pertanyaan itu, Jessica yang tadinya sudah mulai menyesali semua perbuatannya pada Anna hingga menyebabkan kematian gadis itu, tiba-tiba merasa terhina. Jiwa kompetitifnya tertantang.
“Bagaimana mungkin aku tidak bisa melakukannya? Kau pikir mentalku akan selemah Anna jika harus hidup dalam keadaan miskin sepertinya? Tentu saja aku akan bisa mendapatkan kembali semua hal yang sudah pernah kuraih walau hidup dalam tubuh siapa pun!”
“Benarkah?”
“Tentu saja!” sahut Jessica dengan penuh rasa percaya diri. Tapi, dalam hati ia berkata pada dirinya sendiri, ‘Lagian aku tinggal pergi ke apartemenku untuk mencuri kartu-kartu debitku. Aku bisa hidup sebagai Anna dengan semua uang itu.’ Ia ingat tabungan jutaan dollar yang ia miliki dan bermaksud menggunakannya untuk mempermudah kehidupannya dalam tubuh Anna.
Baginya, kini, tidak masalah jika harus kehilangan semua aset yang sudah dikumpulkannya dari usahanya selama belasan tahun, juga semua aset yang didapatkannya dari warisan mendiang kedua orang tuanya.
Selama bisa mengambil semua uang tabungannya untuk dapat makan dengan layak, juga memiliki tempat tinggal yang layak —yang akan dibelinya dengan uang tabungannya nanti—, ia rasa dirinya akan bisa merintis karir keaktrisannya lagi sebagai Anna tanpa perlu memikirkan keadaan ekonomi seperti yang sudah Anna alami sepanjang hidupnya. Semuanya tentu akan lebih mudah untuk dilakukan.
Dan yang terpenting, ia masih memiliki kesempatan hidup yang akan digunakannya untuk membalas dendam.
Selain itu ia juga masih memiliki seluruh ingatan dan perasaannya sendiri yang akan membantunya untuk mencapai kesuksesan seperti yang pernah diraihnya.
“Bagus. Tapi ingat, kau juga harus memperbaiki sikap terkutukmu itu. Kau harus bisa menjadi manusia yang dapat menghargai sesamamu seperti yang sudah Anna lakukan dengan tulus sepanjang hidupnya. Saat kau sudah berhasil melakukan kedua tugas itu, barulah aku akan mengembalikanmu ke tubuh aslimu lagi.”
Jessica sempat terdiam beberapa saat. Ia menggali ingatan Anna lagi untuk melihat bagaimana Anna menjalani kehidupannya, bagaimana Anna hidup sebagai orang baik berhati mulia yang sangat kontras dengan dirinya.
“Tidak masalah,” sahutnya kemudian. “Aku tinggal berakting sebagai orang baik saja, bukan? Asalkan semua orang menganggapku sebagai orang baik seperti Anna, bukankah aku akan berhasil menjalankan tugas darimu itu?”
Mendengar jawaban itu, sang Dewa mendengus kesal sembari menggelengkan kepala berulang kali.
“Kalau begitu aku akan mengembalikan tempat ini seperti semula. Ingat, jangan sampai ada orang yang tahu kalau jiwamu lah yang kini telah hidup di dalam tubuh Anna. Kalau kau sampai memberitahukan siapa dirimu yang sebenarnya pada seseorang, kau akan langsung kukirim ke neraka. Mengerti?”
“...Ya.”
“Hiduplah sebagaimana Anna biasanya dan lakukan dua hal yang kuinginkan tadi. Kau juga harus menganggap dirimu sebagai Anna mulai sekarang. Mengerti?”
“Aku mengerti.”
“Kalau begitu aku akan mengembalikan—”
“Tunggu. Sebentar…”
“Kau ingin menanyakan tentang balas dendam yang ingin kau lakukan pada manusia yang sudah membunuhmu dan yang sudah berusaha menodai Anna itu?” ucap sang Dewa, bisa mengetahui apa yang sedang Jessica pikirkan —sebenarnya Dewa juga mendengarkan semua pikiran Jessica sejak tadi dan tahu rencana Jessica untuk mencuri kartu debit dari apartemen miliknya.
“Benar. Kau tidak akan menghukumku karena hal itu, kan? Hitung-hitung…, anggap saja kalau aku sudah membantumu untuk menghukum manusia terkutuk itu. Bagaimana?”
Sang Dewa memicingkan mata, kesal pada Jessica yang sangat santai mengajaknya bernegosiasi. “Selama kau tidak membunuhnya, aku tidak akan mempermasalahkannya.”
“Terima kasih!”
“Satu lagi. Agar kau mendapat pengalaman yang lebih berarti, aku akan menghapus semua ingatanmu akan kata sandi semua kartu debitmu, juga kata sandi untuk mengakses 17 propertimu.”
Jessica yang sebelumnya sempat tersenyum penuh kemenangan membayangkan apa yang akan ia lakukan pada tunangannya, mendadak terdiam. Bahkan, selain apa yang baru saja sang Dewa sebutkan, ia juga telah kehilangan ingatan akan tanda tangannya yang sebenarnya bisa digunakannya untuk menarik uang secara manual.
“Nah, selamat ting—”
“H-hei… tunggu! Kau tidak bisa melakukan hal itu padaku!”
“Aku bisa dan sudah kulakukan. Lagian aku cuma menghapus sebagian kecil ingatanmu. Kau tidak akan kesulitan.”
“A-apa? Kau breng— Aaaaaaaaahhhhhhh…!” Jessica merasakan aliran listrik mengalir dalam tubuhnya tepat saat ia hendak mengumpat marah pada sang Dewa.
Kekuatan sambaran listrik itu jauh lebih besar dibandingkan yang ia rasakan tadi hingga membuatnya kehilangan kesadaran seketika.
❀❀❀❀❀❀❀
Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @_meowmoe_
“Anna! Apa yang kau lakukan? Ingin melompat ke bawah sana? Jangan bodoh!” seru Jessica memanggil Anna yang sedang memanjat pagar balkonnya.Tidak mendapat jawaban dari remaja itu, terutama setelah melihat Anna sudah berhasil duduk di atas pagar balkon, Jessica yang saat itu tidak berani datang mendekat takut Anna malah melompat saat ia dekati akhirnya berlari tergesa setelah melihat Anna menurunkan satu kakinya ke sisi luar bangunan.Jessica memang selalu merasa kesal pada Anna tiap kali melihat akting buruk gadis itu dalam semua kesempatan casting yang perusahaan mereka berikan. Ia juga sangat marah setelah melihat Joseph merangkul Anna di atas ranjangnya. Tapi dia juga tidak ingin Anna sampai mengakhiri hidupnya karena semua hal itu.Jessica sebenarnya sangat menyayangi Anna yang dianggapnya memiliki potensi besar untuk menjadi seorang aktris top. Hanya saja gadis itu masih belum menemukan kepercayaan diri tiap kali berdiri di depan kamera, hingga membuatnya selalu terlihat lesu tiap
Di sebuah gedung 20 lantai.Elvin duduk di belakang meja kerjanya, membiarkan komputer menyala sementara ia termenung mengenang kembali kejadian aneh yang dialaminya di ruang perawatan Jessica.Sikap dan cara berbicara remaja bernama Anna Briel yang sempat berdebat dengannya di sana —sebelum akhirnya kejang-kejang dan jatuh pingsan— membuat konsentrasinya dalam bekerja menurun drastis selama beberapa jam belakangan. Elvin bahkan masih duduk termenung di kantornya walau hampir seluruh karyawannya telah pulang.“Kakek juga merasakan sesuatu yang janggal dari dirinya, bukan?” Elvin mengingat Norman Wright yang biasanya tidak pernah tertarik berinteraksi apalagi berhubungan dengan orang asing —kecuali sedang bertransaksi bisnis— malah meminta tetap tinggal untuk melihat kondisi Anna sementara ia kembali ke kantornya.Sewaktu kejadian, Norman sebenarnya berada tepat di belakang Elvin ketika mereka memergoki Anna hendak melakukan sesuatu pada peralatan penunjang hidup Jessica, tapi Anna tida
Karena sudah menjadi kebiasaan sejak masih berada di tubuh aslinya, Jessica —mulai sekarang akan disebut sebagai Anna— terbangun sebelum fajar menyingsing. Saat itu masih pukul 4 pagi dan dia tidak melihat Sherly lagi di sampingnya.“Dia bangun lebih pagi dariku?”Saat sedang bertanya-tanya, ingatan Anna muncul begitu saja dalam benaknya —seperti biasanya—, menggambarkan rutinitas Sherly yang memang sudah terbiasa bangun di pagi hari untuk pergi bekerja sambilan dan baru akan kembali lagi pada pukul 5.30 pagi.“Dia bekerja sebagai penyapu jalan setiap hari? Astaga, apa dia tidak akan terkena masalah karena bekerja seperti itu di bawah umur?”Ingatan berikutnya adalah ingatan mengenai kebiasaan Anna. Di pagi hari, Anna biasanya akan mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti mencuci, memasak untuk sarapannya, sarapan ayahnya, juga sarapan Sherly. Sementara ibunya —sama seperti Sherly— sudah berangkat sejak jam 4 pagi untuk bekerja sebagai asisten di beberapa rumah tangga.“Jadi di pagi h
“Astaga! Bikin kaget saja!” umpat Anna kesal, melihat Dewa sudah berdiri di depan pintu rumah keluarga Briel.“Mau pergi ke mana sepagi ini? Bukannya kau harus pergi ke sekolah?”“Kau sendiri, apa yang kau lakukan sepagi ini di depan rumah orang? Apa kau tidak sibuk? Bukannya kau Dewa?” Anna yang merasa kesal setelah dikejutkan sang Dewa, balik bertanya dengan tatapan marah.“Kau tidak berhak mengetahui pekerjaanku.”“Kau juga tidak ber— Aaaaaahhhhh…! Kau f**k! Aaaaaaahhhh…”Anna jatuh terduduk mendapat sengatan listrik kecil dari dalam tubuhnya. Tahu penyebabnya, ia pun dengan sangat terpaksa menahan diri untuk tidak mengucapkan kalimat kasar lagi walau sebenarnya sangat ingin menghamburkan semua kalimat kasar yang ada dalam benaknya pada sosok yang sangat dibencinya itu.“Masih berani berbicara kasar padaku?”“...T-tentu saja tidak.”“Cuma itu?”“Apa lagi yang harus kukatakan?!”“Belajarlah meminta maaf setelah melakukan kesalahan.”“Salah? Apa itu salah? Aku cuma berbicara sesuai de
Tidak seperti yang Silvia harapkan, Anna justru tertawa terkekeh. Ekspresi cerah dan tenangnya masih tidak berubah.“Kau menanyakan pertanyaan aneh. Sekarang aku akan bertanya padamu. Kalau aku diam dan tidak menanggapi dirimu yang sedang berbicara padaku, apa kau tidak akan marah? Bukankah itu tidak sopan?”“Kau—”“Kalau aku salah, tolong katakan di mana kesalahanku. Ayo kita membahasnya baik-baik.”Merasa jika Anna sedang membuatnya terlihat bodoh, Silvia yang tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu sepanjang hidupnya, secara refleks maju mendekat, berniat untuk menyerang Anna secara fisik.“Duduk semua. Kelas akan segera dimulai,” suara berat seorang pria menghentikan niat Silvia, juga anggota gengnya yang sudah merapat mengelilingi Anna di sekitar mejanya.Pria berusia akhir 30an itu, yang merupakan guru kelas pagi mereka, kemudian menatap ke arah kerumunan di mana Silvia dan para gengnya sedang mengepung meja Anna, lalu mengernyitkan alis dan menegur mereka, “Apa yang kalia
Mengikuti kebiasaan ‘Anna’ sepulang sekolah, Anna langsung pergi ke gedung yang dikhususkan untuk para anggota klub yang menjalani kegiatan ekstrakurikuler. Karena jam pelajaran murid-murid kelas dua biasanya selalu berakhir lebih cepat 45 menit dibandingkan kelas tiga, Sherly yang sudah dibiayai ibu mereka untuk ikut salah satu klub biasanya akan berada di sana sambil menunggu jam pelajaran Anna berakhir sebelum pulang bersama ke rumah mereka. Tapi Sherly bukan sekedar mengikuti kegiatan klub musik hanya untuk mengisi waktu luang atau memanfaatkan kesempatan bersosialisasi yang ibunya berikan. Sherly sebenarnya sangat berbakat dalam bernyanyi dan sangat menyukai musik hingga ia tidak pernah absen sekalipun dari kegiatan klub, walau ia sebenarnya merasa tidak nyaman berada di antara para murid yang tergabung dalam klub musiknya, hanya karena statusnya yang berasal dari keluarga miskin. Kembali pada bakat bernyanyi Sherly tadi, karena itu juga ‘Anna’ rela menyisihkan sebagian besar p
‘Oh, astaga... Mereka ini...’ Entah kenapa Anna merasa sedikit malu karena terlalu banyak mengobrol —yang tidak mungkin akan dilakukannya andai berada dalam tubuh aslinya— dengan para murid sekolahan ini, yang memiliki rentang usia 13-14 tahun lebih muda dari usia aslinya. “Senang bisa mengobrol dengan Kakak,” ucap salah satu siswi, yang hanya dibalas Anna dengan senyuman kaku. Dirinya yang dulu biasanya tidak mau membuang waktu untuk mengobrol bersama para junior yang berusia jauh lebih muda karena menganggap jika berbicara pada mereka tidak akan menambah pengetahuannya sama sekali. Jessica yang sangat haus akan pengetahuan baru biasanya selalu mencari lawan bicara yang ia nilai akan menambah wawasannya saja. “Ternyata Kak Anna menyenangkan juga ya diajak ngobrol,” ucap siswi lain. Anna berpaling pada siswi itu sembari memaksa tersenyum ramah. “Benarkah?” “Iya… Habisnya Kakak biasanya cuma duduk diam saja. Seperti tidak ingin diajak berbicara,” sahut siswi itu, menanggapi pertan
Bukan hal mudah untuk meyakinkan operator CCTV agar bersedia menunjukkan rekaman dari kamera pengawas sekolah. Bukan karena hal itu terlarang, namun lebih pada siapa orang yang memintanya. Andai yang meminta adalah siswa lain, mungkin operator akan mengizinkan dengan mudah. Karena yang memintanya hanyalah Anna ‘si anak beasiswa’, maka operator yang bertugas langsung mengabaikannya. Siapa yang tidak mengenal Anna dan Sherly Briel di sekolah para anak orang kaya ini? Hanya kedua siswi itulah batu di antara ratusan berlian yang bertaburan di SMA paling bergengsi ini. Karena itulah tidak ada yang tidak mengenali mereka, sekaligus memedulikan mereka jika sedang dalam masalah. “Adikku… Adik saya kemungkinan sudah diculik. Saya cuma ingin memeriksa rekaman CCTV saja,” Anna berusaha meyakinkan operator yang sebenarnya terlihat lebih muda dari usia dirinya yang asli jika berada dalam tubuhnya sendiri, hingga hampir saja ia bicara agak ketus padanya. Melihat Anna bersikukuh dengan permintaan
Anna masih diam terpaku menatap Joseph dengan ekspresi tak percaya. Wajah terkejutnya baru berangsur normal setelah menebak kalau Dewa memang tidak menghapus ingatan mereka bertiga, hanya mengubah keadaan ‘Anna’ saja.“Apa yang kau lakukan? Cepat bawa dia masuk!”Teriakan marah terdengar dari dalam bangunan. Sosok pria berekspresi dingin yang menjadi orang kepercayaan Simon untuk memimpin pasukan penculik menodongkan senjata api ke arah mereka.Takut dengan ancamannya, Joseph buru-buru menarik lengan Anna, membawanya pergi memasuki bangunan.Begitu masuk ke dalam bangunan, Anna langsung melihat Sherly yang spontan meronta-ronta begitu melihatnya muncul di pintu. Menggeleng pelan pada Sherly, Anna berbicara penuh percaya diri berusaha menenangkan Sherly dan berjanji akan menyelamatkannya tanpa memedulikan ejekan para penculik pada perkataannya.Setelah memastikan ketiga sandera baik-baik saja—selain hanya diikat di kursi—Anna mengalihkan pandangan pada Richard Lee yang berdiri mematung
Pukul 7.55 malam di Cross X Cafe.Sudah hampir jam 8 malam namun Sherly, William, dan Ivy Lee—manajer She Will—tak kunjung tiba di Cross X Cafe padahal para tamu undangan sudah berkumpul.Orin dan Anna baru tahu ponsel ketiganya tidak aktif setelah mencoba menghubungi untuk menanyakan posisi mereka.Merasa ada yang mencurigakan, Anna mencoba menghubungi Rosana untuk menanyakan apakah Sherly singgah di rumah pantai untuk menjemput, namun Rosana mengatakan Sherly tidak singgah dan hanya meneleponnya untuk datang ke Cross X Cafe bersama pengawal yang Elvin tugaskan untuk menjaga mereka. Rosana juga sedang dalam perjalanan, malah sudah hampir tiba.“Elvin juga belum datang. Tumben sekali dia terlambat?” pikir Anna, ingat kalau Sherly juga mengundang Elvin datang ke pesta namun Elvin tak kunjung muncul setelah hampir satu jam berlalu.Kejutan lain Anna dapat ketika mengetahui nomor telepon Elvin juga sedang tidak aktif.Merasa ada yang tidak beres, ia pun menghubungi Rainhard dan untungnya
“Ya, Sherly?” sahut Anna riang menjawab panggilan telepon Sherly.Anna memang ingin segera kembali ke tubuh aslinya, namun merasa sedikit tidak rela jika harus terpisah dari Sherly dan Rosana yang sudah dianggapnya sebagai adik dan ibunya sendiri.Sejak hidup bersama mereka, ia seperti merasa berada di dalam keluarganya sendiri seperti di masa kanak-kanak sewaktu keluarganya masih lengkap. Memiliki ayah, ibu, dan saudara untuk berbagi cerita kesehariannya.Karena itulah tiap kali berbicara dengan salah satu dari mereka—termasuk Roman Briel—hatinya selalu merasa nyaman seakan mereka adalah keluarga kandungnya sendiri.“Apa Kakak ada kesibukan malam ini?”“Pengambilan gambar mungkin sudah berakhir di sore hari. Kakak akan meluangkan waktu untukmu kalau kau ingin bersama Kakak,” sahut Anna.Sherly tidak langsung menanggapi. Ia tersenyum gembira, senang karena Anna selalu mau meluangkan waktu untuknya saat dibutuhkan.“Sherly? Apa ada masalah?”“Oh… tidak… Itu…, Sherly mau mengundang Kakak
Di sebuah bangunan terbengkalai berlantai dua, di pinggiran Kota X…Richard Lee mengorek-ngorek tungku perapian menggunakan ranting yang biasa dipakainya untuk memperbaiki posisi kayu bakar dan arang dalam tungku tersebut.Sudah selama 3 minggu lebih sejak pelariannya dari kejaran orang-orang Rainhard Rover, Richard yang terbiasa hidup berdampingan dengan peralatan modern harus hidup dalam keadaan yang disebutnya sebagai dunia primitif.Tidak bisa menggunakan internet takut pihak pencari jejak Rainhard bisa mengendus keberadaannya, membuat Richard yang tidak pernah lepas dari internet dan perlengkapan modern sudah hampir gila.Selain itu ia juga harus bersembunyi di bangunan terbengkalai tersebut tanpa berani menyalakan listrik, takut drone pencari menemukan lokasi persembunyiannya di malam hari.Semenakutkan itulah tim pemburu Rainhard Rover, juga Leon yang bisa melacak keberadaan seseorang melalui sinyal SIM card.Richard menghentikan kegiatan memperbesar bara api untuk merebus air s
“Nona Green! Kenapa tidak melakukan pergerakan sesuai dengan koreografi yang sudah dilatih?!” teriak Lucas dari depan monitor pemantaunya.Terlihat jelas Lucas tidak repot-repot menyembunyikan kemarahannya. Ia merasa sangat frustrasi karena kesalahan yang Sharon lakukan telah merusak suasana bagus di gelanggang buatan itu, dan mungkin akan susah untuk didapatkan kembali apabila adegannya sampai diulangi.“M-maaf, Tuan Rose. S-saya…”“Tidak apa-apa, Tuan Rose. Kita bisa mengulanginya,” Anna menyela sembari berjalan menghampiri Sharon. “Ayo kita ulangi dari awal, Sharon,” Anna berdiri di hadapan Sharon sembari mengulurkan tangan, kemudian membantu Sharon berdiri dengan mengaitkan lengannya ke lengan Sharon.“Astaga… kau ini…” Sharon langsung membungkukkan badan begitu berdiri, menopang tubuhnya yang gemetar dengan kedua tangan di atas paha. “Sial… aku benar-benar ketakutan serasa sedang berhadapan dengan Sasha asli,” ucap Sharon sembari mendongak, menatap Anna yang kini sedang tidak bera
Mengikuti kebiasaan Sasha Volkova dalam tiap pertandingan, Anna berjalan menuju ring dengan langkah lebar, seperti terburu-buru ingin segera menyelesaikan pertarungan lalu pulang setelahnya. Itulah kesan yang selalu Sasha tinggalkan pada para penggemar.Seperti kebiasaan Sasha juga, Anna tidak menoleh sekalipun pada para penonton yang bersorak menyemangati, ia terus berjalan dengan kepala menunduk menyembunyikan wajah, memberikan kesan misterius sekaligus memengaruhi mental lawan.Tidak ada gaya mengepalkan tinju di depan dada seperti yang sering terlihat dari para petinju yang suka berjalan sembari meninju udara. Anna hanya berjalan dengan langkah cepat bagai pembunuh berdarah dingin yang ingin segera menghabisi lawan.Untuk apa yang dilakukannya sedari muncul dari balik tirai, Anna sudah benar-benar berhasil membuat dirinya terlihat seperti Sasha asli, membuat Dimitri yang melihatnya merasa bernostalgia dan mulai berkaca-kaca teringat pada mendiang putrinya.Bahkan atlet yang berpera
Setelah Anna pergi, Thomas mengajak Lucas mengobrol, membahas tentang lokasi pengambilan gambar yang ia rasa kurang terasa seperti di sebuah arena tinju. Walau kru film berhasil mendekorasi sasana tinju dan menyulapnya mirip seperti arena tinju sungguhan, tetap saja —menurut Thomas— akan jauh lebih baik lagi jika pengambilan gambar dilakukan di arena tinju yang sebenarnya. Akan lebih hidup.Lucas mengangguk setuju. Sangat disayangkan Kota X tidak memiliki gelanggang tinju besar. Kota X memang sangat maju, namun hanya ada aula-aula bisnis dan gedung pertunjukan saja di sana. Luasnya pun hanya sedikit lebih besar dari sasana tinju Cross X. Karena itulah Lucas lebih memilih untuk menggunakan sasana tinju milik Joey itu saja dibandingkan harus menyewa sebuah gedung pertunjukkan walau dana yang mereka miliki —setelah disponsori Wright Entertainment— cukup besar.Awalnya, Lucas juga merasakan hal yang sama setelah melihat lokasi pengambilan gambar itu. Namun demikian Lucas tetap optimis film
Seluruh persiapan untuk memulai proyek film Sasha Volkova sudah mencapai tahap final. Pemeran Sasha dan Vernon remaja sudah di audisi. She Will juga sudah memulai rekaman untuk lagu tema film.Baik Anna, Carmen, dan 3 atlet tinju wanita yang akan memerankan tokoh pendukung —sebagai 3 lawan berat Sasha sebelum bertemu Sabrina Witch— juga rutin berlatih di sasana tinju Cross X, milik Joey, yang RHP sewa sebagai pusat pelatihan para aktris, juga akan menjadi tempat pengambilan gambar untuk 3 pertandingan awal.Setelah pesta yang Felix Quil dan Chen Feng Yu —produser— adakan untuk menciptakan chemistry di antara para aktor, aktris, dan seluruh kru film yang bekerja sama dalam film Sasha Volkova, hari di mana pengambilan gambar perdana film Sasha Volkova pun akhirnya tiba.William dan Sherly adalah aktor dan aktris pemula yang pertama kali melakukan pengambilan gambar. Sebagai cameo pemeran Vernon dan Sasha, siapa sangka Sherly memiliki bakat akting yang cukup baik jika harus dibandingkan d
Melihat bagaimana manis dan lembutnya profil wajah Anna yang menurutnya jauh lebih cocok sebagai seorang idol dibandingkan aktris seni peran, Dimitri tidak begitu antusias saat mengetahui bahwa Anna lah yang akan memerankan Sasha. Hanya karena Anna putri sahabatnya saja pria itu memilih diam dan setuju menggunakan Anna sebagai pemeran utama.Awalnya Lucas pernah menyodorkan profil Jessica pada Dimitri. Melihat bagaimana ketegasan wajah Jessica yang mirip dengan Sasha, Dimitri menyetujui untuk mengangkat kisah mendiang putrinya itu ke layar lebar. Namun setelah tahu Jessica sedang mendapatkan musibah, ia pun pasrah karena tidak bisa meminta Lucas untuk memakai jasa Jessica lagi —mereka sudah menandatangani kontrak, dan Dimitri sudah menghabiskan sebagian besar uangnya.Baru setelah Roman meminta Anna untuk menunjukkan aksi bertinjunya, Dimitri akhirnya bersemangat kembali. Walau Anna masih belum menunjukkan gaya bertarung yang serupa dengan Sasha, namun semua gerakan dan teknik tinju da