Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @_meowmoe_
Tidak seperti yang Silvia harapkan, Anna justru tertawa terkekeh. Ekspresi cerah dan tenangnya masih tidak berubah.“Kau menanyakan pertanyaan aneh. Sekarang aku akan bertanya padamu. Kalau aku diam dan tidak menanggapi dirimu yang sedang berbicara padaku, apa kau tidak akan marah? Bukankah itu tidak sopan?”“Kau—”“Kalau aku salah, tolong katakan di mana kesalahanku. Ayo kita membahasnya baik-baik.”Merasa jika Anna sedang membuatnya terlihat bodoh, Silvia yang tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu sepanjang hidupnya, secara refleks maju mendekat, berniat untuk menyerang Anna secara fisik.“Duduk semua. Kelas akan segera dimulai,” suara berat seorang pria menghentikan niat Silvia, juga anggota gengnya yang sudah merapat mengelilingi Anna di sekitar mejanya.Pria berusia akhir 30an itu, yang merupakan guru kelas pagi mereka, kemudian menatap ke arah kerumunan di mana Silvia dan para gengnya sedang mengepung meja Anna, lalu mengernyitkan alis dan menegur mereka, “Apa yang kalia
Mengikuti kebiasaan ‘Anna’ sepulang sekolah, Anna langsung pergi ke gedung yang dikhususkan untuk para anggota klub yang menjalani kegiatan ekstrakurikuler. Karena jam pelajaran murid-murid kelas dua biasanya selalu berakhir lebih cepat 45 menit dibandingkan kelas tiga, Sherly yang sudah dibiayai ibu mereka untuk ikut salah satu klub biasanya akan berada di sana sambil menunggu jam pelajaran Anna berakhir sebelum pulang bersama ke rumah mereka. Tapi Sherly bukan sekedar mengikuti kegiatan klub musik hanya untuk mengisi waktu luang atau memanfaatkan kesempatan bersosialisasi yang ibunya berikan. Sherly sebenarnya sangat berbakat dalam bernyanyi dan sangat menyukai musik hingga ia tidak pernah absen sekalipun dari kegiatan klub, walau ia sebenarnya merasa tidak nyaman berada di antara para murid yang tergabung dalam klub musiknya, hanya karena statusnya yang berasal dari keluarga miskin. Kembali pada bakat bernyanyi Sherly tadi, karena itu juga ‘Anna’ rela menyisihkan sebagian besar p
‘Oh, astaga... Mereka ini...’ Entah kenapa Anna merasa sedikit malu karena terlalu banyak mengobrol —yang tidak mungkin akan dilakukannya andai berada dalam tubuh aslinya— dengan para murid sekolahan ini, yang memiliki rentang usia 13-14 tahun lebih muda dari usia aslinya. “Senang bisa mengobrol dengan Kakak,” ucap salah satu siswi, yang hanya dibalas Anna dengan senyuman kaku. Dirinya yang dulu biasanya tidak mau membuang waktu untuk mengobrol bersama para junior yang berusia jauh lebih muda karena menganggap jika berbicara pada mereka tidak akan menambah pengetahuannya sama sekali. Jessica yang sangat haus akan pengetahuan baru biasanya selalu mencari lawan bicara yang ia nilai akan menambah wawasannya saja. “Ternyata Kak Anna menyenangkan juga ya diajak ngobrol,” ucap siswi lain. Anna berpaling pada siswi itu sembari memaksa tersenyum ramah. “Benarkah?” “Iya… Habisnya Kakak biasanya cuma duduk diam saja. Seperti tidak ingin diajak berbicara,” sahut siswi itu, menanggapi pertan
Bukan hal mudah untuk meyakinkan operator CCTV agar bersedia menunjukkan rekaman dari kamera pengawas sekolah. Bukan karena hal itu terlarang, namun lebih pada siapa orang yang memintanya. Andai yang meminta adalah siswa lain, mungkin operator akan mengizinkan dengan mudah. Karena yang memintanya hanyalah Anna ‘si anak beasiswa’, maka operator yang bertugas langsung mengabaikannya. Siapa yang tidak mengenal Anna dan Sherly Briel di sekolah para anak orang kaya ini? Hanya kedua siswi itulah batu di antara ratusan berlian yang bertaburan di SMA paling bergengsi ini. Karena itulah tidak ada yang tidak mengenali mereka, sekaligus memedulikan mereka jika sedang dalam masalah. “Adikku… Adik saya kemungkinan sudah diculik. Saya cuma ingin memeriksa rekaman CCTV saja,” Anna berusaha meyakinkan operator yang sebenarnya terlihat lebih muda dari usia dirinya yang asli jika berada dalam tubuhnya sendiri, hingga hampir saja ia bicara agak ketus padanya. Melihat Anna bersikukuh dengan permintaan
Begitu tiba di sisi luar gerbang sekolah, Anna langsung melihat Sherly yang sedang duduk dengan kepala tertunduk di antara Silvia dan anggota gengnya. Anna sama sekali tidak pernah menyangka jika Silvia akan membawa Sherly pergi bersama mereka karena sepengetahuannya —tentu saja dari ingatan ‘Anna’— Silvia tidak pernah mau mengganggu Sherly. Silvia takut jika William yang disukainya itu akan semakin membencinya karena sudah mengganggu teman sekelasnya, karena William sudah pernah mengatakan pada Silvia jika dia tidak suka gadis perusuh seperti dirinya saat Sherly menyatakan perasaannya dulu. “Akhirnya kau datang juga. Kau pasti kebingungan mencarinya, kan? Yah…, andai dia punya ponsel, aku pasti akan mengirim pesan padamu. Kalian miskin sekali sih, sampai ponsel saja dia tidak punya?” ejek Silvia yang sudah berdiri sejak melihat kemunculan Anna yang sudah ditunggunya di tempat itu hampir satu jam lamanya. Anna yang masih mengatur napas setelah berlari tanpa henti dari lantai 4 gedu
Anna melambaikan tangan pada Sherly yang akhirnya mau diajak William pergi setelah dibujuknya dengan susah payah. Apa yang ingin dilakukannya nanti adalah hal yang sangat rahasia. Anna tidak ingin Sherly mengetahuinya, karena itulah dia memaksa Sherly dan William pergi sementara dia tetap tinggal —walau Anna sebenarnya tidak peduli jika William sampai tahu akan apa yang ingin dilakukannya. Clap… clap… clap… Suara tepuk tangan Silvia membawa perhatian Anna kembali pada gadis itu. Seperti tahu apa yang sedang Anna pikirkan —saat melihat Anna menatap dua buah benda yang berada di atas gerbang sekolah mereka—, Silvia menatap ke arah dua CCTV di atas gerbang sekolah mereka sambil tersenyum dan melambaikan tangannya, seakan ingin menyapa orang yang berada di belakang monitor pemantau kamera keamanan itu. “Kau pikir apa yang kami lakukan padamu di sini akan sampai ke tangan Polisi, hah?” Silvia menghampiri Anna dan tersenyum mengejek padanya. “Jangan pikir kau bisa meminta barang bukti d
Bakkk… Bakkk…! Anna melayangkan tinju ke perut dan rusuk Silvia secara berturut-turut, membuat gadis itu langsung meringis menahan sakit yang tidak pernah dirasakannya sepanjang hidup, lalu jatuh tersungkur bersamaan dengan suara rintihan pilunya. Tidak sampai di situ, Anna langsung bergerak ke sisi kirinya, menyerang anggota geng lain yang masih tertegun atas apa yang baru saja ia lakukan. Bukan hanya pada satu orang, Anna terus melakukan serangan dengan sangat cepat pada semua siswi perundung itu sampai mereka terkapar dan tak sanggup berdiri akibat rasa sakit di rusuk dan perut mereka yang menjadi incaran tinjunya. Setelah menyelesaikan rencananya dengan sangat sempurna, Anna berdiri sambil menatap kedua kepalan tangannya bergantian. ‘Wah… tenaga anak ini sangat kuat. Bahkan tenagaku yang rajin berolahraga saja kalah darinya. Apa ini karena pekerjaan sambilannya? Atau karena bakat yang ia dapatkan dari ayahnya?’ Anna menurunkan kedua tangannya, menatap delapan siswi yang sedang
Anna mengerjapkan kedua matanya berulang kali saat akhirnya tersadar setelah mendapatkan setruman maut dari sang Dewa. Melihat langit-langit ruangan tempatnya berada, ingatan ‘Anna’ di mana tempat keberadaannya saat ini tiba-tiba muncul dalam benak Anna. Itu adalah ingatan ‘Anna’ —yang sudah berulang kali berada di ruangan ini setelah mendapat rundungan dari Silvia dan anggota gengnya— yang langsung mengirimkan sinyal ke otak Anna, memberitahu jika dirinya sekarang sedang berada di ruang UKS. “Siapa yang membawaku ke sini?” Anna bergumam sebelum akhirnya menoleh dan melompat duduk di atas ranjang UKS setelah menemukan pria berpakaian serba hitam, yang dikenalinya sebagai sang penguntit, yang sudah menguntit dirinya dan Sherly sepanjang perjalanan berangkat ke sekolah, sedang duduk tepat di samping ranjangnya. Rasa terkejutnya berubah menjadi kemarahan setelah menyadari jika pria itu terlihat seakan dalam keadaan hidup tanpa nyawa, seperti sedang berada dalam ruang waktu yang terhent