“Haaahhh... dipikir berapa kali pun tetap membuatku bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?” keluh Jessica pelan sembari menggosok-gosok hidungnya yang sangat peka dengan aroma khas rumah sakit.
Mengabaikan ingatan membingungkan itu, Jessica menghela napas panjang saat mengambil kembali ingatan dari kenangan kehidupan yang telah Anna jalani, yang kini tertanam dengan sangat jelas di dalam ingatannya sendiri.
“Jadi ini yang dia rasakan selama ini?”
Setelah jiwanya masuk ke dalam tubuh Anna dan mendapatkan ingatan gadis itu secara ajaib, barulah ia tahu apa yang selama ini Anna rasakan.
Karena itu juga ia merasa sangat menyesal atas apa yang telah dituduhkannya dengan sangat kejam pada Anna di malam kejadian itu hingga Anna nekat melompat dari balkonnya, padahal Anna tidak pernah merayu tunangannya. Justru tunangannya lah yang selalu berusaha merayu gadis SMA itu.
Dalam ingatan Anna yang muncul begitu saja di benaknya, malam itu Anna datang ke apartemennya karena ingin melaporkan usaha demi usaha pelecehan seksual yang sudah tunangannya lakukan. Sayangnya Jessica saat itu belum pulang dari kantornya dan Anna malah bertemu tunangannya yang kebetulan sedang menunggu Jessica juga di dalam apartemennya.
Dari ingatan tersebut ia akhirnya tahu kalau Anna adalah gadis yang sangat baik, jujur, juga pekerja keras. Anna bahkan masih memikirkan nama baik Jessica dan tunangannya hingga ingin melaporkan tindakan pelecehan seksual itu secara pribadi dan tertutup hanya pada Jessica. Padahal sebagai seorang aktris pendatang baru, Anna yang selalu kesulitan mendapatkan peran dalam sebuah film seharusnya bisa memanfaatkan keadaan itu untuk mendapatkan simpati dari masyarakat demi mempermudah karirnya.
Selain itu Jessica juga baru tahu kalau tindakan nekat Anna saat itu adalah hasil dari menumpuknya rasa putus asa yang Anna rasakan setelah menjalani karir buruknya sebagai seorang aktris pemula.
Anna yang baru 6 bulan merintis karirnya sebagai aktris telah banyak menerima kata-kata hinaan dari Jessica yang muak melihat cara Anna berakting, yang dianggapnya sangat buruk.
Sudah banyak rasa sakit yang menumpuk di dalam hati Anna akibat sikap kasarnya, belum lagi ditambah kehidupan berat yang Anna jalani sebagai salah satu anak dari pasangan miskin. Sakit hati juga selalu Anna rasakan setelah hampir setiap hari menerima hinaan dari orang-orang di tempat kerja sambilannya, juga rundungan dari teman-temannya di sekolah.
Anna yang masih bisa berbesar hati walau harus menerima banyak hinaan sepanjang hidupnya itu pada akhirnya tidak bisa menahan sakit hatinya lagi setelah menerima kata-kata kejam darinya di malam itu, yang menyebut Anna sebagai pelacur licik, mengira Anna telah memperdaya dan merayu tunangannya. Kata-kata itulah yang memicu Anna untuk mengakhiri hidupnya.
“Seharusnya bukan kita berdua yang mengalami kejadian ini, bukan?” sesal Jessica, sadar tunangannya telah membuatnya salah paham, juga sudah membuat Anna hidup dalam rasa khawatir.
Menatap wajah kabur Anna yang terpantul di kaca jendela, Jessica berjanji pada gadis itu, “Sebagai permintaan maaf, aku akan membalaskan apa yang sudah dia lakukan pada kita berdua. Aku berjanji padamu."
❀
Setelah membulatkan tekad untuk membalas apa yang sudah tunangannya lakukan pada dirinya dan Anna, Jessica yang sudah selama dua hari ini memikirkan cara untuk dapat kembali ke tubuh aslinya berniat untuk pergi ke ruangan lain di mana tubuh aslinya berada.
Menurutnya, jika jiwanya telah berpindah ke dalam tubuh Anna, maka jiwa Anna pastilah sedang berada di dalam tubuhnya juga.
Jika ingin balas dendam, ia harus mendapatkan tubuh aslinya terlebih dahulu karena dengan dirinya sendirilah ia akan memiliki sumber daya untuk bisa menghancurkan kehidupan tunangannya yang ia tahu memiliki dukungan dari banyak orang kuat yang berada di belakangnya.
Seperti cara tubuh mereka tertukar, Jessica menebak dirinya dan Anna mungkin akan bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing andai keduanya mati sekali lagi.
“Aku tinggal menusuk jantung dari tubuh asliku lalu aku akan melakukan bunuh diri setelahnya, dengan begitu jiwa kami akan kembali ke tubuh asli kami, kan?” pikirnya.
Cara sederhana itulah yang paling masuk akal baginya. Bagaimana cara mereka bisa sampai bertukar tubuh, begitu juga cara yang harus mereka lakukan jika ingin kembali. “Benar, sesuatu yang aneh kadang terjadi dengan proses yang sangat sederhana.”
Sayangnya, untuk dapat masuk ke ruangan di mana tubuh aslinya berada tidaklah mudah. Kedua pengawal pribadi Jessica selalu bergantian berjaga di depan pintu.
Melihat bagaimana setianya mereka menjaga tubuhnya yang berada di dalam ruang rawat, Jessica sempat menyesal kenapa pada malam itu ia memberikan mereka libur. Andai tidak melakukannya ia pasti tidak akan bernasib seperti ini.
‘Ayo coba cara ini, ku harap akan berhasil padanya.’
Jessica sebenarnya agak sedikit iri pada wajah manis Anna yang ia rasa tidak akan membuat siapapun bosan walau menatapnya dalam waktu lama.
Anna memang tidak secantik dirinya —yang sering dikatakan memiliki wajah cantik yang berlebihan—, tapi Anna memiliki wajah manis yang sangat menyenangkan untuk dipandang dalam waktu lama.
Saat pertama kali bertemu Anna dalam audisi calon aktris Wright Entertainment di mana dirinya —selaku aktris senior juga CEO dari perusahaan tersebut— bertindak sebagai salah satu juri, Jessica sempat terpaku lama memandang wajah manis Anna yang sangat menyejukkan hati. Karena itulah pada akhirnya hanya ia sendiri yang menjadi satu-satunya juri yang meloloskan Anna walau akting gadis itu sangat buruk.
Karena itu juga, dalam 3 bulan belakangan ini, dirinya yang merasa jika kesempatan yang diberikannya pada Anna telah disia-siakan gadis itu begitu saja, selalu memarahi Anna tiap kali melihat akting buruk Anna dalam casting peran yang ditawarkan sebuah rumah produksi padanya.
‘Dengan wajah manisnya ini, aku harusnya bisa membujuk Ronald untuk pergi meninggalkan ruangan itu hanya dengan sedikit akting,’ pikir Jessica penuh percaya diri.
Jessica berjalan dengan langkah terpincang menghampiri Ronald, pengawal pribadinya. Mendalami perannya sebagai remaja yang sedang mengalami kesulitan, ia berbicara pada pria bertubuh tinggi kekar itu dengan wajah memelas yang tampak sangat alami.
“P-permisi, Pak… A-apa saya boleh meminta bantuan Bapak?”
Ronald biasanya tidak pernah peduli pada orang yang menyapa dirinya saat sedang bertugas. Tapi untuk kali ini Ronald menoleh pada gadis manis yang tampak sangat memprihatinkan itu.
“Bantuan? Apa itu?” Ronald bertanya balik dengan mata bergetar, merasa terharu hanya dengan melihat ekspresi menyedihkan Anna. Di matanya, Anna benar-benar tampak seperti anak malang yang harus ia bantu.
“Saya merasa takut berada di ruangan saya sendirian. Ingin menghubungi ibu, tapi ibu meninggalkan ponselnya. Bisakah Bapak membantu saya mencarikan ibu saya? Setahu saya, ibu sedang berada di apotek lantai 1 dan sudah terlalu lama tidak kembali ke ruang rawat inap saya.”
Melihat Ronald tampak sedang berpikir keras, Jessica melanjutkan aktingnya, “Sebagai gantinya saya akan berjaga di sini sementara Bapak membantu saya untuk mencari ibu saya. Saya mohon, Pak…”
“B-baiklah… tolong tetap di sini sampai saya kembali. Jangan pergi ke mana-mana, ok? Saya akan segera kembali.”
Jessica menatap Ronald dengan perasaan agak mendongkol. Ia memang senang telah berhasil menyingkirkan Ronald dari depan pintu, tapi merasa kesal juga karena Ronald dengan mudahnya jatuh dalam perangkap.
‘Seharusnya dia tidak boleh pergi meninggalkan penjagaan apapun yang terjadi. Bagaimana jika orang yang dikatakan sebagai para penyerang dalam berita itu datang ke sini? Bagaimana jika akulah penjahatnya? Ckckck… ceroboh sekali.’
Setelah Ronald berbelok ke koridor lain, Jessica pun bergegas masuk ke dalam ruangan.
Ingat dengan apa yang sudah dibacanya di surat kabar online, Jessica benar-benar kaget melihat kondisi tubuhnya yang tampak tidak terlalu buruk.
Mengira pemberitaan itu hanyalah berita palsu yang keluarganya karang, siapa sangka ia menemukan kondisi tubuh aslinya yang terlihat sehat hanya seperti orang yang sedang tertidur pulas.
Mengingat kembali sebanyak apa tusukan yang tunangannya berikan mulai dari punggung, pinggang, perut, dada, bahkan sampai ke wajahnya, Jessica benar-benar kaget melihat kenyataan di hadapannya yang memang tepat seperti yang dituliskan dalam berita. Hanya ada perban yang membalut perutnya alih-alih gulungan perban yang terbalut di seluruh tubuhnya seperti yang ia bayangkan.
“A-apa ini…? Apa aku memang cuma mendapatkan tiga luka tusuk seperti yang diberitakan di surat kabar online itu?”
Kembali pada rencananya semula, Jessica berusaha tersadar dari rasa herannya.
“Aku harus cepat. Ronald mungkin akan segera kembali dan memergokiku.”
Tatapan Jessica beralih pada peralatan penopang hidup yang berada di sisi kiri dan kanan tubuh aslinya. Ia kemudian mendekat menghampiri peralatan di sisi kanan ranjang, mempertimbangkan untuk mencabut sebuah selang yang terhubung ke dadanya.
‘Sepertinya dengan mencabut satu selang ini saja napasnya akan terhenti.’
Jessica menggenggam selang itu. Sambil menatap wajah dari tubuh aslinya, ia berbicara pada Anna yang ia rasa ada di dalam sana, “Ayo kita kembali ke tubuh kita masing-ma—”
“Apa yang kau lakukan?!”
Jessica buru-buru melepaskan selang dari tangannya saat mendengar suara geraman tertahan seorang pria dari arah belakangnya. Ia kemudian berbalik, melihat sosok pria yang sangat dibencinya berdiri tepat di depan pintu, sebelum akhirnya berjalan dengan langkah lebar menghampirinya.
Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @_meowmoe_
“Apa yang ingin kau lakukan?” tanya pria itu lagi. Kali ini ia berbicara sambil menghalangi Jessica dari tubuh aslinya, membuat Jessica yang sedang berada dalam tubuh Anna mau tak mau harus mundur menjauh.Sebenarnya bukan karena takut maka Jessica melangkah mundur. Ia hanya merasa jijik harus berada dekat dengan pria tampan, yang merupakan satu dari tiga orang yang paling dibencinya di dunia ini. Orang yang sudah dianggapnya sebagai musuh, yang harus dimasukkannya ke dalam penjara suatu hari nanti.‘Untuk apa si brengsek ini datang ke ruang rawat inapku?’Bagi orang lain, sudah pasti akan terlihat normal melihat Elvin Wright datang mengunjungi Jessica Wright yang merupakan anak kandung dari mendiang kedua orang tua angkatnya. Tapi tidak bagi Jessica dan keluarga besar Wright yang tahu tentang perselisihan di antara keduanya. Di mata keluarga mereka, kedua saudara angkat itu bagai musuh yang tidak akan pernah bisa didamaikan apapun keadaannya.Elvin ingin mengulang pertanyaan yang sama
Zlarrrrr…!!!Suara ledakan disertai cahaya kilat —yang terdengar sangat nyaring dan menyilaukan saat menyambar dan menghancurkan seluruh dinding ruangan— menghentikan keributan di antara Jessica dan Elvin.Jessica yang awalnya mengira sebuah bom telah jatuh ke rumah sakit itu sempat berpikir untuk melarikan diri, tapi tidak dapat menggerakkan tubuhnya sama sekali hingga sempat mengira jika dirinya ikut meledak dan mati bersama dengan suara ledakan tadi.“Apa aku mati lagi?” pikir Jessica, ingat kalau ia juga merasakan guncangan hebat menghantam tubuhnya.Mengira hanya rohnya saja yang tersisa dan hidup dengan melayang-layang di udara —setelah melihat lantai yang dipijaknya juga ikut hancur lebur oleh ledakan—, Jessica merasa heran menemukan tubuhnya —tubuh Anna— masih utuh setelah merasakan ledakan yang begitu dahsyat menimpanya.Ia juga melihat tubuh Elvin yang masih tetap utuh sedang melayang-layang di hadapannya. Tubuh pria itu diam membeku bagai sebuah manekin dengan mata terbuka y
“Apa kau tidak pernah merasa kalau dirimu itu terlalu angkuh dan suka bersikap seenaknya?” Dewa memulai pembicaraan mereka lagi dengan mengajukan sebuah pertanyaan.Pertanyaan yang tentu saja langsung dibantah Jessica, “Aku angkuh? Bagaimana kau bisa menyimpulkan tentang diriku dengan seenaknya saja?”“Karena aku Dewa. Aku bisa tahu dan melihat apa yang sudah kau lakukan sepanjang hidupmu dan itu membuatku muak.”“Muak? Apa itu sebuah kejahatan? Aku hanya bersikap sesuai isi hatiku, juga sesuai dengan keadaan yang terjadi di sekitarku. Apa kau ingin aku bersikap palsu seperti saat aku sedang berperan dalam sebuah film?” bantah Jessica.“Berani membantah Dewa? Kalau kau bisa menahan diri, kau pikir Anna Briel akan mengakhiri hidupnya?”“...”“Kau menyadarinya?”“Hah? Siapa yang menyadarinya? Bukankah kau ingin agar aku tidak membantahmu? Kalau Dewa berkata seperti itu, apa aku punya hak untuk membantah lagi? Aku diam karena mematuhimu.”“...”“Betul, kan?”“...Dasar anak nakal. Sudahlah
“Anna! Apa yang kau lakukan? Ingin melompat ke bawah sana? Jangan bodoh!” seru Jessica memanggil Anna yang sedang memanjat pagar balkonnya.Tidak mendapat jawaban dari remaja itu, terutama setelah melihat Anna sudah berhasil duduk di atas pagar balkon, Jessica yang saat itu tidak berani datang mendekat takut Anna malah melompat saat ia dekati akhirnya berlari tergesa setelah melihat Anna menurunkan satu kakinya ke sisi luar bangunan.Jessica memang selalu merasa kesal pada Anna tiap kali melihat akting buruk gadis itu dalam semua kesempatan casting yang perusahaan mereka berikan. Ia juga sangat marah setelah melihat Joseph merangkul Anna di atas ranjangnya. Tapi dia juga tidak ingin Anna sampai mengakhiri hidupnya karena semua hal itu.Jessica sebenarnya sangat menyayangi Anna yang dianggapnya memiliki potensi besar untuk menjadi seorang aktris top. Hanya saja gadis itu masih belum menemukan kepercayaan diri tiap kali berdiri di depan kamera, hingga membuatnya selalu terlihat lesu tiap
Di sebuah gedung 20 lantai.Elvin duduk di belakang meja kerjanya, membiarkan komputer menyala sementara ia termenung mengenang kembali kejadian aneh yang dialaminya di ruang perawatan Jessica.Sikap dan cara berbicara remaja bernama Anna Briel yang sempat berdebat dengannya di sana —sebelum akhirnya kejang-kejang dan jatuh pingsan— membuat konsentrasinya dalam bekerja menurun drastis selama beberapa jam belakangan. Elvin bahkan masih duduk termenung di kantornya walau hampir seluruh karyawannya telah pulang.“Kakek juga merasakan sesuatu yang janggal dari dirinya, bukan?” Elvin mengingat Norman Wright yang biasanya tidak pernah tertarik berinteraksi apalagi berhubungan dengan orang asing —kecuali sedang bertransaksi bisnis— malah meminta tetap tinggal untuk melihat kondisi Anna sementara ia kembali ke kantornya.Sewaktu kejadian, Norman sebenarnya berada tepat di belakang Elvin ketika mereka memergoki Anna hendak melakukan sesuatu pada peralatan penunjang hidup Jessica, tapi Anna tida
Karena sudah menjadi kebiasaan sejak masih berada di tubuh aslinya, Jessica —mulai sekarang akan disebut sebagai Anna— terbangun sebelum fajar menyingsing. Saat itu masih pukul 4 pagi dan dia tidak melihat Sherly lagi di sampingnya.“Dia bangun lebih pagi dariku?”Saat sedang bertanya-tanya, ingatan Anna muncul begitu saja dalam benaknya —seperti biasanya—, menggambarkan rutinitas Sherly yang memang sudah terbiasa bangun di pagi hari untuk pergi bekerja sambilan dan baru akan kembali lagi pada pukul 5.30 pagi.“Dia bekerja sebagai penyapu jalan setiap hari? Astaga, apa dia tidak akan terkena masalah karena bekerja seperti itu di bawah umur?”Ingatan berikutnya adalah ingatan mengenai kebiasaan Anna. Di pagi hari, Anna biasanya akan mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti mencuci, memasak untuk sarapannya, sarapan ayahnya, juga sarapan Sherly. Sementara ibunya —sama seperti Sherly— sudah berangkat sejak jam 4 pagi untuk bekerja sebagai asisten di beberapa rumah tangga.“Jadi di pagi h
“Astaga! Bikin kaget saja!” umpat Anna kesal, melihat Dewa sudah berdiri di depan pintu rumah keluarga Briel.“Mau pergi ke mana sepagi ini? Bukannya kau harus pergi ke sekolah?”“Kau sendiri, apa yang kau lakukan sepagi ini di depan rumah orang? Apa kau tidak sibuk? Bukannya kau Dewa?” Anna yang merasa kesal setelah dikejutkan sang Dewa, balik bertanya dengan tatapan marah.“Kau tidak berhak mengetahui pekerjaanku.”“Kau juga tidak ber— Aaaaaahhhhh…! Kau f**k! Aaaaaaahhhh…”Anna jatuh terduduk mendapat sengatan listrik kecil dari dalam tubuhnya. Tahu penyebabnya, ia pun dengan sangat terpaksa menahan diri untuk tidak mengucapkan kalimat kasar lagi walau sebenarnya sangat ingin menghamburkan semua kalimat kasar yang ada dalam benaknya pada sosok yang sangat dibencinya itu.“Masih berani berbicara kasar padaku?”“...T-tentu saja tidak.”“Cuma itu?”“Apa lagi yang harus kukatakan?!”“Belajarlah meminta maaf setelah melakukan kesalahan.”“Salah? Apa itu salah? Aku cuma berbicara sesuai de
Tidak seperti yang Silvia harapkan, Anna justru tertawa terkekeh. Ekspresi cerah dan tenangnya masih tidak berubah.“Kau menanyakan pertanyaan aneh. Sekarang aku akan bertanya padamu. Kalau aku diam dan tidak menanggapi dirimu yang sedang berbicara padaku, apa kau tidak akan marah? Bukankah itu tidak sopan?”“Kau—”“Kalau aku salah, tolong katakan di mana kesalahanku. Ayo kita membahasnya baik-baik.”Merasa jika Anna sedang membuatnya terlihat bodoh, Silvia yang tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu sepanjang hidupnya, secara refleks maju mendekat, berniat untuk menyerang Anna secara fisik.“Duduk semua. Kelas akan segera dimulai,” suara berat seorang pria menghentikan niat Silvia, juga anggota gengnya yang sudah merapat mengelilingi Anna di sekitar mejanya.Pria berusia akhir 30an itu, yang merupakan guru kelas pagi mereka, kemudian menatap ke arah kerumunan di mana Silvia dan para gengnya sedang mengepung meja Anna, lalu mengernyitkan alis dan menegur mereka, “Apa yang kalia