Share

2. Sayang?

Penulis: Blessing Night
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-06 22:46:12

Jevano Putra Hartono duduk di balik kemudinya. Di dalam sebuah mobil mewah berwarna hitam yang terparkir di depan restoran bintang lima, yang sejak beberapa saat lalu dikunjungi oleh Nadisa Tirta Sanjaya dan Narendra Bagaskara.

Mata setajam elang milik Jevano langsung terfokus pada sosok Nadisa yang berjalan keluar dari restoran di depannya. Senyuman di bibir Jevano juga melebar tatkala sang gadis Sanjaya merajut langkah untuk mendekati mobilnya. Ya, Nadisa akhirnya patuh padanya.

Jevano berinisiatif keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Nadisa yang merupakan calon istrinya.

Nadisa sempat memandang risih pada Jevano, tetapi akhirnya tetap memasuki mobil milik lelaki itu. Pun Nadisa bergumam pelan, "Terima kasih."

"Sama-sama, Nadisa." Jevano kemudian memutari mobilnya, untuk tiba di kursi kemudi. Lalu duduk dan memusatkan perhatiannya pada Nadisa. Seakan menunggu gadis cantik itu bicara.

Sadar akan hal tersebut, Nadisa membuang napasnya pelan. "Aku sudah bicara pada Narendra. Undangan pernikahan kita juga sudah aku berikan padanya. Dia tidak akan berani mendekatiku lagi kalau dia tidak gila."

Jevano tersenyum senang mendengar penuturan Nadisa.

"Gadis pintar," puji Jevano. Jemari panjang milik putra tunggal keluarga Hartono itu menyentuh rambut Nadisa, lalu menyelipkannya ke belakang telinga.

Tindakan Jevano itu membuat Nadisa membuang muka, tentu saja merasa risih karena perlakuan Jevano padanya.

"Tolong antarkan aku pulang. Aku lelah dan ingin segera beristirahat," kata Nadisa seraya memandang ke jendela sampingnya. Enggan menatap Jevano yang duduk di sampingnya.

"Baiklah." Jevano menjawab dengan santai dan segera menyalakan mesin mobilnya. Nadisa pun merasa lega karena Jevano menuruti permintaannya.

Akan tetapi, alih-alih langsung menjalankan mobilnya, Jevano justru kembali mendekatkan dirinya pada Nadisa. Membuat gadis itu menahan napasnya tatkala tangan Jevano seolah ingin menjangkaunya. "A-apa yang kamu–"

"Sabuk pengaman, Nadisa." Jevano berkata dengan lembut. Seraya menyentuh sabuk pengaman di sisi tubuh Nadisa, hendak memasangkannya. Akan tetapi, Nadisa dengan cepat merebut sabuk pengaman itu dan memasangnya dengan benar.

"Sudah. Aku sudah pakai sabuk pengamannya," kata Nadisa dengan cepat.

Melihat Nadisa yang seolah ketakutan, Jevano justru tersenyum tipis. Lelaki itu tak kunjung menjauhkan diri dari sang gadis Sanjaya. Membuat Nadisa menatapnya dengan was-was.

"A-apa lagi? Sabuk pengamannya sudah kupakai. Jalankan mobilnya."

Alih-alih menjauhi Nadisa dan menuruti permintaannya, Jevano jutru mendekatkan wajahnya pada sang dara. Berniat mencium bibir tipis Nadisa. "Kamu cantik sekali, Nadisa."

Nadisa meremas rok hitamnya di bawah sana. Ia ingin sekali mendorong Jevano agar menjauhinya, tetapi ia takut kalau Jevano akan mengancamnya lagi seperti sore tadi. Nadisa ... takut Jevano tidak mau membantu keluarganya lagi.

Maka Nadisa hanya bisa menutup kedua matanya dengan erat. Berharap keajaiban terjadi dan Jevano dapat berhenti.

Drrrtttt! Drrrt!

Suara getaran itu membuat Nadisa membuka mata, lalu mendapati Jevano yang perlahan menjauh darinya. Maka Nadisa menghela napas lega. Di sisi lain, Jevano memeriksa telepon genggamnya yang masih saja bergetar. Menandakan ada telepon masuk di sana.

"Angkat saja. Mungkin teleponnya penting," kata Nadisa. Tentu saja Nadisa mengatakannya agar Jevano teralih dari dirinya.

Tut. Bukannya menerima panggilan tersebut, Jevano justru mematikannya. Lelaki tampan berkulit seputih porselen itu kemudian meletakkan telepon genggamnya di sisi pintu mobil.

"Tidak penting. Hanya kerjaan kecil." Jevano Putra Hartono berkata dengan senyuman manis di bibirnya.

Lelaki itu kemudian mencuri kecupan kecil di bibir Nadisa. Sukses membuat Nadisa mematung karena tindakannya yang kelewat tiba-tiba. Barulah setelahnya Jevano menjalankan kuda besinya. Melintasi jalanan ibu kota untuk tiba di kediaman Sanjaya.

Sementara Nadisa terdiam di kursi samping Jevano. Lebih memilih memandangi jendela sampingnya, menghindari sosok Jevano yang sibuk berkendara. Dari kedua mata kelamnya, Nadisa dapat melihat suasana malam Kota Jakarta. Ramai sekali, kontras dengan hatinya yang sepi.

Dalam hati, Nadisa merutuki betapa lemah dirinya beberapa saat tadi. Ia bahkan tidak memiliki keberanian untuk melindungi diri sendiri.

Memalukan, sindir Nadisa dalam hati.

***

Mobil yang dikendarai Jevano berhenti tepat di depan kediaman Sanjaya. Nadisa pun bersiap untuk turun. Akan tetapi, pintu rumah Nadisa tiba-tiba saja terbuka dan menampakkan sosok Ayu Tirta Sanjaya; Mama Nadisa. Beliau melambaikan tangannya pada Jevano dan Nadisa yang masih berada di dalam mobil.

"Mau mampir? Mamaku sepertinya akan senang kalau kamu mampir sebentar." Nadisa berkata dengan hati-hati. Tidak ingin sang mama di depan sana menyadari kalau dirinya sebenarnya tidak akrab dengan Jevano.

"Lain kali saja, ya? Aku harus mengurus pekerjaan kecil tadi, Nadisa."

Nadisa mengangguk mengerti. Justru dalam hati ia senang mendengarnya. Maka Nadisa hendak melangkah turun dari mobil yang ditumpanginya. Tetapi Jevano menahan tangan Nadisa. Membuat gadis itu menoleh. Pun Jevano dengan cepat mencuri kecupan di dahi Nadisa. "Selamat beristirahat, Nadisa."

Nadisa hanya mengangguk kecil, tidak berani melawan.

Gadis Sanjaya itu kemudian benar-benar keluar dari mobil Jevano. Mendekati Mama Ayu yang sedang tersenyum senang melihat kedekatan putrinya dengan putra dari sahabatnya. Sepasang sejoli yang Beliau yakini tengah berbahagia karena perjodohan yang diatur oleh dirinya.

Tin! Jevano membunyikan klaksonnya sebelum pergi. Pun Jevano membuka kaca mobil. Menampakkan dirinya yang sedikit menundukkan kepala untuk menunjukkan rasa hormat. Barulah mobilnya melaju meninggalkan kediaman Sanjaya.

Nadisa mencium tangan mamanya. "Disa pulang, Ma."

"Jevan kenapa nggak mampir dulu, Disa? Padahal Mama sudah masak banyak makanan untuk dia makan malam bersama kita."

Nadisa menggigit bibir bawahnya sekilas. Nadisa benci ini. Tatkala sang Mama lebih suka membicarakan Jevano dibandingkan putrinya sendiri. Mama Ayu bahkan tidak membalas sapaannya tadi.

"Disa? Jevan kenapa nggak mampir, Sayang?" ulang Mama Ayu. Wajah cantiknya sarat akan rasa khawatir. Entah untuk Nadisa atau untuk calon menantunya. Opsi kedua sepertinya lebih tepat, menurut Nadisa.

"Jevan lagi banyak kerjaan, Ma. Jadi nggak bisa mampir." Nadisa menjawab seadanya.

"Kasihan sekali Jevan. Dia pasti bekerja keras untuk memajukan finansial keluarganya. Kita beruntung, bisa menjadikan Jevan bagian dari keluarga kita. Terlebih kamu Disa, yang akan menjadi istrinya. Kamu harus memperlakukan Jevan dengan baik, karena dia juga sudah berjuang demi keluarga kita."

Ceramah panjang dari sang Mama membuat Nadisa hanya bisa menganggukkan kepala beberapa kali. Sumpah, ia sudah bosan mendengar mamanya menasihati.

Nadisa harus ini, harus itu, semuanya demi Jevan. Jevan sangat baik, sangat dapat diandalkan, dan sangat sempurna hingga Nadisa harus bersyukur bisa dipersunting olehnya.

Andai saja Mama Ayu tahu, kalau Nadisa tidak mencintai siapa pun di hidupnya. Nadisa bahkan terlanjur takut untuk mencinta, setelah pengkhiatanatan almarhum sang Papa pada keluarganya. Nadisa takut terluka apabila membuka hatinya.

"Disa? Kamu dengar Mama?" tanya Mama Ayu.

"Maaf, Disa lelah, Ma. Tadi di kantor banyak sekali kerjaan yang harus Disa selesaikan. Disa ke kamar ya, Ma. Mau istirahat." Disa berkata dengan suara lemasnya. Lalu melangkahkan kedua kaki jenjangnya untuk menuju kamarnya yang terletak di lantai dua kediaman Sanjaya. Tanpa mengindahkan sang Mama yang memintanya untuk makan malam bersama.

Saat Nadisa menaiki tangga untuk tiba di kamarnya, dirinya berpapasan dengan sang Kakak; Jeffrey Tirta Sanjaya.

Jeffrey membuka mulut, hendak menyapa adik semata wayangnya. Tapi Nadisa tidak mengindahkan eksistensi kakaknya, ia lebih memilih untuk melanjutkan langkah.

Tepat ketika Nadisa berada di samping Jeffrey, Nadisa berkata pelan, "Harusnya Kakak yang berkorban untuk keluarga kita. Bukannya Disa."

Sang sulung Sanjaya dibuat mematung oleh Nadisa. Jeffrey menoleh ke belakang. Memandangi punggung sempit milik adiknya yang berjalan gontai menjauhi dirinya. Lalu menghilang di balik pintu kamar berwarna hitamnya.

***

Di lain tempat, Jevano memberhentikan mobilnya tepat di persimpangan, lantaran lampu lalu lintas yang kini sedang memamerkan warna merah.

Tak lama setelahnya, telepon genggam milik putra tunggal keluarga Hartono tersebut kembali bergetar. Menampilkan nama yang sama dengan panggilan sebelumnya.

Nama yang sangat familiar baginya.

Berbeda dari yang sebelumnya, Jevano kali ini menerima panggilannya. Pun Jevano segera menempelkan telepon genggamnya ke telinga. Seraya tersenyum manis mendengar suara yang mengalun manja dari seberang sana.

"Iya, Sayang?" tanya Jevano dengan suara lembutnya. "Maaf, tadi aku habis mengantar Nadisa pulang ke rumahnya. Sekarang aku akan ke tempat kamu ya, Sayang. Aku kangen banget sama kamu."

Bab terkait

  • Kehidupan Kedua   3. Pernikahan

    Hari yang sakral itu akhirnya datang. Pada hari ini, Nadisa Tirta Sanjaya akan secara resmi melepas masa lajangnya. Lantaran dipersunting oleh Jevano Putra Hartono; lelaki tampan yang merupakan putra dari sahabat mamanya.Sang bungsu keluarga Sanjaya duduk di ruang rias pengantin. Membiarkan seorang wanita paruh baya merampungkan riasan di wajah cantiknya. Pun kini Nadisa sudah mengenakan gaun pernikahannya. Gaun putih panjang yang terlihat sangat cocok di tubuh mungil nan rampingnya."Riasannya sudah selesai, Nona Nadisa. Anda terlihat sangat cantik sekarang," puji perias pengantin tersebut. Nadisa hanya tersenyum kecil sebagai balasannya. "Saya akan segera memanggil penata rambut Nona. Tolong tunggu sebentar ya, Nona Nadisa."Maka wanita cantik itu pergi meninggalkan ruang rias pengantin. Membiarkan Nadisa hanya berdua dengan sang sahabat satu-satunya; Karenia Winata. Nadisa menolehkan kepala menuju Karenia. Memperlihatkan matanya yang sudah berkaca-kaca karena me

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Kehidupan Kedua   4. Pengkhianatan

    Resepsi pernikahan Nadisa telah resmi berakhir beberapa saat lalu. Kini, mentari telah benar-benar kehilangan sinarnya dan digantikan oleh rembulan di langit yang kelam. Pun jam dinding di kamar hotel Nadisa sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.Nadisa kini sedang berbaring di ranjang hotelnya. Dengan selimut yang menutupi tubuhnya hingga perut.Nadisa kini mengenakan piyama lengan panjang dan celana pendek selututnya. Sama sekali bukan pakaian yang cocok untuk malam pertama, karena memang itu bukan tujuannya.Sreeeeg! Suara pintu yang digeser dari arah kamar mandi di sudut kamar hotel itu membuat Nadisa memiringkan tubuhnya. Membelakangi Jevano yang baru saja keluar dari sana setelah membersihkan dirinya.Nadisa sama sekali tidak tertarik untuk melihat sosok suaminya.Nadisa berusaha memejamkan mata, ingin memasuki alam mimpinya. Akan tetapi, sebuah sentuhan di lengan atasnya membuat Nadisa secara refleks menghempas tangan yang menyentuhnya.Nadisa men

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Kehidupan Kedua   5. Tragedi

    Malam kini telah datang. Mengusir mentari dari singgasananya, dan menggantinya dengan rembulan.Di tengah gelapnya malam, Nadisa Tirta Sanjaya duduk seorang diri di lobi kantor perusahaannya. Pekerjaannya, yang ia kira bisa selesai sore hari tadi, nyatanya membuat dirinya harus lembur malam ini.Kini, tepat saat arloji di tangannya menunjukkan pukul sebelas malam, Nadisa baru bisa merampungkan seluruh pekerjaannya. Dengan keadaan kantor yang sepi karena seluruh karyawannya sudah pulang. Pun jalanan sudah tampak lengang, tidak ada sedikit pun kendaraan umum yang lalu lalang.Nadisa menempelkan telepon genggamnya ke telinga. Menunggu seseorang yang ia hubungi mengangkat teleponnya. Tapi alih-alih menerima jawaban dari orang tersebut, Nadisa justru mendengar suara operator di seberang sana."Nomor yang anda tuju tidak menjawab--"Tut! Nadisa mematikan panggilannya untuk Jevano.Gadis Sanjaya itu menghela napas panjang, lantaran teleponnya tak kunjung diangk

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Kehidupan Kedua   6. Keajaiban

    Sakit. Tubuh Nadisa rasanya remuk redam. Membuat dirinya kesulitan untuk bergerak.Sesak. Sulit untuk bernapas. Rasanya seakan oksigen tidak mau memasuki paru-parunya, sekuat apa pun Nadisa berusaha.Gelap. Nadisa benar-benar dikelilingi kegelapan. Ini sebenarnya … di mana?"...ma? Disa? Bangunlah, sudah pagi."Suara berat itu berhasil menarik Nadisa dari kegelapan yang melingkupinya. Serta merta membuat dirinya membuka mata dan bangkit dari posisi tidurnya.Kedua mata Nadisa kontan membulat lantaran mendapati Mama Ayu sedang memeluk erat tubuhnya. Juga keberadaan sang Kakak, Jeffrey, yang saat ini berdiri di tepi ranjangnya. Nadisa mengerjapkan matanya beberapa kali.Bukankah … tadi Nadisa sudah mati?"Ungh…" suara erangan pelan dari Mama Ayu membuat Nadisa mengalihkan perhatian.Dapat dilihat oleh Nadisa, penampilan mamanya yang jauh dari kata baik-baik saja. Wajahnya pucat, dengan jejak air mata mengering di pipinya. Pun pakaiannya masih serba

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-25
  • Kehidupan Kedua   7. Tangisan Mama

    Nadisa masih menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya. Sementara itu, Jeffrey melirik pada arloji di tangan kirinya. Sudah pukul delapan, ternyata. Sudah waktunya Jeffrey pergi ke kantor Sanjaya."Ma, boleh Jeffrey pergi ke kantor? Ada beberapa urusan yang harus Jeffrey selesaikan," kata Jeffrey pelan. Ia sebenarnya masih khawatir pada keadaan mamanya, tapi ia tidak bisa berdiam diri di rumah terlalu lama."Tentu saja boleh, Jeff." Mama Ayu menjawab lemah.Mendengar hal itu, Nadisa pun turut buka suara."Aa, Disa juga izin ke kantor, Ma. Ada dokumen yang harus Disa bahas dengan para staf."Tentu saja itu bohong. Nadisa bahkan tidak ingat pekerjaan apa yang sedang ia garap di kantor saat ini. Nadisa hanya … tidak mau terpuruk seperti di kehidupan sebelumnya. Bagaimana pun juga, sang Papa tidak layak ditangisi terlalu lama. Lagi pula, Nadisa harus menjadi lebih kuat dan menyiapkan rencana untuk menangani semua masalah yang akan dihadapinya!Mama Ayu menganggu

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Kehidupan Kedua   8. Serigala Berbulu Domba

    Nadisa mematung di posisinya, memandangi sang Mama yang masih menangis lirih di dalam kamar. Kedua tangan Nadisa mengepal erat di sisi tubuhnya. Menahan gejolak amarah di dalam dada."Papa jahat sekali sama keluarga kita…" lirih sang Mama. "Mama salah apa sama Papa, sampai Papa tega duain Mama…"Sialan.Andai saja Nadisa kembali ke masa dimana sang Papa masih hidup, Nadisa bersumpah akan menghajar dan menyadarkan Beliau. Sayangnya, ia kembali hidup justru di saat Papa Fadli sudah meninggal dunia. Ia tidak bisa mengubah apa-apa.Nadisa mengembuskan napas panjang, berusaha untuk tenang. Gadis Sanjaya itu merogoh isi tasnya, kemudian mengeluarkan satu kemasan kertas tisu dari sana. Nadisa meletakkannya di depan pintu kamar Mama Ayu. Lalu memutuskan untuk berjalan menjauh.Dalam langkahnya menyusuri perjalanan menuju kamar, Nadisa tanpa sengaja meneteskan air mata.Sungguh, Nadisa tidak mengerti mengapa laki-laki selalu saja menyakiti hati perempuannya. Baik

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Kehidupan Kedua   9. Jeffrey yang Peka

    Nadisa Tirta Sanjaya membisu di tempatnya. Ia sama sekali tidak berani untuk menoleh ke arah Karenia yang sudah duduk di jok tengah mobil Jeffrey. Bahkan untuk sekadar melirik Karenia Winata saja Nadisa tidak bisa. Rasa trauma ternyata telah bersarang dalam diri Nadisa.Tangan Nadisa bergetar pelan. Akan tetapi, gadis cantik berambut panjang itu berusaha menekan kedua tangannya di atas tasnya. Meredam getaran ketakutan di sana. Berharap Jeffrey tidak menyadari perilaku anehnya."Kak Jeff, terima kasih sudah memberikan tumpangan pada Karen. Karen sangat merasa terbantu. Sudah setengah jam Karen berdiri halte tadi, tapi bus yang menuju kantor belum muncul juga. Syukurlah Kak Jeff lewat dan menawari Karen untuk berangkat bersama," kata Karenia dengan suara lembutnya. Tangan lentiknya bergerak centil menyampirkan rambut bergelombangnya ke belakang telinga.Jeffrey yang fokus menyetir tersenyum kecil."Ya, tentu saja aku menawarimu ikut serta. Kamu 'kan sahabat adikk

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Kehidupan Kedua   10. Hartono?

    Nadisa mengerjap kaget lantaran mobil yang dikendarai oleh Jeffrey langsung tancap gas meninggalkan Karenia. Karenia di belakang sana bahkan melompat-lompat dan menghentakkan kaki dengan emosi. Kesal dan kebingungan karena ditinggalkan seorang diri oleh Nadisa dan Jeffrey."Hey! Kak Jeff! Disa! Kenapa aku ditinggal?!" teriak Karenia di belakang sana, terdengar samar dari dalam mobil Jeffrey karena suaranya yang memang terbilang sangat keras. "Argh! Sialan!"Nadisa bahkan sampai memutar tubuhnya, melihat Karenia yang wajahnya tampak memerah lantaran terbakar amarah. Baru kemudian Nadisa menoleh pada sang Kakak. Mendapati Jeffrey Tirta Sanjaya yang masih saja menyetir dengan sangat tenang. Seolah tidak ada masalah."Kak? Kok kita–""Kenapa kita meninggalkan Karenia?" potong Jeffrey, menebak pertanyaan dari Nadisa."I-iya," jawab Nadisa pelan.Jeffrey menyempatkan diri melempar senyum pada Nadisa, sebelum akhirnya ia kembali fokus memandang ke jalan di depannya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-27

Bab terbaru

  • Kehidupan Kedua   80. Ada yang Aneh

    Jeffrey masih berada dalam mobilnya. Kini memegang telepon genggam, guna mengabari salah satu anak buahnya yang ada di kantor cabang Bandung sana. Pasalnya, Jeffrey yang seharusnya tiba di Bandung siang nanti, kemungkinan akan terlambat karena harus memenuhi permintaan Nadisa.Ah, jangan khawatir. Bahkan sang Mama juga bicara bahwa kantor tempatnya bekerja adalah milik keluarga. Jadi Jeffrey rasa, tidak apa jika ia terlambat sesekali seperti ini.Tepat setelah mengabari anak buahnya, Jeffrey pun hendak menjalankan mobilnya untuk menuju pusat perbelanjaan di pusat Kota Jakarta. Akan tetapi, pemandangan yang tersaji di lobi kantor Sanjaya membuat Jeffrey mengernyitkan dahi.Di hadapannya, dapat ia lihat Karenia yang mengenakan blazer cokelat, dipadukan dengan rok senada sepanjang setengah paha. Kernyitan di dahi Jeffrey kian menguat, tatkala melihat Karenia berlari dengan penuh senyuman. Menyongsong satu orang yang mengenakan jas hitam."Kak! Kak Jevan!"Dari perawakan yang tinggi tegap

  • Kehidupan Kedua   79. Ada Waktu Luang?

    Nadisa bergegas mengambil tasnya yang ada di nakas samping ranjang. Kemudian beranjak menuju pintu kamarnya. Tepat ketika tangannya mencapai tuas pintu, ekor mata Nadisa melihat eksistensi suatu benda yang tersampir di sofa kamarnya.Jaket milik Narendra Bagaskara.Ah, saking lelahnya Nadisa, gadis itu jadi belum sempat mencuci jaket yang kemarin dipinjamkan oleh sang Bagaskara. Ia melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Sudah tidak ada waktu lebih.Nadisa pun memutuskan untuk berlalu dari kamarnya. Turun menuju lantai satu kediaman mewah milik keluarga Sanjaya. Tempat dimana Jeffrey dan Mama Ayu berada.Napas Nadisa sempat tertahan. Kepala cantiknya tanpa sengaja memutar kejadian kemarin malam. Tatkala tamparan keras sang Mama mendarat di pipi putih mulusnya.Jeffrey yang awalnya fokus pada serealnya, kini mendongak dan melambaikan tangannya. Memberi tanda agar Nadisa mendekat ke meja makan."Sini, Disa. Sarapan." Jeffrey berkata tanpa berpikir panjang

  • Kehidupan Kedua   78. Lembutnya Mama

    Mesin mobil yang dikendarai oleh Jeffrey Tirta Sanjaya akhirnya mati, tatkala kendaraan tersebut telah tiba di pekarangan rumah yang dirinya dan Nadisa tinggali. Pria dengan lesung di kedua pipi itu baru saja menoleh pada sang Adik, tetapi Nadisa tanpa kata segera meninggalkan dirinya. Keluar dari mobil dan memasuki rumah mewah mereka.Jeffrey mengusak rambutnya ke belakang, memandangi punggung kecil Nadisa yang perlahan menjauh.Jujur saja, Jeffrey tidak tahu menahu bagaimana adiknya bisa sangat membenci Jevano Putra Hartono. Sampai-sampai Nadisa berani membohongi Mama mereka, hanya untuk menghindari lelaki yang memang dipilih sang Mama untuknya. Setahu Jeffrey, Jevano adalah lelaki yang baik dan sempurna. Tidak ada salahnya mendekatkan Jevano dengan Nadisa yang juga tak kalah sempurna.Tapi apa mungkin Jeffrey melewatkan sesuatu? Apa Nadisa mengetahui sesuatu tentang Jevano, yang tidak Jeffrey dan Mama Ayu ketahui? Dan lagi, sosok lelaki yang yang menemani sang Adik di tengah dingin

  • Kehidupan Kedua   77. Suara Jeffrey

    Kedua anak Adam dan Hawa itu berjalan di tengah remangnya malam. Kembali menuju kediaman Sanjaya. Akan tetapi, tepat ketika keduanya tiba di gerbang kompleks Nadisa, satu sosok pria yang familiar pun muncul di sana.Jeffrey Tirta Sanjaya.Pria tampan bertubuh tegap dengan setelan kaos dan celana denim, juga dilengkapi jaket hitam-merah yang terlihat mahal. Tampak turun dari mobilnya tatkala melihat eksistensi sang adik tak jauh darinya.Bola mata gelap yang sarat akan rasa khawatir itu sempat melirik ke arah Narendra Bagaskara seraya mengangkat alis, tapi kemudian ia memilih abai dan memusatkan atensi pada Nadisa seorang. Dapat dilihat oleh Jeffrey, kedua mata Nadisa yang membengkak dan merah. Jelas sekali bahwa sang adik semata wayangnya baru saja menangis hebat."Disa, kita pulang, ya?" tanya Jeffrey dengan lembut.Nadisa terdiam di posisinya. Gadis cantik itu mengusap pipinya yang masih sedikit basah menggunakan lengan berbalut jaket milik Narendra.Jeffrey yang melihat hal tersebu

  • Kehidupan Kedua   76. Pendengar yang Baik

    "Kamu-"Ucapan Nadisa Tirta Sanjaya dibalas dengan senyuman yang melebar di wajah lelaki itu."Iya, Nadisa. Ini aku, Naren."Suara yang menenangkan itu membuat Nadisa kian bingung."Kenapa ... kamu bisa ada di sana? Bukankah ... kamu seharusnya sudah pulang sejak tadi?" tanya Nadisa dengan suara sengaunya. Hidungnya memerah, akibat dari tangisannya. Matanya pun terlihat sedikit membengkak."Mau minum dulu sebelum kita mengobrol lagi hari ini?" tanya Narendra dengan tenang. Tangannya menjulurkan satu gelas kertas berisikan teh hangat.Tangan berkulit putih milih sang gadis Sanjaya tampak bergetar tatkala menerima teh yang diberikan Narendra. Kemudian menyesapnya pelan. Melegakan dahaga di tenggorokannya yang perih karena menangis kencang.Narendra kemudian membuang pandangannya ke depan, memusatkan atensinya pada Sungai Hanja."Hari ini banyak yang terjadi ya, Nadisa." Narendra berkata pelan. "Terkadang, kalau kita sedang merasa bahagia, kesedihan justru akan datang tanpa bisa kita cega

  • Kehidupan Kedua   75. Lari

    Malam kian larut tatkala kedua kaki jenjang Nadisa melangkah, lebih tepatnya berlari, menjauhi kediaman mewahnya. Air mata kembali berlinang di wajahnya yang cantik jelita. Pun ia terisak pelan. Mengingat bagaimana ucapan tajam sang Mama beserta tamparan yang ia dapatkan di pipi putihnya.Di tengah pelariannya itu, gerimis mulai turun membasahi bumi. Entahlah. Mungkin semesta ingin agar air mata Nadisa tidak dapat dilihat oleh manusia lainnya. Agar hanya Nadisa yang tahu bahwa hatinya kini terasa sangat perih. Karena tindakan sang Mama yang begitu menyakiti.Padahal, Nadisa Tirta Sanjaya hanya ingin menghindari takdir buruknya.Ia hanya tidak ingin terjebak dengan Jevano Putra Hartono untuk kali kedua. Ia tidak ingin menjatuhkan hatinya lagi pada lelaki brengsek seperti Jevano. Ia tidak ingin ... mati sia-sia hanya karena menjadi korban dari hubungan rahasia Jevano dan Karenia.Nadisa hanya ingin bahagia, dengan keluarga juga orang-orang yang dikasihinya. Mama Ayu. Kak Jeffrey. Juga Na

  • Kehidupan Kedua   74. Perseteruan

    Nadisa masih bergeming di posisinya. Dengan satu tangan yang memegangi pipi kiri, tempat yang baru saja menjadi sasaran dari tangan Ayu Tirta Sanjaya. Pipinya memang terasa sangat sakit, tapi lebih dari itu, hati Nadisa jauh lebih perih."Mama menampar Disa....?" lirih Nadisa. "Disa salah apa, Ma? Disa salah apa sampai Mama tega menampar Disa?" cecar Nadisa dengan penuh rasa kecewa. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia berusaha menahan tangisannya karena tidak ingin dianggap lemah oleh sang Mama.Mama Ayu mengepalkan tangannya. Masih menatap sang putri dengan mata yang melebar, nyalang. Dipenuhi amarah dan kecewa."Kenapa Mama diam? Jawab Disa! Kenapa Mama tega menampar Disa?!" teriak Nadisa. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun."Kamu masih bertanya?! Setelah kebohongan kamu ke Mama, kamu masih bisa bertanya alasan Mama menampar kamu?! Iya?!" balas sang Mama.Jawaban dari Ayu Tirta Sanjaya membuat Nadisa membelalakkan mata dengan jantung yang mulai berdegup kencang. Pupil m

  • Kehidupan Kedua   73. Tamparan

    Langit kini telah menjadi gelap. Pun jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Jeffrey Tirta Sanjaya telah menunjukkan pukul delapan malam. Sudah waktunya untuk beristirahat.Akan tetapi, lelaki tampan bernama lengkap Jeffrey Tirta Sanjaya itu justru baru saja menghentikan laju mobilnya. Memarkirkan kendaraan mahal itu di depan kediamannya. Ya, kediaman Sanjaya yang berlokasi di Jakarta.Entah ada angin apa hari ini, Mama Ayu akhirnya mengizinkan Jeffrey untuk pulang ke rumah mereka, meski hanya untuk satu hari. Maklum, Jeffrey memang harus mengurus kantor cabang yang ada di Bandung. Jadi tentu saja ia tidak bisa berlama-lama di rumah yang selalu saja ia rindukan.Lelaki tampan itu mengeluarkan dua kantung besar dari bagasi mobil hitamnya. Kantung berisikan bolu cokelat yang tempo hari Nadisa pesan. Juga beberapa susu yang sekiranya sang Mama dan sang adik suka."Sini saya bantu, Tuan." Pak Asep menawarkan bantuan. Beliau memang yang tadi membukakan pintu gerbang untuk Jeffrey.

  • Kehidupan Kedua   72. Ubah Rencana

    Puk. Puk. Puk.Setiap kali kaki itu melangkah, pasir pantai yang dipijaknya akan membentuk jejak kaki. Mengikuti bentuk sandal yang kedua orang itu kenakan. Satu berukuran besar, dan satu lagi lebih kecil.Jejak kaki itu terlihat di sepanjang pesisir pantai, di dekat deburan ombak yang terlihat tidak terlalu besar. Hanya sesekali membasahi kaki. Tanpa bisa menyeret dua insan yang tengah berjalan di bawah cerahnya mentari."Indah sekali, ya. Pantai di Jakarta ternyata nggak buruk juga." Nadisa membuka percakapan di antara keduanya.Narendra menipiskan bibirnya, tersenyum manis. Ia memandangi Nadisa yang kini berjalan mundur, agar bisa berbincang dengan dirinya. Embusan angin pantai menerbangkan helaian rambut hitamnya dengan sedikit kencang."Iya, indah sekali." Perkataan itu terlontar, tatkala Narendra memandangi Nadisa Tirta Sanjaya. Entah ditujukan untuk pantai yang ia kunjungi, atau untuk gadis yang ia cintai."Iya 'kan? Sudah gitu, di bagian sini tid

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status