Share

3. Pernikahan

Penulis: Blessing Night
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-06 22:46:59

Hari yang sakral itu akhirnya datang. Pada hari ini, Nadisa Tirta Sanjaya akan secara resmi melepas masa lajangnya. Lantaran dipersunting oleh Jevano Putra Hartono; lelaki tampan yang merupakan putra dari sahabat mamanya.

Sang bungsu keluarga Sanjaya duduk di ruang rias pengantin. Membiarkan seorang wanita paruh baya merampungkan riasan di wajah cantiknya. Pun kini Nadisa sudah mengenakan gaun pernikahannya. Gaun putih panjang yang terlihat sangat cocok di tubuh mungil nan rampingnya.

"Riasannya sudah selesai, Nona Nadisa. Anda terlihat sangat cantik sekarang," puji perias pengantin tersebut. Nadisa hanya tersenyum kecil sebagai balasannya. "Saya akan segera memanggil penata rambut Nona. Tolong tunggu sebentar ya, Nona Nadisa."

Maka wanita cantik itu pergi meninggalkan ruang rias pengantin. Membiarkan Nadisa hanya berdua dengan sang sahabat satu-satunya; Karenia Winata. Nadisa menolehkan kepala menuju Karenia. Memperlihatkan matanya yang sudah berkaca-kaca karena menahan tangisannya.

"Karen, aku harus bagaimana?" Nadisa bertanya dengan suara yang bergetar. Ia benar-benar ingin menangis sekarang. "Aku nggak mau melakukan pernikahan ini. Aku sama sekali nggak cinta sama Jevan. Aku nggak bisa melakukannya. Aku nggak mau mengorbankan hidupku hanya karena Jevan membantu keluargaku. Aku nggak mau."

Karenia berinisiatif memeluk tubuh Nadisa. Menepuk lembut punggung sahabatnya, berusaha menenangkan Nadisa. Baru kemudian Karenia memandang Nadisa dengan tatapan teduhnya.

"Tenang ya, Disa? Kata orang-orang, rasa suka itu bisa muncul jika terbiasa bersama. Kamu juga pasti bisa. Lagi pula, Kak Jevan juga sangat mencintai kamu, 'kan? Dia bahkan selalu mengejarmu sejak kita kuliah dulu. Kak Jevan pasti akan membantumu untuk membalas cintanya. Kamu pasti bisa bahagia bersamanya." Karenia berusaha meyakinkan Nadisa.

Nadisa menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Kamu nggak mengerti! Aku takut, Karen! Aku takut Jevan akan seperti Papaku. Jevan … Jevan bisa saja mengkhianatiku. Aku nggak mau!" Nadisa berujar dengan panik. Pupil gadis itu bahkan bergetar tidak nyaman, menunjukkan kelalutan di benaknya.

"Astaga, Disa, itu tidak akan terjadi--"

"Kabur. Aku harus kabur sekarang. Karen, bantu aku pergi dari sini! Aku nggak mau melakukan ini! Ayo! Bantu aku pergi sebelum mamaku datang ke sini!" Nadisa berkata dengan panik. Tangannya bahkan mencengkram lengan Karenia dengan cukup erat. Seolah menekan sang sahabat untuk membantunya.

Karenia Winata kembali mendekap tubuh mungil Nadisa. "Tenanglah, Disa. Pikiranmu hanya sedang kacau sekarang. Semua akan baik-baik saja. Kamu akan bahagia dengan Kak Jevan, dan keluargamu juga akan kembali stabil seperti sebelumnya. Kamu akan baik-baik saja."

Krieeett! Pintu ruang rias itu terbuka. Menampakkan sosok lelaki bertubuh tinggi dengan wajah kelewat tampan di sana. Itu Jeffrey Tirta Sanjaya; kakak Nadisa. Jeffrey memandang khawatir pada adiknya yang baru saja melepaskan diri dari pelukan Karenia Winata.

"Ada apa, Disa? Apa yang terjadi?" tanya Jeffrey. Wajahnya sarat akan rasa khawatir.

Kepanikan Nadisa kontan menghilang. Pun gadis itu membuang pandangannya. Kembali menghadap cermin rias, enggan bertatapan dengan kakaknya. Ia tidak ingin dilihat lemah oleh sang Kakak yang dibencinya.

"Nggak ada apa-apa," jawab Nadisa singkat.

Jeffrey perlahan mendekati Nadisa. Menyentuh bahu mungil adiknya. "Kamu bisa bilang ke Kakak, Disa. Kakak akan coba bantu kamu. Kakak akan–"

"Telat." Nadisa berkata singkat. Ekor matanya melirik ke arah Jeffrey yang terdiam memandanginya. "Kakak memangnya bisa apa? Nggak bisa apa-apa 'kan? Jadi nggak usah sok baik ke Disa. Disa muak lihatnya."

Kriiiett! Di saat yang sama, pintu ruang rias itu kembali terbuka. Kini, terlihatlah sosok Ayu Tirta Sanjaya dan seorang wanita yang terlihat muda. Orang yang ditugaskan untuk menata rambut Nadisa.

Pupuslah sudah kesempatan Nadisa untuk kabur dari ini semua.

"Waah, putri Mama cantik sekali," puji Mama Ayu. Membuat Nadisa memaksakan senyum tipisnya. "Pantas saja, ya, Jevan sampai jatuh hati."

Tangan Nadisa di bawah sana meremas gaun putih panjangnya. Menahan rasa kalut yang kembali muncul di benaknya. Ia benci mendengar ucapan sang Mama. Ia benci sampai rasanya ingin berlari untuk pergi. Tapi Nadisa tahu ia tidak bisa melakukannya. Mamanya akan menghentikannya apa pun yang terjadi.

Karena Mama Ayu membutuhkan Nadisa, agar Jevan bersedia membantu perusahaan Sanjaya.

"Terima kasih ya, Disa. Berkat kamu, perusahaan kita bisa selamat dari masa krisis. Mama bersyukur memiliki anak seperti kamu."

Lihat, 'kan? Nadisa tidak ubahnya sebuah alat. Nadisa hanya dimanfaatkan untuk kepentingan keluarganya. Nadisa tidak menginginkan pernikahannya, tetapi ia diharuskan menerimanya.

"Iya, Mama." Hanya itu yang bisa Nadisa katakan. Ia berusaha menahan air matanya. Ia tidak ingin sang Mama tahu betapa kacau keadaan hatinya.

"Tenang saja ya, Sayang. Mama yakin Jevan adalah orang yang tepat untuk Disa. Jevan tidak akan mengkhianati kita seperti almarhum Papa. Jevan pasti bisa menjaga Disa. Percaya sama Mama, ya?"

Layaknya mengetahui rasa gelisah di hati putrinya, Mama Ayu tiba-tiba mengatakan hal tersebut. Membuat Nadisa menoleh dengan kaget, karena tidak menyangka mamanya sadar akan apa yang ditakutkannya. "M-mama?"

"Mama tetap mama kamu, Disa. Mama tahu apa yang dipikirkan Disa. Satu hal yang harus kamu tahu. Mama hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Itu saja." Usai mengatakannya, Mama Ayu membawa Nadisa ke dalam dekapan hangatnya. Membuat Nadisa merasa tenang, meski hanya sejenak.

Mungkin, mamanya benar. Mungkin, Jevano memang orang yang tepat untuknya. Mungkin, Nadisa harus mencoba menerima takdirnya.

Karenia menepuk lengan Jeffrey pelan. "Kak, Karen ke toilet dulu sebentar, ya? Nanti Karen kembali lagi untuk menemani Disa. Nggak akan lama, kok. Karen tahu Disa cuma punya Karen sebagai temannya."

Jeffrey mengerutkan dahinya. Agaknya kesal mendengar ucapan Karenia yang seakan mencemooh adiknya. Akan tetapi, akhirnya Jeffrey mengangguk untuk mengizinkan sahabat adiknya itu untuk pergi dari sana.

Jeffrey kemudian memandangi Nadisa dan sang Mama yang masih berpelukan. Dalam hatinya, Jeffrey merasa sangat menyesal karena gagal menyelamatkan perusahaan Sanjaya, hingga adik semata wayangnya harus menerima ini semua.

"Maafkan Kakak, Disa…" lirih Jeffrey.

Sementara itu, di toilet hotel yang tidak jauh dari ruang rias pengantin wanita, Karenia sedang membasuh wajah cantiknya. Lalu menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Sialan. Hidup kamu terlalu sempurna, Disa." Karenia bergumam kesal seraya melihat ke cermin. Menghantamkan kepalan tangannya pada permukaan cermin, untungnya tidak sampai membuat objek tersebut pecah. "Setidaknya, kamu harus berbagi sedikit bahagiamu denganku."

***

Salah satu hotel bintang lima di Jakarta itu sudah disulap menjadi tempat resepsi yang megah. Resepsi tersebut tampak ramai dihadiri oleh para undangan. Tentunya, sebagian besar tamu undangan yang datang adalah kolega dari keluarga Sanjaya dan Hartono.

Nadisa, sebagai mempelai wanita, tidak mengundang siapa pun kecuali sahabatnya, Karenia Winata. Karena memang Nadisa tidak memiliki teman di sepanjang hidupnya kecuali Karenia.

Ah, Nadisa hampir lupa. Ada satu orang lagi yang secara resmi diundang olehnya.

Narendra Bagaskara.

Lelaki yang merupakan teman satu angkatan Nadisa sewaktu kuliah. Yang beberapa tahun ini selalu berusaha mendapatkan hati Nadisa.

Sejujurnya, Nadisa tidak ingin mengundang Narendra pada awalnya, tetapi Jevano terus saja memaksa Nadisa. Hingga akhirnya Nadisa menyerah dan menuruti permintaan calon suaminya.

Entahlah, mungkin saja, Jevano ingin menegaskan bahwa Nadisa Tirta Sanjaya sudah resmi menjadi miliknya, dan tidak dapat lagi diganggu oleh Narendra Bagaskara.

"Waah, cantik sekali."

Pujian itu berhasil sampai di telinga Nadisa. Banyak sekali pasang mata yang kini memperhatikannya. Seolah memuja bagaimana sang bungsu Sanjaya terlihat cantik dan memesona di hari pernikahannya.

Dengan perlahan, Nadisa berjalan ditemani oleh Mama Ayu dan Jeffrey di sisi kiri dan kanannya. Mereka bertiga berjalan menuju tempat ijab kabul di tengah pesta, di mana Jevano sedang berdiri dengan senyuman manisnya. Menyambut keluarga calon istrinya.

Nadisa merasa dunianya mendadak sunyi. Sorakan orang-orang yang bersemangat melihat dirinya berjalan menuju Jevano bahkan tidak lagi terdengar olehnya. Semuanya ... seolah tidak bermakna bagi Nadisa.

Di perjalanan, Nadisa melihat eksistensi Narendra di sudut pesta. Sedang memandangnya dengan senyuman tipis khasnya. Senyuman yang manis, tapi sarat akan kesedihan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nadisa Tirta Sanjaya binti Fadli Tirta Sanjaya dengan mas kawin tersebut, tunai." Jevano Putra Hartono mengucap ikrarnya dengan sangat mantap. Disusul oleh ujaran para saksi yang berkata, "Sah!"

Lalu Nadisa hanya bisa pasrah tatkala Jevano menyentuh tangan Nadisa, mengarahkan sang bungsu Sanjaya untuk mencium tangannya. Lalu Jevano mengecup singkat dahi Nadisa. Lelaki itu tampak bahagia, karena dapat mempersunting Nadisa Tirta Sanjaya.

Nadisa tanpa sengaja kembali melihat ke arah Narendra. Tepat saat itu juga, Nadisa dapat melihat air mata yang mengalir di pipi tirus Narendra. Narendra tidak dapat menahan tangisannya, saat gadis yang ia cinta kini telah resmi dimiliki oleh lelaki lain, yang bukan dirinya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Necko Alexandra
Baru begitu nangis, memalukan jak sebagai lelaki
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kehidupan Kedua   4. Pengkhianatan

    Resepsi pernikahan Nadisa telah resmi berakhir beberapa saat lalu. Kini, mentari telah benar-benar kehilangan sinarnya dan digantikan oleh rembulan di langit yang kelam. Pun jam dinding di kamar hotel Nadisa sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.Nadisa kini sedang berbaring di ranjang hotelnya. Dengan selimut yang menutupi tubuhnya hingga perut.Nadisa kini mengenakan piyama lengan panjang dan celana pendek selututnya. Sama sekali bukan pakaian yang cocok untuk malam pertama, karena memang itu bukan tujuannya.Sreeeeg! Suara pintu yang digeser dari arah kamar mandi di sudut kamar hotel itu membuat Nadisa memiringkan tubuhnya. Membelakangi Jevano yang baru saja keluar dari sana setelah membersihkan dirinya.Nadisa sama sekali tidak tertarik untuk melihat sosok suaminya.Nadisa berusaha memejamkan mata, ingin memasuki alam mimpinya. Akan tetapi, sebuah sentuhan di lengan atasnya membuat Nadisa secara refleks menghempas tangan yang menyentuhnya.Nadisa men

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Kehidupan Kedua   5. Tragedi

    Malam kini telah datang. Mengusir mentari dari singgasananya, dan menggantinya dengan rembulan.Di tengah gelapnya malam, Nadisa Tirta Sanjaya duduk seorang diri di lobi kantor perusahaannya. Pekerjaannya, yang ia kira bisa selesai sore hari tadi, nyatanya membuat dirinya harus lembur malam ini.Kini, tepat saat arloji di tangannya menunjukkan pukul sebelas malam, Nadisa baru bisa merampungkan seluruh pekerjaannya. Dengan keadaan kantor yang sepi karena seluruh karyawannya sudah pulang. Pun jalanan sudah tampak lengang, tidak ada sedikit pun kendaraan umum yang lalu lalang.Nadisa menempelkan telepon genggamnya ke telinga. Menunggu seseorang yang ia hubungi mengangkat teleponnya. Tapi alih-alih menerima jawaban dari orang tersebut, Nadisa justru mendengar suara operator di seberang sana."Nomor yang anda tuju tidak menjawab--"Tut! Nadisa mematikan panggilannya untuk Jevano.Gadis Sanjaya itu menghela napas panjang, lantaran teleponnya tak kunjung diangk

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Kehidupan Kedua   6. Keajaiban

    Sakit. Tubuh Nadisa rasanya remuk redam. Membuat dirinya kesulitan untuk bergerak.Sesak. Sulit untuk bernapas. Rasanya seakan oksigen tidak mau memasuki paru-parunya, sekuat apa pun Nadisa berusaha.Gelap. Nadisa benar-benar dikelilingi kegelapan. Ini sebenarnya … di mana?"...ma? Disa? Bangunlah, sudah pagi."Suara berat itu berhasil menarik Nadisa dari kegelapan yang melingkupinya. Serta merta membuat dirinya membuka mata dan bangkit dari posisi tidurnya.Kedua mata Nadisa kontan membulat lantaran mendapati Mama Ayu sedang memeluk erat tubuhnya. Juga keberadaan sang Kakak, Jeffrey, yang saat ini berdiri di tepi ranjangnya. Nadisa mengerjapkan matanya beberapa kali.Bukankah … tadi Nadisa sudah mati?"Ungh…" suara erangan pelan dari Mama Ayu membuat Nadisa mengalihkan perhatian.Dapat dilihat oleh Nadisa, penampilan mamanya yang jauh dari kata baik-baik saja. Wajahnya pucat, dengan jejak air mata mengering di pipinya. Pun pakaiannya masih serba

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-25
  • Kehidupan Kedua   7. Tangisan Mama

    Nadisa masih menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya. Sementara itu, Jeffrey melirik pada arloji di tangan kirinya. Sudah pukul delapan, ternyata. Sudah waktunya Jeffrey pergi ke kantor Sanjaya."Ma, boleh Jeffrey pergi ke kantor? Ada beberapa urusan yang harus Jeffrey selesaikan," kata Jeffrey pelan. Ia sebenarnya masih khawatir pada keadaan mamanya, tapi ia tidak bisa berdiam diri di rumah terlalu lama."Tentu saja boleh, Jeff." Mama Ayu menjawab lemah.Mendengar hal itu, Nadisa pun turut buka suara."Aa, Disa juga izin ke kantor, Ma. Ada dokumen yang harus Disa bahas dengan para staf."Tentu saja itu bohong. Nadisa bahkan tidak ingat pekerjaan apa yang sedang ia garap di kantor saat ini. Nadisa hanya … tidak mau terpuruk seperti di kehidupan sebelumnya. Bagaimana pun juga, sang Papa tidak layak ditangisi terlalu lama. Lagi pula, Nadisa harus menjadi lebih kuat dan menyiapkan rencana untuk menangani semua masalah yang akan dihadapinya!Mama Ayu menganggu

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Kehidupan Kedua   8. Serigala Berbulu Domba

    Nadisa mematung di posisinya, memandangi sang Mama yang masih menangis lirih di dalam kamar. Kedua tangan Nadisa mengepal erat di sisi tubuhnya. Menahan gejolak amarah di dalam dada."Papa jahat sekali sama keluarga kita…" lirih sang Mama. "Mama salah apa sama Papa, sampai Papa tega duain Mama…"Sialan.Andai saja Nadisa kembali ke masa dimana sang Papa masih hidup, Nadisa bersumpah akan menghajar dan menyadarkan Beliau. Sayangnya, ia kembali hidup justru di saat Papa Fadli sudah meninggal dunia. Ia tidak bisa mengubah apa-apa.Nadisa mengembuskan napas panjang, berusaha untuk tenang. Gadis Sanjaya itu merogoh isi tasnya, kemudian mengeluarkan satu kemasan kertas tisu dari sana. Nadisa meletakkannya di depan pintu kamar Mama Ayu. Lalu memutuskan untuk berjalan menjauh.Dalam langkahnya menyusuri perjalanan menuju kamar, Nadisa tanpa sengaja meneteskan air mata.Sungguh, Nadisa tidak mengerti mengapa laki-laki selalu saja menyakiti hati perempuannya. Baik

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Kehidupan Kedua   9. Jeffrey yang Peka

    Nadisa Tirta Sanjaya membisu di tempatnya. Ia sama sekali tidak berani untuk menoleh ke arah Karenia yang sudah duduk di jok tengah mobil Jeffrey. Bahkan untuk sekadar melirik Karenia Winata saja Nadisa tidak bisa. Rasa trauma ternyata telah bersarang dalam diri Nadisa.Tangan Nadisa bergetar pelan. Akan tetapi, gadis cantik berambut panjang itu berusaha menekan kedua tangannya di atas tasnya. Meredam getaran ketakutan di sana. Berharap Jeffrey tidak menyadari perilaku anehnya."Kak Jeff, terima kasih sudah memberikan tumpangan pada Karen. Karen sangat merasa terbantu. Sudah setengah jam Karen berdiri halte tadi, tapi bus yang menuju kantor belum muncul juga. Syukurlah Kak Jeff lewat dan menawari Karen untuk berangkat bersama," kata Karenia dengan suara lembutnya. Tangan lentiknya bergerak centil menyampirkan rambut bergelombangnya ke belakang telinga.Jeffrey yang fokus menyetir tersenyum kecil."Ya, tentu saja aku menawarimu ikut serta. Kamu 'kan sahabat adikk

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Kehidupan Kedua   10. Hartono?

    Nadisa mengerjap kaget lantaran mobil yang dikendarai oleh Jeffrey langsung tancap gas meninggalkan Karenia. Karenia di belakang sana bahkan melompat-lompat dan menghentakkan kaki dengan emosi. Kesal dan kebingungan karena ditinggalkan seorang diri oleh Nadisa dan Jeffrey."Hey! Kak Jeff! Disa! Kenapa aku ditinggal?!" teriak Karenia di belakang sana, terdengar samar dari dalam mobil Jeffrey karena suaranya yang memang terbilang sangat keras. "Argh! Sialan!"Nadisa bahkan sampai memutar tubuhnya, melihat Karenia yang wajahnya tampak memerah lantaran terbakar amarah. Baru kemudian Nadisa menoleh pada sang Kakak. Mendapati Jeffrey Tirta Sanjaya yang masih saja menyetir dengan sangat tenang. Seolah tidak ada masalah."Kak? Kok kita–""Kenapa kita meninggalkan Karenia?" potong Jeffrey, menebak pertanyaan dari Nadisa."I-iya," jawab Nadisa pelan.Jeffrey menyempatkan diri melempar senyum pada Nadisa, sebelum akhirnya ia kembali fokus memandang ke jalan di depannya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-27
  • Kehidupan Kedua   11. Kemunculan Mereka Berdua

    Jeffrey kembali mendapati kebisuan dari adiknya. Membuat anak sulung keluarga Sanjaya itu menoleh, lalu mengelus kepala Nadisa dengan begitu lembutnya."Kenapa, Disa?" tanya Jeffrey lembut."Nggak–""Jevano Putra Hartono, ya?" tebak Jeffrey. "Kakak dengar, Mama pernah meminta kamu untuk lebih mengenal Jevan karena dia adalah putranya Tante Jessica. Kamu jadi tidak nyaman, ya?"Nadisa masih terdiam di tempatnya. Andai saja Jeffrey tahu kalau masalahnya tidak semudah itu. Di kehidupan sebelumnya, Nadisa telah dikhianati oleh Jevano. Parahnya lagi, Jevano melakukannya dengan Karenia Winata yang jelas-jelas merupakan sahabat Nadisa. Nadisa tidak bisa untuk baik-baik saja."Kalau kamu tidak mau, Kakak saja yang menemui para kolega kita, Disa. Pekerjaan Kakak bisa ditunda sebentar." Jeffrey berkata lembut.Nadisa menggigt bibir bawahnya.Benarkah Nadisa harus berdiam diri? Bukankah dirinya terlalu pengecut jika ia memilih untuk menghindar dan enggan m

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-28

Bab terbaru

  • Kehidupan Kedua   80. Ada yang Aneh

    Jeffrey masih berada dalam mobilnya. Kini memegang telepon genggam, guna mengabari salah satu anak buahnya yang ada di kantor cabang Bandung sana. Pasalnya, Jeffrey yang seharusnya tiba di Bandung siang nanti, kemungkinan akan terlambat karena harus memenuhi permintaan Nadisa.Ah, jangan khawatir. Bahkan sang Mama juga bicara bahwa kantor tempatnya bekerja adalah milik keluarga. Jadi Jeffrey rasa, tidak apa jika ia terlambat sesekali seperti ini.Tepat setelah mengabari anak buahnya, Jeffrey pun hendak menjalankan mobilnya untuk menuju pusat perbelanjaan di pusat Kota Jakarta. Akan tetapi, pemandangan yang tersaji di lobi kantor Sanjaya membuat Jeffrey mengernyitkan dahi.Di hadapannya, dapat ia lihat Karenia yang mengenakan blazer cokelat, dipadukan dengan rok senada sepanjang setengah paha. Kernyitan di dahi Jeffrey kian menguat, tatkala melihat Karenia berlari dengan penuh senyuman. Menyongsong satu orang yang mengenakan jas hitam."Kak! Kak Jevan!"Dari perawakan yang tinggi tegap

  • Kehidupan Kedua   79. Ada Waktu Luang?

    Nadisa bergegas mengambil tasnya yang ada di nakas samping ranjang. Kemudian beranjak menuju pintu kamarnya. Tepat ketika tangannya mencapai tuas pintu, ekor mata Nadisa melihat eksistensi suatu benda yang tersampir di sofa kamarnya.Jaket milik Narendra Bagaskara.Ah, saking lelahnya Nadisa, gadis itu jadi belum sempat mencuci jaket yang kemarin dipinjamkan oleh sang Bagaskara. Ia melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Sudah tidak ada waktu lebih.Nadisa pun memutuskan untuk berlalu dari kamarnya. Turun menuju lantai satu kediaman mewah milik keluarga Sanjaya. Tempat dimana Jeffrey dan Mama Ayu berada.Napas Nadisa sempat tertahan. Kepala cantiknya tanpa sengaja memutar kejadian kemarin malam. Tatkala tamparan keras sang Mama mendarat di pipi putih mulusnya.Jeffrey yang awalnya fokus pada serealnya, kini mendongak dan melambaikan tangannya. Memberi tanda agar Nadisa mendekat ke meja makan."Sini, Disa. Sarapan." Jeffrey berkata tanpa berpikir panjang

  • Kehidupan Kedua   78. Lembutnya Mama

    Mesin mobil yang dikendarai oleh Jeffrey Tirta Sanjaya akhirnya mati, tatkala kendaraan tersebut telah tiba di pekarangan rumah yang dirinya dan Nadisa tinggali. Pria dengan lesung di kedua pipi itu baru saja menoleh pada sang Adik, tetapi Nadisa tanpa kata segera meninggalkan dirinya. Keluar dari mobil dan memasuki rumah mewah mereka.Jeffrey mengusak rambutnya ke belakang, memandangi punggung kecil Nadisa yang perlahan menjauh.Jujur saja, Jeffrey tidak tahu menahu bagaimana adiknya bisa sangat membenci Jevano Putra Hartono. Sampai-sampai Nadisa berani membohongi Mama mereka, hanya untuk menghindari lelaki yang memang dipilih sang Mama untuknya. Setahu Jeffrey, Jevano adalah lelaki yang baik dan sempurna. Tidak ada salahnya mendekatkan Jevano dengan Nadisa yang juga tak kalah sempurna.Tapi apa mungkin Jeffrey melewatkan sesuatu? Apa Nadisa mengetahui sesuatu tentang Jevano, yang tidak Jeffrey dan Mama Ayu ketahui? Dan lagi, sosok lelaki yang yang menemani sang Adik di tengah dingin

  • Kehidupan Kedua   77. Suara Jeffrey

    Kedua anak Adam dan Hawa itu berjalan di tengah remangnya malam. Kembali menuju kediaman Sanjaya. Akan tetapi, tepat ketika keduanya tiba di gerbang kompleks Nadisa, satu sosok pria yang familiar pun muncul di sana.Jeffrey Tirta Sanjaya.Pria tampan bertubuh tegap dengan setelan kaos dan celana denim, juga dilengkapi jaket hitam-merah yang terlihat mahal. Tampak turun dari mobilnya tatkala melihat eksistensi sang adik tak jauh darinya.Bola mata gelap yang sarat akan rasa khawatir itu sempat melirik ke arah Narendra Bagaskara seraya mengangkat alis, tapi kemudian ia memilih abai dan memusatkan atensi pada Nadisa seorang. Dapat dilihat oleh Jeffrey, kedua mata Nadisa yang membengkak dan merah. Jelas sekali bahwa sang adik semata wayangnya baru saja menangis hebat."Disa, kita pulang, ya?" tanya Jeffrey dengan lembut.Nadisa terdiam di posisinya. Gadis cantik itu mengusap pipinya yang masih sedikit basah menggunakan lengan berbalut jaket milik Narendra.Jeffrey yang melihat hal tersebu

  • Kehidupan Kedua   76. Pendengar yang Baik

    "Kamu-"Ucapan Nadisa Tirta Sanjaya dibalas dengan senyuman yang melebar di wajah lelaki itu."Iya, Nadisa. Ini aku, Naren."Suara yang menenangkan itu membuat Nadisa kian bingung."Kenapa ... kamu bisa ada di sana? Bukankah ... kamu seharusnya sudah pulang sejak tadi?" tanya Nadisa dengan suara sengaunya. Hidungnya memerah, akibat dari tangisannya. Matanya pun terlihat sedikit membengkak."Mau minum dulu sebelum kita mengobrol lagi hari ini?" tanya Narendra dengan tenang. Tangannya menjulurkan satu gelas kertas berisikan teh hangat.Tangan berkulit putih milih sang gadis Sanjaya tampak bergetar tatkala menerima teh yang diberikan Narendra. Kemudian menyesapnya pelan. Melegakan dahaga di tenggorokannya yang perih karena menangis kencang.Narendra kemudian membuang pandangannya ke depan, memusatkan atensinya pada Sungai Hanja."Hari ini banyak yang terjadi ya, Nadisa." Narendra berkata pelan. "Terkadang, kalau kita sedang merasa bahagia, kesedihan justru akan datang tanpa bisa kita cega

  • Kehidupan Kedua   75. Lari

    Malam kian larut tatkala kedua kaki jenjang Nadisa melangkah, lebih tepatnya berlari, menjauhi kediaman mewahnya. Air mata kembali berlinang di wajahnya yang cantik jelita. Pun ia terisak pelan. Mengingat bagaimana ucapan tajam sang Mama beserta tamparan yang ia dapatkan di pipi putihnya.Di tengah pelariannya itu, gerimis mulai turun membasahi bumi. Entahlah. Mungkin semesta ingin agar air mata Nadisa tidak dapat dilihat oleh manusia lainnya. Agar hanya Nadisa yang tahu bahwa hatinya kini terasa sangat perih. Karena tindakan sang Mama yang begitu menyakiti.Padahal, Nadisa Tirta Sanjaya hanya ingin menghindari takdir buruknya.Ia hanya tidak ingin terjebak dengan Jevano Putra Hartono untuk kali kedua. Ia tidak ingin menjatuhkan hatinya lagi pada lelaki brengsek seperti Jevano. Ia tidak ingin ... mati sia-sia hanya karena menjadi korban dari hubungan rahasia Jevano dan Karenia.Nadisa hanya ingin bahagia, dengan keluarga juga orang-orang yang dikasihinya. Mama Ayu. Kak Jeffrey. Juga Na

  • Kehidupan Kedua   74. Perseteruan

    Nadisa masih bergeming di posisinya. Dengan satu tangan yang memegangi pipi kiri, tempat yang baru saja menjadi sasaran dari tangan Ayu Tirta Sanjaya. Pipinya memang terasa sangat sakit, tapi lebih dari itu, hati Nadisa jauh lebih perih."Mama menampar Disa....?" lirih Nadisa. "Disa salah apa, Ma? Disa salah apa sampai Mama tega menampar Disa?" cecar Nadisa dengan penuh rasa kecewa. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia berusaha menahan tangisannya karena tidak ingin dianggap lemah oleh sang Mama.Mama Ayu mengepalkan tangannya. Masih menatap sang putri dengan mata yang melebar, nyalang. Dipenuhi amarah dan kecewa."Kenapa Mama diam? Jawab Disa! Kenapa Mama tega menampar Disa?!" teriak Nadisa. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun."Kamu masih bertanya?! Setelah kebohongan kamu ke Mama, kamu masih bisa bertanya alasan Mama menampar kamu?! Iya?!" balas sang Mama.Jawaban dari Ayu Tirta Sanjaya membuat Nadisa membelalakkan mata dengan jantung yang mulai berdegup kencang. Pupil m

  • Kehidupan Kedua   73. Tamparan

    Langit kini telah menjadi gelap. Pun jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Jeffrey Tirta Sanjaya telah menunjukkan pukul delapan malam. Sudah waktunya untuk beristirahat.Akan tetapi, lelaki tampan bernama lengkap Jeffrey Tirta Sanjaya itu justru baru saja menghentikan laju mobilnya. Memarkirkan kendaraan mahal itu di depan kediamannya. Ya, kediaman Sanjaya yang berlokasi di Jakarta.Entah ada angin apa hari ini, Mama Ayu akhirnya mengizinkan Jeffrey untuk pulang ke rumah mereka, meski hanya untuk satu hari. Maklum, Jeffrey memang harus mengurus kantor cabang yang ada di Bandung. Jadi tentu saja ia tidak bisa berlama-lama di rumah yang selalu saja ia rindukan.Lelaki tampan itu mengeluarkan dua kantung besar dari bagasi mobil hitamnya. Kantung berisikan bolu cokelat yang tempo hari Nadisa pesan. Juga beberapa susu yang sekiranya sang Mama dan sang adik suka."Sini saya bantu, Tuan." Pak Asep menawarkan bantuan. Beliau memang yang tadi membukakan pintu gerbang untuk Jeffrey.

  • Kehidupan Kedua   72. Ubah Rencana

    Puk. Puk. Puk.Setiap kali kaki itu melangkah, pasir pantai yang dipijaknya akan membentuk jejak kaki. Mengikuti bentuk sandal yang kedua orang itu kenakan. Satu berukuran besar, dan satu lagi lebih kecil.Jejak kaki itu terlihat di sepanjang pesisir pantai, di dekat deburan ombak yang terlihat tidak terlalu besar. Hanya sesekali membasahi kaki. Tanpa bisa menyeret dua insan yang tengah berjalan di bawah cerahnya mentari."Indah sekali, ya. Pantai di Jakarta ternyata nggak buruk juga." Nadisa membuka percakapan di antara keduanya.Narendra menipiskan bibirnya, tersenyum manis. Ia memandangi Nadisa yang kini berjalan mundur, agar bisa berbincang dengan dirinya. Embusan angin pantai menerbangkan helaian rambut hitamnya dengan sedikit kencang."Iya, indah sekali." Perkataan itu terlontar, tatkala Narendra memandangi Nadisa Tirta Sanjaya. Entah ditujukan untuk pantai yang ia kunjungi, atau untuk gadis yang ia cintai."Iya 'kan? Sudah gitu, di bagian sini tid

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status