“Kau langsung menjatuhkan hukuman mati, tanpa mau mendengar penjelasanku?”
Wanita itu menatap sosok tinggi di hadapannya dengan pandangan tidak percaya. Dia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya saat ini. Keputusan sepihak Kaisar untuk menghukumnya dengan hukuman mati membuat Selene tidak sanggup lagi menahan luapan amarah dan kekecewaan di dalam hatinya. Dadanya terasa sangat sesak.
Pada akhirnya, tuduhan tak berdasar yang ditujukan kepada Selene berhasil mempengaruhi Kaisar hingga pria itu tidak segan untuk menghukumnya dengan hukuman mati. Berkat tuduhan perselingkuhan dan pengkhianatan yang ditujukan padanya, kehidupan Selene yang awalnya sudah hancur, kini luluh lantak tak berbekas.
“Pengkhianat menjijikan sepertimu sudah sepantasnya mati. Aku sudah muak melihat manusia lemah sepertimu,” ujar Kaisar dengan tatapan merendahkan.
Selene tidak pernah sekalipun berpikir untuk mengkhianati Kaisar meski dia bisa dan dia mampu.
Aku hanya mencoba untuk mencintaimu sepenuh hatiku. Kenapa semuanya jadi begini?!
Sejak kapan kehidupannya menjadi berantakan begini? Di mana letak kesalahannya?
Selene pun juga tidak tahu.
Namun, satu hal yang pasti, kini tiga tahun pernikahannya akan segera berakhir setelah hukuman mati dijatuhkan padanya. Selama sepersekian detik, memorinya dipaksa kembali pada kejadian beberapa bulan lalu.
"Pengkhianat sepertinya tidak boleh dibiarkan hidup, Yang Mulia!" tunjuk Veronica, selir kesayangan Kaisar. Wanita yang sejak tadi bergelayut manja di lengan Kaisar sambil menatap Selene dengan tatapan merendahkan.
"Kurung dia!" perintah Kaisar kepada para penjaga. Wajahnya sudah memerah menahan amarah.
Selene hanya bisa pasrah menerima segala perlakuan Kaisar kepadanya. Dia sadar betul bahwa apa pun yang dia katakan tidak akan mengubah pandangan Kaisar terhadap dirinya. Karena saat ini... hanya Veronica satu-satunya wanita yang akan didengar olehnya.
Para penjaga menyeret tubuh Selene dan menjebloskannya ke penjara bawah tanah yang gelap dan kotor. Tidak cukup dikurung, kedua tangan dan kaki Selene juga dirantai dengan rantai yang dingin dan karatan.
"Janin itu adalah hasil hubungan terlarangmu dengan pria lain. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk mengampuninya."
"HELIOS!!!!" Amarah Selene tidak tertahan lagi.
Melihat pria yang berstatuskan suaminya tengah berdiri memeluk wanita lain dengan dirinya yang bersimpuh tidak berdaya membuatnya tidak tahan lagi.
Jika saja tangan dan kakinya tidak terikat rantai besi ini, Selene mungkin akan bangkit dan mencekik Helios hingga pria itu mati.
"Bagaimana mungkin kau tidak mengakui bayi ini sebagai anakmu?!! Aku tidak pernah tidur dengan lelaki mana pun selain denganmu! Kau sungguh tega membunuh darah dagingmu sendiri, ha!?"
Selene tidak tahu lagi bagaimana cara meluapkan amarahnya. Suara seraknya menjadi pertanda bahwa dia sudah cukup banyak bicara, tapi tidak ada satu pun kata yang masuk ke dalam telinga pria di depannya.
"Semua bukti sudah terkumpul dan membuktikan bahwa bayi itu bukanlah anakku! Kau sudah gila! Penyakit delusimu sudah tidak tertolong!" hardik Helios dengan raut jijik.
Bukti?! Bukti apa?!
Selene mengeratkan giginya penuh emosi. Jika yang dimaksud bukti adalah bukti palsu yang dibuat oleh Veronica si selir kesayangannya, maka Selene sungguh ingin mencekik kedua makhluk terkutuk di depannya itu.
Bagaimana mungkin pria itu percaya dengan bukti palsu?
Hanya karena dia dekat dengan pangeran kedua, bukan berarti mereka memiliki hubungan sejauh itu. Meskipun Helios tidak pernah mencintainya, tapi Selene tidak pernah sekali pun berniat mengkhianati pria itu. Sedalam apa pun luka yang pria itu torehkan padanya, Selene tetap setia padanya.
Selene tidak tahu bagaimana cara Veronica menghasut Helios untuk mempercayai kebohongannya. Namun, berkat kebohongan itulah Selene dihukum karena dianggap mengkhianati Kaisar dan bersekongkol dengan pangeran kedua dalam upaya melenyapkan Kaisar.
"Eksekusi dia!"
Suara lantang itu seolah menampar Selene kembali ke kenyataan.
Pada akhirnya, tidak hanya Selene saja, namun seluruh keluarganya juga ikut dijatuhi hukuman mati. Sebelum menerima hukuman, Selene dipaksa melihat satu persatu keluarganya meregang nyawa di bawah tiang pancung. Dia dipaksa melihat adegan pembantaian keluarganya dengan latar sorakan kebahagiaan dari seluruh hadirin yang melihat eksekusi itu.
Akhirnya semua akan segera berakhir. Kehidupan menyedihkanku ini… akhirnya akan segera berakhir.
Tidak ada lagi yang tersisa dari dirinya. Jiwanya sudah ikut mati beberapa saat yang lalu bersama ayah dan kakaknya. Sorot sedih yang awalnya terpampang di wajahnya kini berubah menjadi sorot kosong tak terbaca. Pisau yang menggantung di atas kepalanya itu akhirnya dijatuhkan.
Dalam hitungan detik, Selene bisa melihat tubuhnya sendiri.
Terikat. Lusuh. Penuh luka. Tidak berdaya.
Maafkan Ibu, Nak.
Hanya untaian kata maaf untuk janin di dalam rahimnya yang sanggup dia rapalkan sebelum malaikat maut benar-benar menjemputnya.
Tidak ada lagi perasaan yang tersisa di hati Selene, selain penyesalan.
Jika saja dia bisa menyelamatkan jabang bayinya sebelum eksekusi ini… jika saja dia tidak pernah terpilih menjadi permaisuri…. Jika saja dia tidak menerima undangan seleksi putri mahkota. Mungkin kehidupannya tidak akan berakhir tragis seperti ini.
Ibu seharusnya tidak menginjakkan kaki di istana ini!
Rasa sesal itu terus menghantuinya hingga saat-saat terakhirnya.
Bahkan di saat-saat terakhirnya, Selene tetap menerima tatapan dingin itu. Tatapan tanpa ampun yang sudah sering dia terima selama tiga tahun pernikahannya. Sebelum kepalanya menyentuh tanah, dia masih bisa melihat bagaimana raut Helios yang dipenuhi kebencian dan Veronica yang berdiri di sampingnya, menatapnya dengan senyum penuh kemenangan.
Satu hal yang Selene pelajari dari hidup menyedihkannya ini.
Seseorang yang lemah dan terlalu baik tidak akan bertahan di dalam neraka yang mereka sebut istana ini.
Kegelapan pekat menyelimuti Selene. Udara yang dinginnya menusuk sampai ke tulang terasa sangat menyesakkan. Setelah mendengar begitu banyak umpatan dan hinaan, kini tidak ada lagi suara yang bisa Selene dengar. Semuanya hening, benar-benar sepi. Rasanya seperti tenggelam di kolam keputusasaan yang dalam.
Ke mana jiwanya akan berlabuh setelah ini? Di mana ujung kesengsaraan ini berakhir? Selene sudah tidak peduli. Dia sudah tidak mengharapkan hidupnya lagi.
Apa aku sudah mati? Apakah akhirnya penderitaanku sudah berakhir?
Begitu banyak pertanyaan memenuhi kepala Selene.
Tubuhku terasa ringan.
Tubuh Selene yang awalnya berat kini perlahan mulai terasa ringan. Dia seperti melayang, merasakan sekujur tubuhnya mengambang di ruang hampa.
Selene masih memejamkan matanya. Tubuhnya yang merasa kedinginan, perlahan mulai merasakan kehangatan. Ujung jarinya yang kebas mulai merasakan sesuatu yang familiar, seolah sinar matahari sedang menyapanya perlahan dan menyelimuti tubuhnya dengan kehangatan.
Ini sangat nyaman. Kuharap aku bisa merasakan kehangatan ini selamanya.
Meskipun matanya terpejam, Selene bisa merasakan seseorang sedang memeluknya dengan erat. Kesadarannya yang mulai terkumpul meyakinkannya bahwa kehangatan yang dia rasakan berasal dari sosok yang kini merengkuhnya. Sebuah pelukan yang tidak pernah Selene rasakan selama hidupnya.
Siapa pun ini, tolong jangan lepaskan pelukanmu.
Nyaman.
Selene terlarut dalam buaian semu itu. Tangannya ingin bergerak membalas pelukan hangat itu, tapi tidak ada lagi tenaga yang tersisa di dalam tubuhnya. Dia bisa merasakan hembusan nafas yang hangat menerpa tengkuknya. Sosok yang sedang memeluknya ini mendekatnya kepalanya ke samping telinga Selene.
Harum.
"Apa pun yang terjadi, hiduplah sesuai kata hatimu. Semoga di kehidupan ini, kau bisa mendapatkan kebahagiaanmu."
Suara yang begitu lembut dan hangat itu menyapa indra pendengaran Selene dengan sangat sopan. Siapa suara perempuan yang sedang memeluknya ini? Kenapa rasanya begitu familiar?
Selene berharap bisa mendengarnya lagi setelah ini. Namun, saat Selene mencoba untuk bicara, udara di sekiarnya tiba-tiba menghilang. Nafasnya tercekat saat merasakan tubuhnya seperti dihempaskan ke dalam kolam yang berisi air yang dingin.
Tolong!!!
Selene tidak bisa bernafas. Mulutnya terbuka, tapi tidak bisa bersuara.
Tolong aku!!
Di tengah keputusasaan itu, tiba-tiba mata Selene terbuka lebar. Dia mendudukkan dirinya sambil menghirup nafas dalam-dalam. Nafanya yang terengah-engah terasa perih di dadanya.
Apa ini?
Selene mengedarkan pandangannya. Matanya menatap kondisi sekelilingnya yang terasa tidak asing. Saat nafasnya perlahan mulai normal, aroma manis seketika menyeruak menyapa indra penciumannya.
Kamar ini. Suasana ini. Aroma ini.
Tidak salah lagi!
"Ini kan kamar lamaku."
Selene memandang sosok kecil di depannya dengan tatapan bingung. Potret dalam cermin yang begitu familiar menyapa indra pengelihatannya. Tampak sangat nyata sekaligus meragukan. "Lady, mau berapa lama lagi Anda bercermin? Anda harus segera bersiap untuk kelas berkuda hari ini." Selene masih sibuk mengamati bayangannya dalam cermin. Dia sudah menyadari ada yang tidak beres dengan mimpinya. Mimpi buruk yang dia alami terlalu nyata untuk disebut mimpi. Satu-satunya penjelasan untuk situasinya saat ini adalah― "Sepertinya aku benar-benar kembali ke masa lalu," gumam Selene sambil menggigit ibu jarinya. "Lady Selene!" tegur pelayannya, sontak membuat Selene sedikit terlonjak. Dia kemudian menyadari tatapan memohon dari Marie. "Astaga, iya, iya aku akan segera bersiap," ucapnya sedikit malas. Dari sekian banyak hari, kenapa dia harus terbangun di hari kelas berkuda?! Jujur saja, rasa sakit yang dia terima semasa hidupnya sebelum kembali ke sosok kecil ini masih terasa begitu jelas.
Samar-samar Selene mendengar suara seorang pria memanggil-manggil namanya. "Kakak?" lirihnya mencoba memastikan suara yang dia dengar benar suara kakaknya. "Lene!" Selene mengerjap memandang wajah familiar kakaknya yang menatapnya dengan tatapan khawatir. "Bagian mana yang sakit? Dokter akan segera kemari, jadi tahanlah sebentar!" hebohnya seolah Selene sedang terluka parah. Selene memandang wajah khawatir kakaknya dalam diam. Dulu, raut itu adalah raut yang sering dia lihat ketika kakaknya mengunjunginya di penjara bawah tanah. Bahkan di saat-saat terakhir kakaknya, pria itu tetap lebih mengkhawatirkan Selene dibanding dirinya yang sudah bersimpuh di bawah tiang pancung. Membayangkannya kembali tanpa sadar membuat air mata Selene menetes. "Astaga! Apa sesakit itu sampai kau menangis? Di mana dokternya! Kenapa lama sekali!?" Kakak Selene, mengusap puncak kepalanya sembari terus membisikkan kalimat menenangkan. "Tenang, ada aku di sini. Apa sungguh sesakit itu?" Selene yang m
"Selesai! Anda tampak sangat cantik, Lady!" seru Marie setelah selesai menata rambut Selene. Bersamaan dengan itu, Kepala pelayan menyampaikan pesan bahwa makan malam akan dimulai 15 menit lagi. Setelah memastikan penampilannya, Selene segera bergegas menuju ruang makan. Seperti biasa, dia duduk berhadapan dengan kakaknya, tepat di depan Duke yang menempati ujung meja persegi panjang ini. "Lihatlah, adikku terlihat semakin menawan setiap harinya!" puji Lucas. "Walaupun... sepertinya selera berpakaianmu agak berubah, ya?" gumamnya pelan, masih mencoba menyesuaikan diri melihat adiknya yang tampak berbeda dari biasanya. "Apa aku terlihat aneh?" tanya Selene setelah melihat raut wajah Lucas. "Ah, tidak! Tidak! Siapa yang bilang kau aneh?! Adikku adalah gadis paling cantik di dunia!" sanggah Lucas cepat-cepat. Tapi... Kakak tampak tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Ucapan Lucas benar-benar berbanding terbalik dengan ekspresi yang dia tunjukkan saat ini. Lagipula, Selene sebenarnya
Setelah berhari-hari mempertimbangkan semuanya dengan matang, Duke Alpheratz akhirnya mengizinkan Selene mengikuti kelas berpedang. Sejak Selene mengatakan secara terang-terangan tentang ketertarikannya pada ilmu berpedang, dia tak henti-hentinya 'meneror' ayahnya dengan mengirimkan beberapa kue kering dan makanan lainnya. Selene merasa ini hanya sebuah sogokan kecil agar ayahnya luluh dan mau mengabulkan permintaannya. Selene tahu bukan hal yang mudah untuk membujuk ayahnya menyetujui permintaannya kali ini. Namun di luar dugaan, usahanya itu rupanya berhasil! Segera setelah mengabulkan permintaan Selene, Duke kemudian mencarikan pelatih khusus untuk putrinya. Pria paruh baya itu, benar-benar memastikan keselamatan putrinya tanpa mengabaikan hal-hal kecil. Jadi akhirnya, Duke sendiri yang memilih perlengkapan berpedang putrinya termasuk baju pelindung, pedang, hingga ikat pinggang yang gadis itu kenakan. Selene menatap kotak-kotak yang baru saja diturunkan dari kereta dengan tata
Tiga hari berlalu begitu saja sejak terakhir Selene bertemu dengan Sir Nicholas. Hari yang telah disepakati akan menjadi hari evaluasi akhir bulan akhirnya datang juga."Kenapa ramai sekali di sini?" Banyak orang yang hadir di sekitar tempat latihan. Bukan hanya prajurit, tapi juga para pelayan yang bekerja di kediaman Alpheratz.Selene mempersiapkan diri tanpa tahu apa rencana Sir Nicholas yang sebenarnya.Saat gadis itu keluar ke arena tempat latihan, dia dibuat kaget dengan kehadiran ayah dan kakaknya di bangku penonton.Apa-apaan ini?! Kenapa ramai sekali? Bahkan Ayah dan Kakak juga menonton?!Selene dan Sir Nicholas keluar dari sisi arena yang berbeda."Sir Nicholas! Apa maksud semua ini?" seru Selene meminta penjelasan."Seperti yang bisa Lady lihat, mereka akan menjadi saksi kelahiran si anak ajaib! Ahli pedang berbakat yang langka! Calon kesatria di masa depan!" serunya dengan wajah semringah."Tapi sebelum itu, mari kita lihat apakah dia bisa memecahkan cangkang yang mengurun
Selene mencibir kakaknya dengan seringai menyebalkan. Gadis itu mengatakan semua apa adanya. Nyatanya, memang tidak ada yang lebih tahu realita kehidupan di akademi dibanding Lucas sendiri. Dia juga murid di sana! Lucas tidak bisa menutupi raut kesalnya. Apa-apaan dengan tuduhan tanpa dasar itu! Aku? Takut dengannya?! Dia pasti sudah gila! "Untuk apa aku takut padamu?" sanggahnya. "Oh sungguh? Hmm... kau pasti sangat percaya diri dengan kemampuanmu sampai-sampai meremehkanku begitu ya." "Hentikan, Selene!" sergah Duke memperingatkan. "Kalau begitu, bertarunglah denganku! Kita buktikan siapa yang lebih baik! Jika kau berhasil menang, maka aku akan menyerah untuk masuk ke akademi." Hah! Mana mungkin aku menyerah begitu saja! "Tapi jika aku yang menang, itu artinya aku memang pantas berada di sana karena telah berhasil mengalahkan salah satu murid terbaik di akademi. Bagaimana? Cukup adil, bukan?" Jika Selene dirasa tidak pantas masuk ke akademi hanya karena dianggap lemah, m
Selene dan Marie baru saja selesai mengecek barang-barang yang akan dibawa Selene ke akademi. "Lady... sepertinya saya belum siap berpisah dengan Anda," cicit Marie pelan. Selene berdiri di samping tumpukan kotak sambil melihat beberapa isinya. Dia menoleh menatap Marie yang tampak sedih. Dua hari lagi Selene akan berangkat menuju akademi. Selama belajar di sana, Selene harus tinggal di dalam asrama yang sudah disediakan. Jadi selama itu, Selene tidak akan pulang ke rumahnya kecuali pada saat libur musim panas dan libur musim dingin. Selene meraih tangan Marie dan menggenggamnya erat. "Jangan sedih Marie. Kalau kau sedih begini aku jadi sulit untuk pergi." Marie balas menggenggam tangan Selene lebih erat. "Lady... saya sudah melayani Anda sejak Anda masih kecil. Saya tidak menyangka jika perpisahan pertama kita adalah saat Lady pergi ke akademi pedang," ucap Marie semakin tidak tahan menahan air matanya. "Saya tahu ini semua untuk kebaikan Lady... tapi tetap saja rasanya sungguh
Duke Alpheratz dan beberapa pelayan kini berada di latar kediaman Alphertaz untuk melepas kepergian Selene dan Lucas menuju akademi."Aku benar-benar akan kesepian di rumah mulai sekarang," ujar Duke sembari memeluk Selene erat. Selama beberapa saat mereka terdiam di posisinya. Duke sama sekali tidak berniat melepaskan pelukannya."Ayah... bisa tolong lepaskan pelukannya," ucap Selene hampir tidak bisa bernafas karena pelukan erat dari ayahnya.Lucas yang melihat adegan emosional antara ayah dan adiknya itu hanya bisa menghela nafas pelan. "Tidak perlu berlebihan, Ayah. Lagipula Ayah juga tidak selalu berada di rumah. Ayah kan lebih sering melakukan perjalanan bisnis di luar kota daripada menemani Selene di rumah sebelumnya," celetuknya dengan santai.Selene menoleh kaget.Dia ini benar-benar tidak bisa membaca situasi, ya?Sontak Duke menatap Lucas dengan mata yang membelalak lebar."Kau ini kenapa? Apa kau iri karena Ayah tidak memelukmu seerat Selene saat dulu kau mau masuk ke akad
Berita kemenangan pertempuran di wilayah barat pun sampai di istana. "Begitu rupanya," ucap Kaisar setelah mendengar laporan dari salah satu prajurit pembawa pesan. "Kalau begitu siapkan pawai penyambutan untuk para prajurit yang kembali," perintah Kaisar pada penasihatnya. "Buat semeriah mungkin, mereka sudah bekerja keras mempertahankan wilayah barat." Jadi dia benar-benar kembali dengan selamat. Kaisar tersenyum misterius. Dia pun kemudian memerintahkan pengawalnya untuk memanggil Putra Mahkota dan Putri Mahkota terpilih. Tak lama kemudian Putra Mahkota dan Putri Mahkota pun menghadapnya. Keduanya membungkuk memberi hormat. "Persiapkan diri kalian, para prajurit yang memenangkan pertempuran di wilayah barat akan segera tiba, danLadyHyacinth...." Panggilan itu membuat Hyacinth mengangkat kepalanya menatap Kaisar. "Aku ingin memberimu tugas pertama sebagai putri mahkota." Putra Mahkota yang berdiri di sam
Akhirnya hari keberangkatan menuju Pyrgos pun tiba.Tidak pernah terbayangkan bahwa akan tiba saatnya bagi Duke Alpheratz melepas darah dagingnya menuju medan perang."Jaga dirimu baik-baik, Lene," ucapnya sembari memeluk erat putrinya. Rasanya berat sekali melepas putrinya ini. Bukannya Duke rela begitu saja melepas Lucas, tapi memang rasanya berbeda ketika dia harus melepas putri satu-satunya.Putrinya ini adalah peninggalan terakhir istrinya. Bagi Duke Alpheratz, tentu saja Selene lebih berharga dibanding permata sekalipun. Melepas Selene ke medan perang rasanya seperti melepas jantungnya sendiri ke kandang singa."Ayah juga. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup. Aku sudah minta Edward untuk menyembunyikan kertas pekerjaan Ayah, jika Ayah tidak mau berhenti bekerja."Tanpa Selene ketahui, Duke memang berniat lebih banyak menghabiskan waktu dengan bekerja. Meskipun bisa, dia yakin tidak akan bisa bersantai, karena pada saat itu perasaannya pasti akan sangat tidak tenang memiki
"Aku akan menawarkan tempat putri mahkota bagimu, jika nantinya Lady kembali dengan selamat tanpa luka yang berarti." Hah? Apa-apaan ini?! Susah payah dia menghindari seleksi, kenapa malah begini jadinya?! "Ya-yang Mulia..." Ini benar-benar di luar dugaannya. "Bagaimana mungkin saya melakukannya? Itu seperti tindakan curang. Semua putri bangsawan sedang berkompetisi dengan sepenuh hati agar bisa menjadi putri mahkota, tidak mungkin saya bisa menjadi putri mahkota dengan cara seperti ini." "Kenapa? Syarat yang kuajukan cukup sulit, bukan? Lady harus kembali dengan selamat," ucap Kaisar dengan seringaian misterius. Sialan! Dia meremehkanku! Selene cukup dibuat kesal dengan Kaisar yang sejak tadi memaksanya menjadi putri mahkota dan sekarang pria paruh baya itu bahkan meremehkannya dengan mengatakan seolah Selene tidak akan kembali dengan selamat. "Menurutku, syarat yang harus dipenuhi oleh Lady bahkan lebih sulit dibandingkan calon yang lain," ucap Kaisar dengan entengnya. "Jadi
Setelah 7 tahun mengasah kemampuan berpedangnya, kemampuan Selene akhirnya diakui oleh semua orang termasuk pihak kekaisaran.Kali ini Selene benar-benar kembali ke istana. Bukan sebagai calon putri mahkota, melainkan sebagai salah satu komandan pasukan perang yang sebentar lagi akan bertempur di medan perang.Meski memiliki peran yang berbeda, Selene tetap menerima atensi yang luar biasa sama seperti dulu. Di sepanjang langkahnya, tiap kali dia berpapasan dengan bangsawan atau pelayan, mereka selalu terpana melihatnya. Walaupun Selene sendiri tidak yakin mereka lebih terpesona dengannya atau dengan para pria yang berjalan bersamanya.Tepat seperti yang tertulis di undangan. Kekaisaran dengan hormat berniat menjamu para komandan pasukan yang sebentar lagi akan berangkat ke medan perang. Itulah mengapa kali ini dia tidak berjalan sendiri memasuki istana.Sebagai komandan pasukan berpangkat Letnan, dia memiliki serdadu yang dia pimpin sendiri. Bersama dengan para komandan lain, mereka a
Selene memekik begitu mendapati sesuatu di balik semak-semak itu. Seorang pria dengan jubah dan tudung kepala terduduk sambil memegang perutnya yang terluka. Selene sontak melompat dari lorong dan mendekati pria itu. "Apa Anda baik-baik saja?!" tanya Selene panik. "Apa menurutmu aku terlihat baik-baik saja?" Pria itu balik bertanya pada Selene, membuat Selene tersenyum canggung. Pria itu mengerang sambil memegang perutnya yang bersimbah darah. Membuat Selene semakin panik dan tidak tahu harus berbuat apa. "Tu—tunggu di sini sebentar, biar saya panggilkan seseorang yang bisa membantu." Saat Selene hendak berdiri, pria itu seketika menahan lengannya. "Jangan! Jangan coba-coba memanggil orang lain!" cegah pria itu. "Tapi Anda berdarah sangat parah! Kalau Anda kehabisan darah, Anda bisa mati di sini!" "Sudah kubilang jangan libatkan siapa pun. Kalau aku sampai ketahuan karenamu, aku tidak akan sengan untuk membunuhmu, apa kau mengerti?" ancam pria itu. Selene memandang pria bertu
Hari besar yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Selene memandang ke luar jendela dengan tatapan jenuh. "Hey, setidaknya tunjukkan sedikit semangatmu. Hari ini semua orang akan merayakan kedewasaanmu di istana. Kau mungkin akan menjadi pusat perhatian orang-orang di sana," celoteh Lucas yang duduk di depannya. Selene melirik Lucas dengan tatapan sinisnya. Ya, jika itu benar-benar terjadi, semua ini karena salahmu! Sama seperti dulu, kali ini Lucas juga menemaninya datang ke pesta debutante sebagai pasangannya. Pria itu tampak menawan dengan setelan baju formalnya dan gaya rambut yang ditata rapi ke belakang. Padahal sebelumnya Selene sudah mengingatkan Lucas agar tidak tampil mencolok supaya tidak menarik perhatian orang-orang, tapi bagi seseorang yang sudah terlahir dengan paras mempesona, tentu saja lebih sulit untuk tampil sederhana dibanding mencolok, bukan? "Jika kau ingin mencari calon istri, jangan datang bersamaku begini," gerutu Selene. "Sia-sia aku tampil biasa aja kalau
Selene dan teman-temannya sedang berada di bar. Mereka yang baru saja menyelesaikan latihan dan sparring, lalu memutuskan untuk pergi minum bir. Ini adalah pengalaman pertama bagi Selene pergi ke bar. Setelah selama sebulan penuh melakukan latihan untuk seleksi pendaftaran angkatan darat, dia akhirnya bisa sedikit bersantai. Selene membanting gelasnya dan mengusap bibirnya. BRAK! "Aaahhh!" Teman-temannya di sana sontak bertepuk tangan dan bersorak kegirangan merayakan bir pertama Selene diusia dewasanya. "Wah wah wah, sepertinya kita menemukan peminum andal selain Robert di sini!" "Apa ini? Kenapa dia lebih pandai meneguk bir daripada sebagian besar dari kalian?" Selene menanggapi komentar teman-temannya dengan senyum bangga. "Bagaimana rasa bir pertamamu setelah menginjak usia dewasa, Sel?" tanya Eric. Selene mengusap dagunya, tampak berpikir. "Hmm..." Dia menatap teman-temannya yang terdiam menunggu jawabannya dengan serius. "Luar biasa!" serunya, membuat teman-temannya k
Sudah 6 tahun sejak Selene menginjakkan kakinya di Akademi Pedang Galatyn dan kini gadis itu hampir menginjak usia 18 tahun. "Tidak kusangka gadis sepertimu benar-benar bisa bertahan di akademi sampai sekarang," celetuk Felix membuka percakapan. "Benar, gadis bangsawan lain mungkin sedang sibuk mempercantik diri, tapi kau malah mengayun pedang seperti gadis yang sudah menyerah dengan masa depannya," sambung Cedric. "Menurutmu bagaimana pesta debutante tahun ini akan dilaksanakan?" Selene yang masih sibuk dengan makan siangnya, sama sekali tidak tertarik dengan topik pembicaraan ini. "Entahlah, bukan urusanku," ucapnya acuh. Teman-teman Selene yang melihat respon tidak peduli dari gadis itu kemudian memandang satu sama lain. Pesta debutante adalah pesta yang diadakan untuk merayakan kedewasaan seorang gadis bangsawan ketika mencapai usia 18 tahun. Acara yang rutin diadakan oleh pihak kekaisaran ini adalah acara yang paling ditunggu setiap tahunnya, terlebih lagi bagi mereka yang g
"Kau harus mempersiapkan dirimu. Karena mulai sekarang kehidupan kerasmu akan dimulai di akademi ini."Awalnya Selene pikir kakaknya mengatakan hal itu hanya untuk menakutinya, tapi ternyata... kehidupan di akademi benar-benar seperti neraka!Setiap hari para siswa harus bangun sebelum matahari terbit dan melakukan pemanasan di lapangan. Setelah itu, mereka harus sarapan dengan makanan yang sudah disediakan oleh petugas kantin. Baru kemudian mereka akan mendapat pelajaran di kelas, sebelum akhirnya mereka akan berlatih pedang sampai sore hari. Begitulah rutinitas yang tampak simpel. Namun, kenyataannya lebih sulit dari yang dibayangkan.Selene menahan diri untuk tidak muntah meski makanannya benar-benar sudah naik lagi sampai ke mulutnya. Saat bel tanda selesai makan dibunyikan, gadis itu buru-buru berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan makan malamnya."Kau memuntahkan makananmu lagi!" tegur Lucas yang entah sejak kapan berdiri di samping pintu kamar mandi.Selene mengusap mulut kasa