Ana terdiam di depan pintu kamar neneknya. Senyum terlukis indah di bibirnya. Seorang wanita paruh baya sedang duduk termenung menatap jendela kamar. Ana sangat begitu merindukan neneknya.
"Nenek." panggil Ana sambil berjalan pelan mendekati neneknya."Ana, apa itu kau?" nenek langsung membalikkan badannya. Nenek terlihat sangat bahagia, tangannya meraba-raba apa saja di sekitarnya."Nenek aku di sini." Ana memegang tangan neneknya mengarahkan badan neneknya untuk menghadap ke arah nya.Ana mengerutkan keningnya, sepertinya ada yang salah dengan kondisi mata neneknya. Neneknya seperti tidak bisa melihatnya. Jadi benar yang dikatakan oleh bi Ami jika mata neneknya sedang tidak baik-baik saja."Apa nenek bisa melihatku?" tanya Ana. Matanya mulai berkaca-kaca melihat keadaan neneknya."Mungkin nenek tidak bisa melihatmu, tapi nenek selalu ingat wajah cucu kesayangan nenek. Mendengar suaramu itu sudah cukup untuk nenek." ujar nenek dengan tersenyum."Bagaimana keadaanmu?" tanya nenek."Baik nek, maaf kan aku karena sudah meninggalkan nenek sendirian." Ana menidurkan kepalanya di pangkuan sang nenek. "Apa kau bahagia?" Ana menggelengkan kepalanya tetapi neneknya tidak bisa melihatnya."Iya." bohong Ana."Nenek aku akan mencari uang yang banyak untuk membiayai operasi mata nenek. Aku ingin nenek bisa melihatku lagi." ujar Ana sambil menggenggam kedua tangan neneknya."Nenek sudah tua, mata nenek juga sudah tua. Tidak perlu memikirkan keadaan nenek, nenek bahagia jika kau bahagia. Jalani saja hidupmu sesuai keinginanmu Ana." tangan nenek meraba wajah Ana.Ana menangis dalam diam. Ia merasa sakit melihat kondisi neneknya yang seperti ini. Ia tidak bisa menghabiskan hari-harinya bersama neneknya sebelum neneknya tidak bisa melihat lagi. Ana memeluk neneknya dengan sayang."Aku tidak akan meninggalkan nenek lagi." gumam Ana di pelukan neneknya.***Gerald keluar dari dalam mobil. Ia sedikit melonggarkan dasinya sebelum masuk ke dalam rumah. Gerald langsung menuju kamarnya di lantai tiga. Badannya terasa sangat lelah karena hampir selama tiga jam ia hanya duduk di ruang meeting. Setelah membersihkan dirinya dan berpakaian rumahan, Gerald turun ke lantai dua ke kamar Ana.Tanpa mengetuk pintu Gerald langsung memutar knop pintu dengan sekali putaran. Keningnya mengernyit merasakan hawa sepi di kamar itu. Ia juga tidak melihat keberadaan Ana. Gerald melangkah masuk ke dalam kamar dan mengecek kamar mandi sampai ruang wardrobe. Dia tidak menemukan Ana di kamarnya."Shit! Kemana gadis itu?" Gerald langsung berjalan cepat menuruni tangga ke lantai satu. Ia mencari Ana di halaman belakang, di ruang tengah, di kolam, dan terakhir di dapur. Ia hanya menemukan bi Asri dan Asti yang sedang berada di dapur."Bi Asri dimana Ana?" tanya Gerald dengan tatapan tajam."Ada di kamar tuan." perkataan bi Asri membuat rahang Gerald mengeras. Ia sudah mencari gadis itu di kamarnya dan gadia itu tidak ada di sana, itu berarti Ana pergi dari rumah.Bi Asri dan Asti hanya bisa menunduk takut, bahkan mereka tidak berani menatap wajah tuannya. "Kevin!" teriakan Gerald membuat bi Asri dan Asti berjengit kaget."Iya tuan." Kevin datang dengan tergopoh-gopoh."Dimana Ana?" tanya Gerald dengan nafas yang memburu. Ia seperti pemburu yang kehilangan mangsanya.Kevin menatap bi Asri yang ada di belakang tubuh Gerald. Bi Asri terlihat menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu keberadaan Ana. Kevin meneguk ludahnya dengan susah payah. Seharian ia berjaga di pintu depan dan tidak melihat siapapun keluar dari rumah. Bagaimana bisa ia kecolongan."Maaf tuan saya tidak tahu." ujar Kevin dengan nada gugup.Tangan Gerald mendorong toples kaca yang ada di atas meja sampai terjatuh dan pecah. "Argh sialan! Apa yang kalian lakukan seharian hah! Menjaga satu orang saja kalian tidak becus!" Gerald terlihat sangat marah ia seperti orang yang sedang kesurupan. "Kevin aku menggajimu bukan untuk duduk dan minum kopi, aku menggajimu untuk menjaga gadis itu." Gerald mencengkram kerah baju Kevin. "Cepat kalian cari gadis itu ke semua penjuru rumah!" perintah Gerald tak terbantahkan. Gerald melepas cengkeramannya pada kerah kemeja Kevin. Gerald berlari ke kamarnya. Tatapannya masih membara, dadanya naik turun karena emosi nya yang belum stabil. Gerald berdiri di jendela kamarnya sambil menatap tajam ke arah bawah. Ia tidak tahu kemana gadis itu berada sekarang. Terlintas di pikirannya untuk menyewa intel untuk mencari lokasi gadis itu. "Aku akan menemukanmu bagaimanapun caranya." ujar Gerald sambil mencengkram teralis jendela yang ia pegang.Tok tok"Tuan saya sudah menemukan keberadaan nona Ana tuan." ujar Kevin.Gerald tersenyum miring, ia tidak salah mempekerjakan Kevin karena tanpa diminta laki-laki itu sudah melakukan apa yang dia pikirkan. Gerald tersenyum puas di dalam hati. Ia akan membuat kejutan yang akan membuat Ana benar-benar terkejut karena melihat kehadirannya."Kita akan bertemu lagi baby." gumam Gerald sambil tersenyum miring."Siapkan mobil kita akan membawa gadis itu kembali." Gerald beranjak dari jendela kemudian ia mengganti pakaiannya.Tanpa membuang waktu Gerald langsung masuk ke dalam mobil dan langsung menyuruh supir untuk menuju lokasi keberadaan Ana. Ia juga menyuruh Kevin mengikutinya kalau saja Ana terlalu keras kepala, maka ia akan menyuruh Kevin menyeret perempuan itu masuk ke dalam mobil secara paksa.Mobil milik Gerald berhenti di depan rumah kecil yang Gerald kenali. Ia tidak menyangka jika gadis itu berada di sini ternyata. Ia lupa jika gadis itu hanya memiliki satu tujuan jika kabur dari rumahnya. Jadi Ana Benar-benar pergi ke rumahnya dan menemui neneknya. Gadis itu benar-benar keras kepala, meskipun ia sudah bilang 'tidak' tetapi tetap saja Ana datang ke sini.Gerald mengetuk pintu rumah di depannya. Tak lama keluarlah bi Ami, perempuan yang ia suruh untuk menjaga neneknya Ana. "Tuan, silahkan masuk." bi Ami mempersilahkan Gerald masuk ke dalam rumah."Dimana Ana?" tanya Gerald tanpa basa-basi."Nona Ana sedang berada di dapur." ujar bi Amin sambil menunjuk jalan menuju dapur.Gerald langsung melangkahkan kakinya ke dapur. Jarak dapur dan ruang tamu hanya terpisah dengan dua kamar. Gerald langsung menemukan sosok Ana yang sedang menyiapkan makanan. Gerald melangkahkan kakinya mendekati Ana dengan pelan, ia tidak ingin Ana menyadari kehadirannya. Tetapi Gerald lebih ingin melihat wajah Ana yang terkejut melihat keberadaannya di rumah ini."Apa kau sudah selesai dari kabur mu?" bisik Gerald di telinga Ana. Gerald dapat merasakan tubuh Ana menegang. Ia tersenyum miring melihat raut wajah Ana yang terlihat ketakutan. Apa Gerald semenakutkan itu?"K...au." ujar Ana terbata-bata menatap Gerald berada di rumahnya. Bagaimana laki-laki itu tau ia berada di sini?"Kenapa terkejut, aku sudah bilang jangan lari dariku. Sejauh apapun kau lari aku akan menemukanmu Ana." ujar Gerald yang terdengar seperti panggilan maut untuk Ana. "Ikut pulang denganku sekarang atau kau mau aku melakukannya dengan caraku." Gerald memberikan tawaran yang jika saja bisa Ana tidak ingin memilih salah satu dari tawaran tersebut."Aku ing_in ting_gal di sini deng_an nenekku." Ana meneguk ludahnya dengan susah payah. Kakinya terasa lemas karena ditatap intens oleh Gerald."Oh ternyata kau ingin aku melakukannya dengan caraku." ujar Gerald enteng."Kevin!" Gerald berteriak memanggil Kevin."Iya tuan." Kevin menunduk hormat."Bawa gadis itu masuk ke dalam mobil." perintah Gerald yang membuat mata Ana melebar.Ana terlihat panik, ia tidak ingin pergi dari rumah ini. Ia masih ingin disini menemani neneknya. Ana berlutut memegang kaki Gerald."Aku mohon biarkan aku di sini selama beberapa hari. Nenek sangat membutuhkan ku, nenek tidak bisa melakukan semua aktivitasnya sendiri." Ana mulai mengeluarkan air matanya. Ia terus memohon pada Gerald supaya mengabulkan keinginannya."Aku sudah cukup berbaik hati kepadamu dengan membiarkanmu bersama nenekmu selama beberapa jam." tanpa memperdulikan tangisan Ana Gerald langsung melepaskan kakinya dari jangkauan tangan Ana."Bawa dia ke mobil." suruh Gerald kepada Kevin sebelum keluar dari rumah itu."Mari nona." Kevin membantu Ana berdiri tetapi langsung ditepis oleh Ana."Nona tolong jangan memberontak atau saya tidak punya cara lain dengan membawa nona dengan cara paksa." ujar Kevin memberi saran tapi Ana tak mengindahkannya. Ana tetap keras kepala tidak ingin berdiri dari tempatnya.Terpaksa Kevin membawa Ana secara paksa. Kevin harus menerima pukulan dari perempuan itu di tubuhnya. Ana terus menerus memberontak meminta dilepaskan."Ana." Ana langsung membalikkan badannya ketika mendengar neneknya memanggil namanya. Sebelumnya neneknya sedang tertidur, neneknya pasti terbangun karena suara bising yang mereka timbulkan."Ana kau dimana?" Ana melihat neneknya jalan tertatih-tatih sambil tangannya meraba sekitar. "Biarkan aku menemui nenekku sebentar saja, aku mohon." Ana menangkupkan kedua tangannya memohon kepada Kevin.Kevin terdiam sebentar, kemudian ia melepaskan cekalannya dari tangan Ana. Ana langsung berlari mendekati neneknya."Nenek, dengarkan aku. Aku akan pergi sebentar dan aku akan sering menemui nenek, aku berjanji." Ana memeluk neneknya. Ana melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah neneknya sebentar sebelum berjalan mundur perlahan. Ana menghapus air matanya yang terus keluar."Bibi tolong jaga nenek untukku." ujar Ana memohon kepada bi Ami."Bibi akan jaga nenek dengan baik non." ujar bi Ami menenangkan Ana agar tidak perlu mengkhawatirkan keadaan neneknya.Ana menganggukkan kepalanya. Ia berjalan meninggalkan rumah neneknya dengan diikuti Kevin di belakangnya. Ia menatap sebentar rumahnya sebelum masuk ke dalam mobil.Sejak kecil ia tumbuh di rumah sederhana ini. Dan sekarang ia harus pergi dari rumahnya sendiri. Rasanya seperti kebahagiaan kita di renggut oleh seseorang. Sedari dulu ia hanya memiliki neneknya di hidupnya. Ayah kandungnya sendiri bahkan tidak peduli dengan kehidupannya sampai rela menjualnya hanya untuk uang satu miliar."Sudah cukup menatapnya?" suara berat Gerald memasuki indera pendengaran Ana. Ana sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari rumah nya."Jalan." perintah Gerald kepada supir untuk menjalankan mobilnya.***"Aww sakit." Ana merintih kesakitan sambil memegangi pergelangan tangannya.Sesampainya di rumah, Gerald langsung menarik tangan Ana dengan kasar. Bahkan Ana harus terseok-seok karena Gerald berjalan dengan cepat. Ia sudah seperti sapi yang dipaksa untuk bekerja. "Aku mohon lepaskan tanganku." Ana terus-terusan merintih kesakitan. Ia menatap pergelangan tangannya yang membiru akibat cengkraman kuat jari Gerald. Semua orang yang ada di rumah hanya menatap Ana dengan wajah prihatin. Tapi berbeda dengan Asti yang menatap jengah ke arah Ana, seolah-olah hal ini sudah sangat biasa di rumah ini.Sesampainya di kamar Ana, Gerald langsung menghempaskan tubuh Ana ke atas ranjang. Sedikit terdengar suara dentuman saat tubuh Ana memantul di ranjang. Gerald berjalan mendekat, satu kakinya menekuk ke atas ranjang. Tangan Gerald mencengkram dagu Ana agar gadis itu menatap ke arahnya. "Aku sudah memberikanmu peringatan berulang kali tapi kau selalu tak mengindahkannya."
"Sir hari ini kita ada rapat dengan tuan Peter pukul dua siang." ujar Jack asisten Gerald.Jari Gerald yang sedang menggeser layar tablet berhenti seketika saat mendengar nama ayahnya disebutkan. "Apa anda ingin meng cancel nya sir?" tanya Jack memastikan. Ia sangat tahu bagaimana hubungan antara kedua orang ayah dan anak itu. "Tidak perlu." tolak Gerald. Entah sudah berapa lama ia tidak bertemu ayahnya itu. Apa Gerald merindukan ayahnya? Jawabannya tidak, ia tidak pernah merindukan laki-laki tua itu.Tiba-tiba Gerald tersenyum ketika ia mengingat kejadian kemarin. Sepertinya kemarin ia membuat Ana sangat kelelahan. Ia ingat setelah melakukannya ia tertidur di atas badan Ana. Ia yakin jika perempuan itu pasti merasa sangat berat saat tubuh besarnya menindih tubuh mungilnya. Bahkan saat ia terbangun dari tidurnya ia masih dalam posisi yang sama. Karena tidak tega melihat Ana yang kelelahan, akhirnya Gerald menyingkir dari tubuh Ana dan melepaskan tali di tangan
Gerald berdecak kesal karena pagi ini kondisi meja makan yang biasanya terhidang berbagai makanan lezat terlihat sepi. "Bi Asri!" masih pagi Gerald sudah harus mengeluarkan tenaganya."Ya tuan." Gerald mengerutkan keningnya, ia memanggil bi Asri tapi malah Asti yang datang. "Dimana bi Asri?" tanya Gerald dengan wajah datarnya."Bibi sedang istirahat di kamarnya karena sakit tuan." ujar Asti.Gerald menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Buatkan sarapannya." perintah Gerald."Baik tuan." Asti beranjak kembali ke dapur.Gerald menduduki salah satu kursi yang ada di meja makan. Seperti sudah kebiasaan pagi, Gerald membuka beberapa berita mengenai bisnis dan perekonomian negara dan dunia. Tangannya yang sedang sibuk menggeser layar tablet tiba-tiba harus berhenti karena kedatangan seseorang yang menarik salah satu kursi di hadapannya.Gerald menatap Ana yang
Ana berjalan memasuki dapur ia merasa bosan berada di kamar terus menerus. Sesampainya di dapur ia tidak melihat Asti berada di sana. Ana mengedikkan bahunya tak acuh, tidak ada Asti disana malah membuatnya bebas berada di dapur. Ana membuka kulkas yang ternyata terisi penuh macam-macam makanan dan minuman. Ana beralih membuka rak dapur yang juga terisi dengan berbagai makanan dan bahan-bahan. Ana ingin membuat sesuatu untuk dirinya sendiri tetapi ia bingung harus membuat apa. Akhirnya Ana memutuskan untuk membuat spaghetti marinara. Kurang dari setengah jam ia berkutat di dapur membuat spaghetti dan akhirnya jadi. Ana tersenyum mencium bau harum dari spaghetti buatannya. Ia jadi tidak sabar untuk memakan spaghetti buatannya. Ana membawa piring spaghetti ke meja makan."Ah lupa! aku sedang membuat kue." Ana menepuk keningnya, ia melupakan kue nya yang masih ada di dalam oven. Ana beranjak kembali ke dapur meninggalkan spaghe
Ana membawa sepotong kue matcha buatannya untuk diberikan ke Gerald. Ia tidak salah dengarkan jika tadi Gerald menyuruhnya untuk mengantarkan kue ke kamarnya. Bukankah pria itu tidak suka jika ada orang yang masuk ke wilayahnya di lantai tiga? Ana jadi bimbang untuk naik ke lantai tiga. Bagaimana jika Gerald tiba-tiba memarahinya dan lupa dengan apa yang dikatakannya tadi.Ah sudahlah Ana meyakinkan dirinya sendiri jika lebih baik ia mengantarkan kue ini ke kamar Gerald. Sejak tiga bulan ia tinggal di rumah ini, ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di lantai tiga kawasan kekuasaan milik Gerald. Di lantai tiga ini tidak terlalu banyak barang, hanya ada beberapa rak dan sofa. Dan di lantai tiga ini hanya ada dua pintu yang artinya hanya ada dua ruangan. Ana tidak tahu yang mana kamar Gerald karena kedua pintu tersebut memiliki warna dan corak yang sama. Ana mendekat ke salah satu pintu yang ada di dekat balkon. Ana mengetuk pintu di depannya beberap
"Apa yang kau lakukan." Ana menatap Gerald dengan takut. Ia kembali waspada dengan setiap gerakan Gerald. "Kenapa kau sangat terburu-buru sekali." ujar Gerald sambil tangannya menyingkirkan rambut Ana hingga memperlihatkan leher putih gadis itu."Kau harusnya merasa beruntung karena kau orang satu-satunya yang ku perbolehkan untuk masuk ke dalam kamarku." ujar Gerald dengan nada sombong.Ana bahkan berpikir ia sama sekali tidak berminat untuk masuk ke dalam kamar pria itu, dan dimana ia harus merasa bangga jika ia sama sekali tidak menginginkannya. Saat ini di pikiran Ana hanyalah bagaimana agar ia lepas dari cengkraman singa di depannya dan segera keluar dari kamar ini. Setelah ini ia tidak ingin menginjakkan kaki di daerah kekuasaan Gerald lagi. "Apa kau baru saja mandi?" tanya Gerald yang terdengar ambigu."Aku suka bau sabun mu." sekarang Ana berpikir jika Gerald benar-benar laki-laki mesum. Awalnya Gerald mengendus wangi sabun Ana di leher g
Gerald sedang menikmati teh nya di sore hari. Matanya tidak dapat lepas menatap Alexa yang sedang duduk di dekat jendela sambil membaca buku. Sepertinya perempuan itu sangat bosan sampai bingung ingin melakukan apa. Gerald langsung pura-pura mengalihkan perhatiannya pada ponsel saat Ana tiba-tiba menutup bukunya. Gerald mencuri lirik gerakan Ana tanpa sepengetahuan gadis itu. Ana berjalan mendekati bi Asri yang baru saja melewati ruang tengah. "Bibi mau kemana?" tanya Ana."Bibi mau menyiram tanaman non." "Kenapa bibi yang menyiram? Tukang kebunnya kemana?" Ana mengerutkan keningnya, bi Asri sebelumnya tidak pernah melakukan tugas tukang kebun setaunya. "Kebetulan tukang kebunnya lagi libur non." balas bi Asri."Biar aku bantu ya bi, bibi kan masih belum sehat banget." Alexa dengan senang hati menawarkan bantuan kepada bi Asri."Aduh nggak perlu non." ujar bi Asri merasa tidak enak.
Ana sedang tiduran di atas kasur sambil bermain ponsel. Setelah selesai menyiram tanaman ia hanya berada di kamar. Saat jarinya sedang sibuk menekan berbagai tombol di layar ponsel. Untuk mengusir rasa penatnya Ana memutuskan untuk bermain game. Tak perlu khawatir masalah kuota karena di rumah ini memiliki beberapa wifi di setiap lantai. Dan itu semua sinyalnya sangat cepat tidak perlu takut loading lama.CeklekAna refleks menegakkan badannya ketika pintu kamarnya tiba-tiba dibuka. Ana mengerutkan melihat dua orang perempuan masuk ke dalam kamarnya dengan membawa banyak pakaian yang digantung. "Selamat sore nona Ana." sapa salah satu perempuan dengan seragam seperti seorang pramugari dengan menunduk hormat."Kami ditugaskan oleh tuan Sleeve untuk membawakan beberapa baju untuk di pilih." ujar perempuan itu sambil menunjukkan berbagai model pakaian yang mereka bawa.Ana masih dalam keadaan kebingungan, ia tidak t