Gerald berdecak kesal karena pagi ini kondisi meja makan yang biasanya terhidang berbagai makanan lezat terlihat sepi.
"Bi Asri!" masih pagi Gerald sudah harus mengeluarkan tenaganya."Ya tuan." Gerald mengerutkan keningnya, ia memanggil bi Asri tapi malah Asti yang datang. "Dimana bi Asri?" tanya Gerald dengan wajah datarnya."Bibi sedang istirahat di kamarnya karena sakit tuan." ujar Asti.Gerald menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Buatkan sarapannya." perintah Gerald."Baik tuan." Asti beranjak kembali ke dapur.Gerald menduduki salah satu kursi yang ada di meja makan. Seperti sudah kebiasaan pagi, Gerald membuka beberapa berita mengenai bisnis dan perekonomian negara dan dunia. Tangannya yang sedang sibuk menggeser layar tablet tiba-tiba harus berhenti karena kedatangan seseorang yang menarik salah satu kursi di hadapannya.Gerald menatap Ana yang seperti baru bangun dari tidurnya. Gadis itu masih mengenakan baju tidur nya berwarna pink. Gadis seperti Ana mana mungkin tidur dengan mengenakan lingerie. Ah tapi boleh juga jika Gerald membelikan beberapa lingerie untuk Ana. Bukankah ia akan mendapatkan banyak keuntungan dari itu.Asti berjalan mendekati Gerald dengan nampan yang sudah berisi makanan dan minuman untuk Gerald."Silahkan tuan." ujar Asti sambil menatap semua makanan ke hadapan Gerald.Ana menatap lapar makanan yang ada di depan Gerald. Ia sudah merasa bingung karena sejak awal ia datang ke meja makan tidak ada satupun makanan yang terhidang di meja makan. Ia juga tidak melihat bi Asri yang biasanya selalu menyiapkan sarapan setiap pagi.Gerald yang merasa sedang diawasi menghentikan sarapannya. Ia menatap Ana yang terlihat menatap makanannya. "Asti buatkan sarapan juga untuk Ana." ujar Gerald yang membuat mata Ana berbinar senang."Tapi tuan nona Ana bisa memasak makanan yang ia mau sendiri." ujar Asti masih dengan nada sopan tetapi wajahnya menatap tak suka ke arah Ana yang seperti seorang ratu di rumah ini.Prang!Gerald membanting sendok dan garpu yang ada di tangannya hingga menimbulkan suara dentingan yang nyaring hingga bisa memekakan telinga. Wajahnya berubah sangat datar. "Kau tidak dengar apa yang kuperintahkan!" suaranya terdengar tenang tetapi penuh penekanan apalagi dengan wajah datarnya. "Maaf tuan, akan segera saya buatkan sarapan untuk non Ana." Ana bisa melihat jika Asti melakukannya karena terpaksa. "Selamat pagi tuan." sapa Jack yang baru saja datang."Pagi Jack." balas Gerald."Selamat pagi nona." "Selamat pagi." balas Ana dengan tersenyum ramah. Ana tahu Jack orang yang baik berbeda dengan Gerald.Tak lama Asti kembali datang dengan membawa sarapan untuk Ana. Gadis itu tidak tersenyum sama sekali saat menghidangkan sarapan untuk Ana berbeda saat menghidangkan sarapan untuk Gerald."Terimakasih Asti." ujar Ana yang hanya di abaikan oleh Asti.Setelah menyelesaikan sarapannya Gerald langsung pergi tanpa berbasa basi dengan Ana. "Semua orang di rumah ini sangat sulit dimengerti."gumam Ana.***"Sir PT Altar tiba-tiba menghentikan kerjasamanya dengan perusahaan kita." ujar Jack memberikan tablet yang berisi pembatalan pemesanan batu bara."Bukan hanya PT Altar sir, tetapi PT Reward juga membatalkan kontrak kerja samanya dengan PT kita." lanjut Jack."Cari tahu apa penyebab mereka menghentikan kerjasamanya dengan perusahaan kita." perintah Gerald. Gerald melempar tablet di tangannya ke sofa begitu saja."Baik sir." Jack berjalan keluar dari ruangan Gerald.Gerald menatap pemandangan kota melalui jendela ruangannya. Ruangannya berada di lantai paling tinggi di perusahaannya. Saham perusahaannya mengalami kerugian karena pembatalan kerja sama oleh dua perusahaan sekaligus. Ia berjanji tidak akan membiarkan orang lain merebut kontrak kerja samanya dengan dua perusahaan itu. "Permisi sir, saya sudah menemukan alasan di balik pembatalan kerjasama perusahaan kita dengan perusahaan Altar dan Reward." Jack memberikan tablet ditangannya.Gerald mengamati satu persatu kalimat yang terpampang di layar tablet. Tangannya mencengkram erat tablet yang ada di tangannya. Matanya menatap tajam nama perusahaan yang telah merebut dua kolega perusahaannya.PT. Altar dan PT. Reward telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT. PS pada pagi hari ini.Begitulah kalimat yang terpampang di layar tablet. PT. PS adalah perusahaan pertambangan yang tak lain dan tak bukan adalah perusahaan milik ayahnya. Ia tahu ayahnya itu benar-benar licik. Ia ingin mengambil semua yang Gerald miliki untuk membuktikan jika dirinya tidak ada apa-apa nya dengan ayahnya."Buat jadwal rapat untuk semua pemegang saham minggu ini." perintah Gerald.Jika ayahnya pikir ia akan menyerah begitu saja maka ayahnya salah, ia tidak akan membiarkan pria tua itu menang begitu saja. Pria tua itu harus mendapat hukuman atas semua kesalahan yang telah diperbuat di masa lalu. Pria tua itu sudah merenggut kebahagian seorang anak dari hidupnya, ia membuat seorang anak kehilangan adik dan ibunya."Aku akan membalasnya!" ujar Gerald dengan senyum menyeringai.***Ana berjalan memasuki dapur ia merasa bosan berada di kamar terus menerus. Sesampainya di dapur ia tidak melihat Asti berada di sana. Ana mengedikkan bahunya tak acuh, tidak ada Asti disana malah membuatnya bebas berada di dapur. Ana membuka kulkas yang ternyata terisi penuh macam-macam makanan dan minuman. Ana beralih membuka rak dapur yang juga terisi dengan berbagai makanan dan bahan-bahan. Ana ingin membuat sesuatu untuk dirinya sendiri tetapi ia bingung harus membuat apa. Akhirnya Ana memutuskan untuk membuat spaghetti marinara. Kurang dari setengah jam ia berkutat di dapur membuat spaghetti dan akhirnya jadi. Ana tersenyum mencium bau harum dari spaghetti buatannya. Ia jadi tidak sabar untuk memakan spaghetti buatannya. Ana membawa piring spaghetti ke meja makan."Ah lupa! aku sedang membuat kue." Ana menepuk keningnya, ia melupakan kue nya yang masih ada di dalam oven. Ana beranjak kembali ke dapur meninggalkan spaghe
Ana membawa sepotong kue matcha buatannya untuk diberikan ke Gerald. Ia tidak salah dengarkan jika tadi Gerald menyuruhnya untuk mengantarkan kue ke kamarnya. Bukankah pria itu tidak suka jika ada orang yang masuk ke wilayahnya di lantai tiga? Ana jadi bimbang untuk naik ke lantai tiga. Bagaimana jika Gerald tiba-tiba memarahinya dan lupa dengan apa yang dikatakannya tadi.Ah sudahlah Ana meyakinkan dirinya sendiri jika lebih baik ia mengantarkan kue ini ke kamar Gerald. Sejak tiga bulan ia tinggal di rumah ini, ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di lantai tiga kawasan kekuasaan milik Gerald. Di lantai tiga ini tidak terlalu banyak barang, hanya ada beberapa rak dan sofa. Dan di lantai tiga ini hanya ada dua pintu yang artinya hanya ada dua ruangan. Ana tidak tahu yang mana kamar Gerald karena kedua pintu tersebut memiliki warna dan corak yang sama. Ana mendekat ke salah satu pintu yang ada di dekat balkon. Ana mengetuk pintu di depannya beberap
"Apa yang kau lakukan." Ana menatap Gerald dengan takut. Ia kembali waspada dengan setiap gerakan Gerald. "Kenapa kau sangat terburu-buru sekali." ujar Gerald sambil tangannya menyingkirkan rambut Ana hingga memperlihatkan leher putih gadis itu."Kau harusnya merasa beruntung karena kau orang satu-satunya yang ku perbolehkan untuk masuk ke dalam kamarku." ujar Gerald dengan nada sombong.Ana bahkan berpikir ia sama sekali tidak berminat untuk masuk ke dalam kamar pria itu, dan dimana ia harus merasa bangga jika ia sama sekali tidak menginginkannya. Saat ini di pikiran Ana hanyalah bagaimana agar ia lepas dari cengkraman singa di depannya dan segera keluar dari kamar ini. Setelah ini ia tidak ingin menginjakkan kaki di daerah kekuasaan Gerald lagi. "Apa kau baru saja mandi?" tanya Gerald yang terdengar ambigu."Aku suka bau sabun mu." sekarang Ana berpikir jika Gerald benar-benar laki-laki mesum. Awalnya Gerald mengendus wangi sabun Ana di leher g
Gerald sedang menikmati teh nya di sore hari. Matanya tidak dapat lepas menatap Alexa yang sedang duduk di dekat jendela sambil membaca buku. Sepertinya perempuan itu sangat bosan sampai bingung ingin melakukan apa. Gerald langsung pura-pura mengalihkan perhatiannya pada ponsel saat Ana tiba-tiba menutup bukunya. Gerald mencuri lirik gerakan Ana tanpa sepengetahuan gadis itu. Ana berjalan mendekati bi Asri yang baru saja melewati ruang tengah. "Bibi mau kemana?" tanya Ana."Bibi mau menyiram tanaman non." "Kenapa bibi yang menyiram? Tukang kebunnya kemana?" Ana mengerutkan keningnya, bi Asri sebelumnya tidak pernah melakukan tugas tukang kebun setaunya. "Kebetulan tukang kebunnya lagi libur non." balas bi Asri."Biar aku bantu ya bi, bibi kan masih belum sehat banget." Alexa dengan senang hati menawarkan bantuan kepada bi Asri."Aduh nggak perlu non." ujar bi Asri merasa tidak enak.
Ana sedang tiduran di atas kasur sambil bermain ponsel. Setelah selesai menyiram tanaman ia hanya berada di kamar. Saat jarinya sedang sibuk menekan berbagai tombol di layar ponsel. Untuk mengusir rasa penatnya Ana memutuskan untuk bermain game. Tak perlu khawatir masalah kuota karena di rumah ini memiliki beberapa wifi di setiap lantai. Dan itu semua sinyalnya sangat cepat tidak perlu takut loading lama.CeklekAna refleks menegakkan badannya ketika pintu kamarnya tiba-tiba dibuka. Ana mengerutkan melihat dua orang perempuan masuk ke dalam kamarnya dengan membawa banyak pakaian yang digantung. "Selamat sore nona Ana." sapa salah satu perempuan dengan seragam seperti seorang pramugari dengan menunduk hormat."Kami ditugaskan oleh tuan Sleeve untuk membawakan beberapa baju untuk di pilih." ujar perempuan itu sambil menunjukkan berbagai model pakaian yang mereka bawa.Ana masih dalam keadaan kebingungan, ia tidak t
Ana tengah duduk di depan meja rias untuk melihat penampilannya. Ia bahkan kagum sendiri dengan riasannya. Sebelum-sebelumnya ia belum pernah berdandan seperti ini, paling kalau pergi hanya memakai riasan seadanya dan baju seadanya.Ting tongApa itu Gerald? Ana beranjak ke luar kamar. Ia berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang. Tapi jika Gerald yang datang kenapa harus menekan bel rumah. Laki-laki itu kan biasanya langsung masuk seperti biasanya. Ana berpapasan dengan Asti yang baru saja membuka pintu."Siapa yang datang?" tanya Ana ke Asti.Asti terlihat menatap Ana dari atas sampai bawah. Senyum sinis terukir di bibir Asti. Asti melenggang begitu saja tanpa berniat membalas pertanyaan dari Ana.Ana ingin memanggil Asti tapi ia urungkan. Asti sepertinya sangat membencinya entah apa alasannya. Ana mengedikkan bahunya berusaha untuk tidak ambil pusing sikap Asti kepadanya. Ana melanju
Ana menggaruk tengkuknya, ia merasa risih ditatap seperti itu oleh Gerald. Ia juga menarik ujung bawah gaunnya agar lebih turun. Ana merasa tidak nyaman memakai gaun ini. Ini adalah gaun yang sebelumnya ia coba. Gaun berwarna hitam yang panjangnya hanya setengah paha dan ketat yang membentuk tubuhnya. "Apa aku tidak bisa memakai gaun yang lain saja?" tanya Ana dengan wajah memelasnya. Gaun yang ia pakai terlalu mengekspos kaki jenjangnya. Ia yakin jika ia berjongkok maka pantatnya akan kelihatan."Pakai saja yang ku beri." ujar Gerald.Ana menghela nafas pelan. Bagaimana jika kakinya kedinginan karena udara malam ini terasa dingin. Seharusnya Gerald tadi memilih gaun yang panjang agar ia tidak kedinginan.Tiba-tiba bi Asri berlari tergopoh-gopoh menghampiri Ana dan Gerald. Di belakang bi Asri ada Asti yang juga berlari mengikuti bi Asri."Tuan." bi Asri menundukkan kepalanya dengan hormat, tapi itu tidak bisa men
"Dia adalah calon istri saya." ujar Gerald kepada wartawan di depannya.Ana membulatkan matanya mendengar jawaban Gerald. Jika ditanya apa ia terkejut? Pastinya ia sangat terkejut. Ana menatap ke arah Gerald mencari kebohongan di wajah pria itu. Tapi ia tidak bisa menebak apa yang dikatakan Gerald benar atau bohong. "Selamat tuan Gerald." semua wartawan memberikan selamat kepada Ana dan Gerald."Kapan rencana pernikahan anda tuan?" tanya salah satu wartawan perempuan."Secepatnya, doakan saja yang terbaik." ujar Gerald dengan tersenyum singkat.Gerald langsung menggandeng tangan Ana turun dari panggung. Jika terlalu lama di atas panggung Gerald tidak yakin Ana bisa menahan berdiri lebih lama lagi. Apalagi Ana memakai sepatu hak tinggi yang pastinya akan membuat kakinya pegal jika berdiri terlalu lama."Kita temui teman dan rekan bisnis saya." ujar Gerald menggandeng tangan Ana mendekat ke arah kumpu