Share

The first

Ana membawa sepotong kue matcha buatannya untuk diberikan ke Gerald. Ia tidak salah dengarkan jika tadi Gerald menyuruhnya untuk mengantarkan kue ke kamarnya. Bukankah pria itu tidak suka jika ada orang yang masuk ke wilayahnya di lantai tiga? Ana jadi bimbang untuk naik ke lantai tiga. Bagaimana jika Gerald tiba-tiba memarahinya dan lupa dengan apa yang dikatakannya tadi.

Ah sudahlah Ana meyakinkan dirinya sendiri jika lebih baik ia mengantarkan kue ini ke kamar Gerald. Sejak tiga bulan ia tinggal di rumah ini, ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di lantai tiga kawasan kekuasaan milik Gerald. Di lantai tiga ini tidak terlalu banyak barang, hanya ada beberapa rak dan sofa. Dan di lantai tiga ini hanya ada dua pintu yang artinya hanya ada dua ruangan. Ana tidak tahu yang mana kamar Gerald karena kedua pintu tersebut memiliki warna dan corak yang sama. 

Ana mendekat ke salah satu pintu yang ada di dekat balkon. Ana mengetuk pintu di depannya beberapa kali. Dengan sabar Ana menunggu di depan pintu tersebut sampai pintu terbuka. Tetapi sepertinya pintu di depannya tidak akan terbuka karena tidak ada orang di dalamnya. 

Ana berjalan menjauh dari pintu pertama, kemudian Ana berjalan mendekat ke pintu ke dua. Sama seperti pintu pertama, Ana kembali mengetuk pintu yang kedua. Menunggu selama lima detik dan tak lama pintu di depannya terbuka menampilkan Gerald yang memakai jubah mandi. Rambut pria itu masih basah, bahkan masih ada beberapa air yang menetes dari rambut hitam legam milik Gerald. Ana meneguk ludahnya susah payah.

"Masuklah." ujar Gerald memberi sedikit ruang untuk Ana masuk.

Ana terlihat menimbang-nimbang. Ia sedikit ragu untuk masuk kedalam. Gerald yang sepertinya tau apa yang sedang Ana pikirkan pria itu kembali menyuruh Ana untuk masuk.

"Cepatlah masuk!" ujar Gerald dengan suara lebih meninggi. 

Ana refleks melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Gerald. Ia berdecak kagum di dalam hati melihat kamar Gerald yang dua kali lipat lebih luas dari kamarnya. Tapi bedanya kamar Gerald hanya ada sedikit barang dan didominasi warna abu-abu dan hitam seperti ciri khas kamar seorang laki-laki. Ana bahkan dapat mencium wangi parfum yang biasa Gerald pakai di kamar ini. 

Kamar Gerald memiliki tempat tidur ukuran king size dan dinding yang berlapis marmer yang pastinya berharga mahal. Kamarnya sangat rapi walau bibi tidak membersihkannya. Sepertinya Gerald tipe laki-laki yang menjaga kebersihan. 

"Sudah puas melihat kamarku?"

Ana terlonjak kaget merasakan hembusan hangat Gerald di lehernya. Kepalanya bahkan terasa kaku, ia tidak berani menengokkan kepalanya ke belakang. 

"Aku ha...rus men...aruhnya di...mana?" tanya Ana dengan suara terbata-bata. Ia tidak bisa menyembunyikan kegugupannya.

"Taruh saja di sana." Gerald menunjuk nakas di dekat ranjangnya dengan dagunya.

Ana menganggukkan kepalanya mengerti. Ia melangkahkan kakinya ke arah nakas dengan ragu. Ana hampir saja terjengkal karena menyandung ujung karpet. 

Gerald menaikkan ujung bibirnya melihat Ana yang hampir terjungkal kalau gadis itu tidak segera menyeimbangkan badannya. Gerald berjalan mendekat ke arah Ana. 

"Hah." Ana terkesiap saat membalikkan badannya dan membuat badannya terduduk ke tempat tidur Gerald. Ia terkejut karena Gerald tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya dengan jarak yang sangat dekat. 

Ana melihat ke tempat tidur yang sebelumnya sangat rapi tanpa kusut. Dan sekarang tempat tidur tersebut menjadi kusut karena tubuhnya yang menekan tempat tidur yang ia duduki. 

"Kenapa wajahmu selalu seperti itu!" Gerald mengerutkan keningnya tak suka melihat ekspresi Ana yang selalu terlihat ketakutan seperti melihat hantu saat berada di dekatnya.

Ana langsung buru-buru merubah ekspresinya. Ia tidak tahu jika Gerald orang yang baperan sekali hanya karena masalah ekspresi dirinya. Suasana menjadi hening dan Ana merasa canggung dengan Gerald yang berdiri di depannya hanya mengenakan kimono mandi. 

"Aku akan kembali ke kamar." ujar Ana pamit pada Gerald.

Gerald tersenyum melihat Ana yang buru-buru ingin sekali pergi dari kamarnya. Tapi bukan Gerald jika ia membiarkan Ana keluar dari kamarnya dengan semudah itu. Gerald mencekal tangan Ana dan menarik gadis itu sampai gadis itu terduduk kembali di atas tempat tidurnya. Biarkan saja tempat tidurnya itu kusut lagi pula ia bisa membereskannya lagi nanti.

"Temani aku makan." ujar Gerald sambil mengambil piring kue yang Ana letakkan di atas nakas.

Gerald ikut duduk di atas kasur bersebelahan dengan Ana. Pria itu memakan kue nya dengan tenang. Gerald menghabiskan potongan kue hanya dalam waktu tiga menit. Gerald harus mengakui jika kue matcha buatan Ana sangat enak. Bahkan kue matcha buatan Ana lebih enak dari kue matcha di toko roti yang biasa ia beli. Bukan hanya kue matcha Ana yang enak spaghetti yang gadis itu bikin juga tak kalah enaknya. Sepertinya Gerald akan memikirkannya lagi untuk mengizinkan Ana menginjakkan kakinya ke dapur. 

"Jika sudah selesai aku akan membawanya ke dapur." ujar Ana seraya mengambil alih piring kosong di tangan Gerald.

Saat Ana akan melewatinya, Gerald menarik lengan Ana sehingga membuat gadis itu terduduk di pangkuannya. Gerald merasa tubuh Ana sangat ringan, ia bahkan tidak terlalu merasakan berat badan Ana. Tangannya melingkari perut Ana agar gadis itu tidak bisa lari darinya.

"Apa yang kau lakukan." Ana menatap Gerald dengan takut. Ia kembali waspada dengan setiap gerakan Gerald. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status